7 | Letter

2K 301 38
                                    

Nggak ada yang lebih menjengkelkan selain cowok bernama Dave Collins!

Hari keduaku bekerja di tokonya Mr. Hansel dihancurkan cowok itu. Ngggga, deh. Itu terlalu kasar bahasanya. Intinya, si Dave itu ngeselin parah. Dia bolak balik dari luar, ke toko, ke luar lagi, ke toko lagi cuma buat beli gantungan kunci dan postcard Liverpool. Gak berfaedah banget! Dan ew, dia suka Liverpool?

Belum lagi pas dia ngajakin temen-temennya ke toko. Termasuk Andrew dan Emre. Andrew cuma diam aja, kalau Emre cuma ketawa ngeliat aku digodain sama Dave dan temen-temennya yang lain.
Yaaa, walaupun godainnya masih batas wajar, tetap aja risih.
Dan aku berterimakasih banget sama Andrew yang ngizinin aku pulang sebelum matahari terbenam. Jadi aku ngga perlu lama-lama berada di satu ruangan sama Dave.

Dan akhirnya aku pulang sendiri karena shift Annika belum selesai, beruntung aku masih ingat rute busnya. Aku kirim pesan ke Annika kalau aku pulang duluan karena mendesak.

London, 6 September

-Zeva

🍁

Aku menaruh buku jurnalku dan mengambil buku Sejarah. Ada PR yang harus segera kuselesaikan dan masalahnya adalah aku tidak mengerti sama sekali sejarah kerajaan Inggris yang didongengkan Mrs. Walcott. (1) aksennya british sekali; (2) dia bicara terlalu cepat; (3) aku mengantuk selama pelajarannya.

Mungkin aku butuh bantuan Annika, tapi dia belum pulang.
Aku membalikkan lembar demi lembar buku sejarah yang kupinjam dari perpustakaan sekolah. Kupikir ini akan membantu, ternyata tidak. Coba bayangkan, membaca buku tentang sejarah kerajaan Inggris dengan bahasa Inggris yang tebalnya 800 halaman.

Secarik kertas berwarna merah yang dibentuk menjadi pesawat terselip di salah satu halaman. Mungkin kertas ini milik seseorang yang meminjam buku ini dan memakainya sebagai pembatas buku, tetapi lupa mengambilnya lagi.

Namun, kemungkinan itu terpatahkan ketika kudapati namaku tertulis di kertas itu. Tertulis Sylvianna, Zevania. Siapa lagi kalau bukan aku? Dengan tangan gemetaran dan rasa penasaran, aku membuka lipatan kertas itu dan membacanya.

Sylvianna, Zevania.

I'll be your William, you'll be my Kate. Living like a fairytale.

EH? Aku merasakan pipiku memanas dan pasti memerah. Beruntung tidak ada Annika di sini. Aku mengenal kata-kata itu: lagu Ready or Not milik Bridgit Mendler. Lagu favoritku. Tetapi, dengan kalimat yang dibalik.

Aku tidak menyangka ada seseorang yang mengirimkanku surat seperti ini dan menuliskan sepenggal lirik yang menurutku sweet. Tapi, siapa orang itu?
Pikiranku langsung tertuju pada Dave. Masa, iya? Kapan dia melakukannya? Kalau memang orang itu Dave, Ready or Not resmi dihapus dari list lagu favoritku. I'm sorry, Bridgit. Blame on Dave!

Tapi, kalau bukan ... siapapun dia, aku merasa ini mimpi. I love you, Bridgit. Well, belum bisa kusimpulkan siapa pengirim surat ini. Jadi kuselipkan surat ini pada buku jurnal dan meletakkannya di tumpukan bajuku di dalam lemari.

Melihat buku sejarah yang tebal di atas meja lantas membuatku meringis. Aku tunggu Annika saja dan meminta bantuannya daripada harus membaca sendiri. Kuambil ponselku dan menelepon Mama. Aku sangat merindukannya. Terima kasih keluarga asing karena sudah memfasilitasi rumah ini dengan wifi sehingga aku tidak perlu menghabiskan kuotaku.

"Hallo?"

Senyumku merekah, terdengar suara keibuan di seberang telepon. "Mama?" Suaraku bergetar.

"Akhirnya kamu telepon juga. Ini nomor barumu, ya?"

Aku mengangguk dan tersadar bahwa Mama tidak bisa melihatku mengangguk. "Iya, Ma. Disimpan, ya, jadi kita bisa chattingan di WA."

Journal: The SeasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang