Kelas olahraga hari ini adalah bola voli. Mr. Mason memberitahu kami beberapa teknik dasar seperti passing bawah, passing atas, servis, dan smash yang pernah kupelajari sebelumnya saat SMP.
Siklus pelajaran olahraga hanya itu-itu saja.
Kami membuat empat barisan secara acak dan kulirik Keira yang berdiri agak jauh jauh dariku (sepertinya ia masih marah karena kemarin). Andrew berdiri di sisi kanan Keira dan Dylan berdiri di belakangku.
Kemudian Mr. Mason meniupkan peluitnya. "Untuk pratik berpasangan, sesuai dengan absen. Absen pertama dengan yang terakhir, begitupun seterusnya," katanya. "Andrew Stanley dengan...."
Wow, aku penasaran manusia beruntung mana yang satu partner dengan Andrew?
"Zevania Sylvianna."
Aku mematung di tempat seketika. Kurasakan tatapan tidak suka dari beberapa murid perempuan di sekitarku yang tak lain dan tak bukan adalah penggemar Andrew. Sudah pasti.
Ah, aku baru ingat bahwa Andrew adalah absen pertama dan aku terakhir. A dan Z. How nice.
"Deasy Ester with Shaloom Roberts, Dylan Carter with Rosaline White ... Keira Hall with Nancy Moore."
Setelah Mr. Mason membagi kami dengan pasangan—untuk praktik voli—masing-masing, ia membebaskan kami untuk memilih tempat praktik sendiri yang tentu saja harus di sekitar lapangan.
Andrew menghampiriku dengan sebuah bola voli di tangannya. "Di sini saja," katanya dan aku hanya mengangguk menurut.
Gerakan pertama adalah servis. Andrew dan aku berdiri berhadapan dengan kedua kaki yang dibuka selebar pundak. Yang akan melempar pertama adalah Andrew, ia berdiri tegak dan pandangannya tertuju pada bola. Ia melambungkan bola ke atas dengan tangan kirinya dan tangannya diayunkan ke belakang untuk memukul bola.
Aku bersiap melakukan gerakan kedua seperti yang dikatakan Mr. Mason. "Lakukanlah secara berurutan dan bergantian, lalu diulang dari awal sekali lagi."
Jadi, aku merapatkan dan meluruskan kedua lengan di depan badan hingga kedua ibu jariku sejajar. Begitu bolanya datang, aku mendorongkan kedua lengan ke arah bola, dan bolanya memantul tepat di pergelangan tanganku. Ada rasa nyeri sedikit, sih.
Andrew melakukan gerakan ketiga, yaitu passing atas. Ia mendorongkan kedua lengannya menyongsong ke arah datangnya bola dan bola lemparanku jatuh tepat di jari-jarinya.
Ia melempar bolanya balik dan gerakan selanjutnya adalah favoritku: smash. Ketika bolanya datang, kupukul bolanya dengan telapak tangan sekuat tenaga.
Namun, sekuat apapun tenagaku ... Andrew dapat menangkapnya dengan mudah.
Tanpa berkata apapun. Ia melemparkan bolanya asal padaku. Sekarang gantian, aku melakukan gerakan pertama dan Andrew menerima bolanya dengan gerakan kedua.
Tidak ada masalah hingga Andrew melemparkan bolanya dengan gerakan smash dan bola itu nyaris mengenai kepala Mr. Mason. Beruntung Dylan yang berdiri tak jauh dariku berhasil menangkap bolanya.
Aku menghela napas lega.
Mr. Mason berbalik begitu bolanya dilemparkan oleh Dylan padaku. Beliau meniupkan peluitnya lagi. Mungkin itu hobinya.
"Semuanya berbaris!" perintahnya. Kami berbaris seperti semula membuat empat barisan.
"Praktik berpasangan sudah, sekarang tandingnya. Letakkan bolanya kembali di pinggir lapangan," ujarnya seraya menungguku dan beberapa murid lainnya menaruh bola volinya. "Lima murid perempuan dari absen pertama melawan lima murid perempuan dari absen terakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...