Destiny - 16

1.6K 80 0
                                    

Odelia sedang berbaring diatas ranjangnya. Memang setelah makan malam, dia memilih masuk kamar daripada harus bertatapan dengan charles. Dia masih malu mengingat akan kebodohannya tadi.

I'm in love with the shape of you
We push and pull like a magnet do 🎶

Ponselnya berdering tanda telepon masuk. Dia memang memasang lagu Shape of You sebagai ringtone ponselnya karena lagu tersebut sedang booming-nya.

+628224619xxxx

"Siapa?"herannya. Dia sedikit ragu untuk mengangkat telepon tersebut tapi dia tetap mengangkatnya.

"Halo"ucapnya pelan.

"Halo Ms.Darson"ucap seseorang disebrang.

Odel mendengus kesal saat mengenali suara itu. "Darimana kamu dapat nomor ponselku?"tanyanya dengan ketus.

"Apa kamu lupa atau berbasa-basi? Aku kan memiliki kartu namamu bahkan tadi aku kekantormu, bukan?"

"Ck! Lalu untuk apa kamu menggangguku sekarang?"

"apa kamu terganggu karena aku meneleponmu?"

"Tentu saja"jawab odel cepat.

Terdengar suara kekehan dari sebrang. Odelia memutar bola matanya malas walaupun Al tak bisa melihatnya.

"jadi ada urusan apa kamu meneleponku?"tanya odel berusaha ramah.

"kau tahu? Jawabannya sungguh simple. Aku merindukan nona galak"ucap Al dengan nada menggoda.

"jangan menggoda saya dokter Al"ucap odel penuh penekanan.

"saat ini kita bukan dokter dan pasien jadi kau tak perlu memanggilku dokter"ucap Al dengan tegas.

Odel menghela napas kasar. "baiklah. Jangan bercanda lagi Al. Sebenarnya apa tujuanmu menelepon aku? Apa ada yang penting?"

"bukankah tadi sudah ku jawab?"

"tidak mungkin jawabannya itu"elak odel dengan cepat.

"Aku berani bersumpah bahwa tak ada maksud apapun Ms.Darson"ucap Al terdengar sungguh-sungguh.

"panggil saja Odelia. Jangan Ms.Darson"pinta odel.

"apa tidak mau ku panggil sayang ataupun Mrs.Algero?"goda Al lagi.

Rasanya jika Al sedang berada didepannya, Odel ingin sekali menjambak rambutnya. Biar tau rasa!!!

"Odel... Apa kau masih disana? Kau bisa mendengarku?"

"Ya"jawab odel singkat padat jelas.

"Baguslah. Kupikir kau tidak bernapas lagi"

Emosi Odel spontan naik hingga ke ubun-ubun. Kali ini dia tidak mau menjambak rambut Al lagi. Tapi dia ingin sekali mengulitinya hidup-hidup.

"Maaf... Aku hanya bercanda. Jangan tersinggung ya"ucap Al lembut.

"Hmm"

"jangan marah dong Odel"bujuk Al.

"Hmm"

"odel...."

"Hmm"

"bicarlah sesuatu, jangan begini. Maaf bila aku kelewatan, tapi bukankah kamu itu pemaaf"

"Hei, tuan Algero yang terhormat. Jangan ganggu aku lagi. Aku mau TIDUR"ucap Odel dengan menekankan kata TIDUR.

Dia segera mematikan teleponnya lalu membuangnya keatas ranjang begitu saja.

Dia menghembuskan napas kasar seraya bangkit dari tidurnya. Dia berjalan kearah jendela kamarnya dan menatap beberapa kendaraan yang masih berlalu lalang.

Tak lama terdengar pesan masuk. Dengan malas Odelia pergi mengambil ponselnya yang tergeletak begitu saja.

+628224619xxxx

Odelia sudah mengenali nomor itu. Itu adalah nomor seseorang yang tadi baru saja menghubunginya. Sebenarnya dia malas membukanya tapi rasa penasaran mengalahkan segalanya. Dia pun membuka pesan yang masuk di notifikasinya.

Nona Odelia... Please jangan marah sama aku ya. Aku sungguh minta maaf atas bercandaan aku yang kelewatan. Aku tidak bermaksud membuat kamu tersinggung. Tolong maafin aku ya, aku tidak mau kamu jadi dingin sama aku. Lebih baik kamu cerewet dan galak daripada begini. Sebelum kamu maafin aku, aku tidak akan berhenti minta maaf. Tolong balas pesan ini.

Odelia mendengus kesal. Anak itu ingin meminta maaf tapi malah sekalian mengejeknya. Parahnya mengejeknya tak tanggung-tanggung pulak.

Ingin membalas tapi rasanya gengsi. Ingin diamkan saja tapi Al pasti tidak akan berhenti mengganggunya.

"Ck! Nyebelin benar itu orang. Ah! Masa bodo lah... Aku malas meladeni dia. Lebih baik bobo cantik saja"ucap Odelia lalu segera mematikan ponselnya. Dia berbaring diatas ranjang lalu memejamkan matanya. Tak lama kemudian, Odel sudah masuk dalam mimpinya.

***

Al sedang mondar-mandir dikamarnya. Dia memijat pelipisnya, sebelah tangannya memegang ponsel berwarna hitamnya.

Odel belum membalas pesannya sama sekali. Ditelepon pun malah tidak aktif. Al tidak bisa tidur sebelum mendapatkan maaf dari Odelia. Dia benar-benar menyesali ucapannya tadi. Ucapan itu keluar begitu saja tanpa bisa dia kendalikan.

Tok tok tok

Al mengernyit saat mendengar ketukan pintu.

"Masuk"ucapnya.

Jeremy masuk kedalam kamarnya sambil membawa beberapa berkas.

"papa kira kamu sudah tidur"ucap Jeremy saat sudah duduk disofa yang berada didalam kamar Al.

"duduk nak"ucap Jeremy lagi sambil menepuk sofa disebelahnya. Al pun menuruti dan duduk disebelah jeremy.

"ada apa pa?"tanya Al akhirnya.

Jeremy tersenyum lembut sambil menyerahkan berkas-berkas yang dibawanya tadi.

"Al, papa mau pensiun saja. papa mau kamu memimpin perusahaan Sandoyo Group. Kamu tahu bukan kalau papa tidak punya keturunan. Papa hanya punya kamu. Lagian anak Ernest juga tidak ada yang laki-laki"ucap jeremy pelan.

"Tapi kan masih ada om Ernest, pa"elak Al.

"Tapi kami juga sudah tua. Kami butuh penerus Sandoyo Group"ucap jeremy tegas.

"suruh Guenn saja. Dia kan sedang nganggur"saran Al.

Jeremy menghela napas lalu menatap Al lekat. "Kamu seperti tidak kenal Guenn saja. Papa kurang yakin dia bisa serius"

"aku mau tapi aku ini seorang dokter. Aku tidak bisa melakukan keduanya"

"Hm... Papa tahu, tapi siapa lagi yang akan menggantikan papa"lirih jeremy.

Al menghela napas frustrasi. "Maaf pa. Al tak bisa"

"Baiklah. Padahal jika kamu bersedia, urusan kerjasama kita dengan D.S Corp akan papa serahkan ke kamu"ucap jeremy.

"D.S Corp milik keluarga Darson???" Entah mengapa Al berharap dia tak salah dengar.

"Ya iyalah, siapa lagi memangnya"ucap jeremy bingung. Al hanya mangut-mangut saja.

"Ah, ya. Papa dengar sekarang putri Pak Richard yang memimpin D.S Corp. Akan sangat bagus kalo kamu bisa dekat dengannya. Papa ingin sekali Sandoyo Group dengan D.S Corp kerjasama"ucap jeremy antusias.

"Akan kupikirkan, pa"ucap Al tiba-tiba.

Jeremy mengangkat sebelah alisnya lalu tersenyum kecil. Sepertinya dia bisa menebak kenapa Al berubah pikiran.

Jeremy menepuk bahu Al pelan. "papa harap kamu memberikan kabar bagus"

Al tersenyum simpul seraya mengangguk. Jeremy pun berdiri lalu keluar dari kamar Al. Al masih duduk sambil termenung.

"Apakah ini cara terbaik untuk lebih dekat dengan Odelia?"pikirnya sambil menyeringai.

***

Tbc

My Destiny is You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang