Saat itu adalah hari Minggu pagi. Cuaca di London mendung seperti biasa. Matahari berusaha menembus awan yang tebal, tetapi gagal sehingga sinarnya tidak dapat menyinari kota ini. Mendadak aku jadi merindukan panasnya kota Bogor dan selalu anti keluar di tengah siang bolong.
Rumah Keluarga Asing kedatangan seorang tamu tak terduga. Akhir-akhir ini memang banyak sekali hal-hal tak terduga di hidupku. Kali ini siapa sangka Keira datang bertamu pagi-pagi, katanya untuk bertemu denganku. Aku sempat mendengar percakapan antara Mum dengan Annika, "I haven't seen her before," kata Mum pada sang anak. Keira memang tidak pernah datang ke sini dan aku cukup terkejut ia mengetahui alamat rumah Annika—tempat aku tinggal.
Keira menunggu di luar rumah. Mum bilang ia hanya sebentar sehingga ia menolak kala diajak masuk ke dalam rumah.
"Siang ini aku akan pulang ke Irlandia—untuk sementara, hanya seminggu," Keira menjawab pertanyaanku: ada apa gerangan ia datang kemari pagi-pagi seperti ini. Dan begitulah jawabannya. "Dan kau tahu, besok ulang tahun Andrew"—Aku memasang wajah terkejut—"jadi aku ingin menitipkan hadiah ini untuknya. Katakan padanya aku meminta maaf sebesar-besarnya karena berhalangan hadir ke pestanya."
Andrew mengadakan pesta ulang tahun dan ia tidak mengundangku? Oh, wow. Dave saja mengundangku. Bukannya bermaksud terlalu percaya diri atau apa, setidaknya mengundang teman ke pesta ulang tahun adalah hal yang lumrah, bukan? Hubungan kami juga baik-baik saja.
"Seandainya aku bisa mengundur waktu atau bahkan tidak ikut ke Irlandia, aku akan melakukannya," tutur gadis berambut gelap ikal bercahaya itu. "Sayangnya aku tidak bisa. Kami ada acara keluarga besar tahunan."
Aku mengangguk-anggukkan kepala seraya memandangi kado yang sudah disiapkan oleh Keira untuk Andrew. "Akan kusampaikan padanya."
Keira menyerahkan sebuah CD. "Tolong kasih ini juga dan beritahu Andrew untuk memutarnya di pesta ulang tahunnya. Aku sudah menulis dan merekam lagu spesial untuk ulang tahunnya."
Tangan kananku terangkat menerima CD tersebut. Keira benar-benar menyukai Andrew. Selain cantik, ia juga berbakat. Ia pantas menerima Andrew atau malah . . . Andrew yang layak menerima Keira. Apa yang diharapkan dari Zevania? Tidak ada.
"Terima kasih, Zeva. Tolong bilang juga aku akan FaceTime dengannya pukul sembilan tepat besok malam." Keira berangsur meraih pundakku dan memelukku. "Aku tidak tahu bagaimana jadinya aku tanpamu." Aku menelan ludah begitu mendengarnya. Jahat sekali sebab pada kenyataannya, aku masih menyimpan rasa untuk lelaki yang disukai Keira. Ia melepaskan pelukannya dan juga menitip salam untuk Annika dan ibunya—Mum.
Ulang tahun Andrew jatuh pada 1 Februari. Besok Rabu. Keira tentu mengingat hari penting Andrew itu. Aku? Aku nyaris melupakannya apabila Kafka tidak memintaku menemaninya mencari kado untuk Andrew.
Kemarin Jumat, Kafka mengajakku ke sebuah toko olahraga. Bukan, bukan toko Mr. Hansel—tempatku pernah bekerja. "Andrew sebentar lagi ultah. Menurut lo, Andrew suka hadiah apa? Dia suka Arsenal, kan?" tanyanya ketika kami memasuki toko peralatan olahraga tersebut.
Aku mengangguk, kemudian menggeleng. "Gue rasa dia udah punya segala macam merchandise Arsenal." Aku juga berpikir hadiah apa untuk Andrew. Aku ingin memberinya hadiah juga, sebagai teman yang baik. Pikiranku terus tertuju pada toko buku di sebelah toko ini.
Kafka melangkahkan kakinya ke sebuah rak tempat berbagai macam raket dipajang. "Dia ngoleksi apa gitu?"
Andrew mengoleksi . . . aku mencoba mengingatnya. Ia mengoleksi sesuatu. "Skateboard! Dia ngoleksi skateboard." Tapi aku jarang melihatnya ke sekolah dengan skateboard lagi. Ke mana yang koleksinya itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...