Selamat Pagi, Journal dan London.
Ini adalah hari yang telah kutunggu-tunggu. Hari ulang tahunku keenam belas yang akan kurayakan sendiri di London, kota impianku. Tadinya aku berharap teman-temanku pasti menyiapkan surprise ulang tahun untukku. Tapi mengingat apa yang terjadi belakangan ini, aku bahkan ngga yakin mereka ingat ulang tahunku.
Jadi, mari kita buat list siapa yang ingat ulang tahunku:
1.
2.
3.-
Aku menutup jurnalku dan meletakkannya di bawah kasur. Setelah bercermin untuk memeriksa kembali seragam yang melekat di tubuhku, aku menyambar ransel dan segera menuruni tangga. Annika sudah berangkat duluan bahkan sebelum aku bangun tidur. Kami sama sekali belum berbicara semenjak video itu beredar. Aku telah mencoba mengajaknya bicara, namun Annika enggan mendengarkanku. Ia selalu memiliki alasan untuk menghindariku.
Sesampainya di dapur, aku tertegun melihat tepung terigu, cokelat blok, telur, dan alat serta bahan membuat kue lainnya. Begitu menyadari kedatanganku, Mum lantas menarik tubuhku menjauhi dapur. "Rupanya kau sudah bangun, Zeva. Sarapannya sudah kubuatkan. Kau sarapan di bus saja, ya. Maaf aku tidak bisa mengantarkanmu," katanya tanpa jeda sedetik pun. Mum beberapa kali menoleh ke belakang, ke arah dapur.
"Tunggu di sini." Mum mengangkat telunjuknya ke arahku lalu ke lantai. Memastikanku untuk diam di tempat. Ia kembali ke arah dapur dan dalam hitungan detik sudah kembali seraya menenteng sebuah kertas pembungkus makanan. "Ini sarapanmu dan selamat belajar." Ia membuka pintu rumah dan mendorong tubuhku agar segera pergi dari rumah. Setelah aku berdiri di pinggir jalan, Mum melambaikan tangannya dan segera menutup pintunya.
Astaga. Ibu yang aneh. Ia mengusirku secara tidak langsung dan aku tahu alasannya. Ia sedang membuat kue yang kuyakini untuk ulang tahunku. Pasalnya, Mum membuat kue cokelat sementara tidak ada anggota keluarga asing yang menyukai kue cokelat. Mereka semua menyukai cheesecake.
Dan sikapnya juga benar-benar aneh. Aku menggelengkan kepalaku dan terkekeh pelan mengingat raut wajah ibu angkatku tadi yang pias. Seolah-olah Mum adalah perampok dan aku polisi yang akan menangkapnya.
Bel masuk sekolah pukul 09.00 dan sekarang masih pukul 08.07. Aku berjalan menelusuri trotoar untuk mencapai halte bus yang mengarah ke sekolah.
🌸
Sesampainya di sekolah, segelintir orang masih melemparkan tatapan kebencian padaku. Entah hal apa yang membuat mereka sebegitu bencinya padaku seolah-olah aku telah meledakan bom di sekolah dan merenggut puluhan nyawa. Dan sekali lagi, aku tidak peduli. Ditatap seperti itu oleh orang yang tidak kukenal toh tidak berpengaruh apapun padaku.
Sebagian besar dari mereka telah melupakan perkara itu sebab telah muncul gosip panas terbaru. Berita putusnya pasangan terpopuler di sekolah, yang menimbulkan belasan confession di laman Scream Out The Words. Aku tidak begitu mengetahui siapa mereka. Kalau tidak salah namanya Madison dan Ansel. Aku tidak begitu peduli juga sih.
Di kelas olahraga beberapa hari yang lalu, kami belajar tentang bulutangkis. Keira masih enggan berbicara denganku meski aku mendekatinya. Sementara Dylan mau menerima botol minum dariku. Ia tidak berbicara banyak, hanya mengatakan terima kasih dan berlalu begitu saja.
Yang paling terlihat biasa saja adalah Tyler. Aku berpapasan dengannya di perpustakan. Aneh rasanya bertemu makhluk seperti Tyler di perpustakaan. Ketika aku bertanya apa yang sedang ia lakukan di sini, katanya tengah membolos dari kelas kimia yang memusingkkan.
Tentu saja perpustakaan adalah tempat pelarian diri bagi Tyler.
Aku akhirnya menemaninya, kami duduk bersebelah di salah satu meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...