39 | Nightmare

1.3K 233 59
                                    

Rumah Keluarga Asing begitu sepi saat aku tiba dari sekolah. Hanya ada Mom yang tengah menonton televisi. Dad pergi ke Wales dari semalam—pekerjaannya sebagai seorang pemandu wisata membuatnya jadi lebih sering di luar rumah. Julian di asrama kampusnya. Sementara Annika akan menghabiskan akhir pekannya dengan menginap di rumah Ashley untuk membicarakan masa depan bandnya.

Menurutku, The Villains layak berada di atas panggung festival besar seperti London Spring Music Festival. Maksudku, mau sampai kapan mereka hanya berlatih tanpa tujuan? Membuat musik yang luar biasa tanpa membagikannya ke dunia? Aku yakin dalam benak mereka masing-masing, pasti terbesit sebuah harapan, cita-cita, mimpi untuk melaju ke jenjang yang lebih serius—dalam kasus bermusik.

Julian sudah kembali ke asramanya di Oxford. Omong-omong soal kakak angkatku itu, Annika sudah cerita hubungan antara keluarganya dan keluarga Andrew. Termasuk kedekatan Julian dan Kate. Ternyata mereka berdua sempat dekat selama secondary school. Sayangnya saat lulus, Kate memutuskan untuk kuliah di Paris sementara Julian tetap di London. Hingga akhirnya, mereka kembali bertemu saat liburan musim dingin kemarin. Makan malam bersama di rumah keluarga Alanen. Annika tidak pernah menyangka gadis yang disembunyikan kakaknya adalah Katherine Stanley, kakaknya Andrew Stanley.

Sementara Andrew sendiri . . . dia bisa dibilang jarang—nyaris tidak pernah—main ke rumah Keluarga Alanen. "Hanya sekali atau dua kali saat kami kerja kelompok," kata Annika ketika kutanyai apa maksud Mum mengatakan Andrew sudah lama tidak main ke sini. Barangkali itu hanyalah basa-basi untuk menghangatkan suasana. Tipikal kebanyakan orangtua.

Masih dalam balutan seragam sekolah, aku melemparkan tubuhku ke atas kasur dengan posisi terlentang menghadap ke langit-langit. Annika tidak akan ada di kamar ini selama dua hari atau bahkan lebih. Entahlah. Andrew, Kafka, Emre, Ryan, Mikayla, dan kemungkinan Keira, pasti tengah berada di pesta pra pertandingan di rumah Ashton. Sementara aku menyendiri di sini.

Tunggu. Apakah Keira berada di pesta Ashton atau rumah Ashley? Pikiranku berkecamuk antara kesal dan iri. Pertama, apabila Keira ada di pesta, itu artinya ia juga bersama Andrew. Tentu saja. Urusan sedang apa mereka di sana . . . aku tidak ingin ambil pusing.

Kedua, apabila Keira ikut menginap di rumah Ashley, aku jadi sangat cemburu. Dalam kasus ini, hati kecilku merasa Ashley dan Annika telah direbut oleh dirinya. Padahal bagaimanapun juga, akulah yang menarik Keira masuk ke dalam lingkaran pertemananku. Inilah risiko yang harus kuambil. Meski sebenarnya aku yakin Annika dan Ashley pasti tidak akan seperti itu: meninggalkanku dan hanya bermain bersama Keira. Toh, Keira dan aku juga baik-baik saja.

Walaupun batinku ingin berteriak sekencang-kencangnya dari atas Big Ben.

Aku menghela napas dengan amat berat. Detik selanjutnya, kurasakan ada getaran yang tidak asing lagi. Segera kuambil benda yang menjadi sumber dari getaran tersebut dari kantung blazerku.

Sebuah pesan singkat.

Kafka
Don't forget to attend the match this Sunday. Gotta see ya later!

Kedua ibu jariku lantas menari-nari di atas layar ponselku—mengetikkan balasannya.

Yes, Sir.

Cuaca di minggu-minggu akhir bulan Februari di London sudah mulai menghangat. Maksudku, bagiku tetap saja masih terasa dingin. Suhunya kira-kira sama seperti di Puncak di pagi hari. Namun, kata Mikayla ini sudah lumayan hangat menjelang musim semi. Aku tidak sabar melihat bunga-bunga indah yang bermekaran.

Ada yang berbeda dari pertandingan futsal. Ini pertama kalinya aku datang ke pertandingan yang mana lawanlah yang menjadi tuan rumah. Dalam dunia sepak bola, istilahnya disebut away match. Lokasinya terletak di daerah Chelsea, tetapi masih lumayan jauh dari Stamford Bridge. Ancaman Zevo mengenai oleh-oleh merchandise bertandatangan Eden Hazard dan Thibaut Courtois menghantui pikiranku.

Journal: The SeasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang