Hari ini sekolah terasa berbeda. Aku sama sekali belum bertemu dengan Andrew, Emre, Ryan, atau para pemain futsal lainnya. Mikayla juga. Apakah mereka masih di rumah sakit? Dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku berharap semoga tidak ada hal serius yang terjadi pada Dave. Bagaimana pun juga dia pasti memiliki sisi baik yang belum pernah kulihat. Aku baru mengenalnya beberapa bulan.
Aku juga tidak melihat Keira. Semenjak kejadian di London Eye, kami jadi jarang bertemu. Kecuali di kelas musik dan olahraga. Itu juga kalau aku yang mengajaknya bicara duluan. Kalau bukan aku yang memulainya, mungkin kami seperti tidak saling kenal.
Kafetaria pun terasa luar biasa sepi. Dylan dan Tyler sedang bermain games bola atau semacamnya di ponsel mereka, sesekali berteriak, "GOAL!" dan beberapa kata kasar lainnya yang tidak pantas disebut. Annika mengerjakan PR matematikanya yang belum selesai.
Aku menyeruput coklat panasku. "Kau sedang menonton apa?" tanyaku sambil mengintip ponsel Ashley. Dia menunjukkan layar ponselnya tanpa berkata apa-apa. Rupanya sedang menonton live streaming Harry Styles di Instagram.
"You keep calling, you keep calling, saying that you wan't it back..."
Ah, suara ponselku! Aku mengambil ponselku dari dalam tas.
Mikayla is calling
Aku menekan tombol hijau dan berkata, "Hello? Mikayla?"
"Zev..." Suara Mikayla terdengar serak, seperti sedang menangis. "Dave..."
"Dave? What happened?" Aku tak kuasa mengontrol suaraku hingga berhasil menarik perhatian teman semejaku ini. Ashley bahkan memukul lengan Tyler dan Dylan agar mereka diam dan tidak berisik.
"Dave is ... gone." Mikayla terisak. Aku dapat mendengar suara seorang yang meminta Mikayla untuk tenang. Mungkin itu Ryan.
Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Telepon dari Mikayla juga terputus. Annika, Ashley, Dylan, dan Tyler bertanya padaku apa yang terjadi pada Dave. Aku meletakkan ponselku ke atas meja dan menarik napas sedalam-dalamnya."Dave is ... gone."
❄
Keesokan harinya, aku, Annika, Ashley, Dylan, dan Tyler pergi ke tempat pemakaman Dave di Highgate Cemetery sepulang sekolah. Hari ini juga aku tidak melihat Andrew dan kawanannya. Kami tidak mendatangi upacara kematiannya atau apa dikarenakan sekolah, jadi hanya sempat datang ke pemakamannya saja.
Ketika sampai di pemakaman (yang terasa seperti di film horror dengan nisan-nisan tingginya.), kulihat banyak orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Kemungkinan besar makam Dave di sana karena banyak murid berseragam Islington High School yang kumpul di sana. Aku berjalan berdampingan dengan Annika di paling belakang. Sementara Ashley paling depan, Dylan dan Tyler di belakang Ashley.
"Excuse me." Ashley mencoba menembus keramaian. Kami berjalan di belakangnya sehingga berhasil mencapai ke barisan yang agak depan.
Aku harus berjinjit untuk melihat makam Dave. Namun, orang-orang di sekitarku ini lebih tinggi. Aku dapat melihat Ashley yang dibalut gaun hitam selutut, di sampingnya ada Ryan yang memeluknya dari samping. Ada juga Emre di sebelah ibunya Dave bersama adiknya juga. Aku menyerah berjinjit dan pasrah dalam posisi seperti ini. Aku memejamkan mata, berdoa semoga Dave tenang di atas sana.
Aku tidak memikirkan semua hal buruk yang kualami karenanya. Termasuk jurnalku yang basah terkena tumpahan kopi karena bola basket lemparan Dave.Setelah cukup lama, beberapa orang pun bubar. Dylan dan Tyler mengikuti mereka. Ashley dan Annika juga mengajakku pulang, sementara aku hanya menuruti saja. Setelah beberapa langkah, aku merasa ada yang kurang. Aku tidak melihat Andrew. Aku menoleh kembali ke arah makam Dave yang mulai sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...