Keesokan harinya, aku bangun terlambat karena malamnya begadang menyusun hasil wawancara dengan Andrew. Keterlambatanku membuat Annika dan Julian harus menanggung akibatnya: sama-sama terlambat. Julian bilang hari ini ia memiliki semacam tes atau semacamnya pukul sembilan pagi.
"Thank you so much, Ju. Good luck for the test!" kataku setengah berteriak pada Julian ketika mobilnya melaju meninggalkan halaman Islington High School.
Annika berdecak lidah, "Ayo, cepat, Zev!" Ia menarik tubuhku untuk cepat masuk ke dalam gedung sekolah.
"Kelas pertamamu apa?" tanyanya saat kami berjalan menyusuri koridor sekolah.
"Spanish," jawabku dan kemudian aku teringat akan sekelas lagi dengan Andrew ... dan Dave. "Ann, sepertinya aku akan menggunakan jam istirahat di ruang majalah," tambahku.
Annika mengangguk mengerti sebelum akhirnya ia berbelok dan berbeda arah denganku.
Kubuka lokerku dan secarik kertas jatuh tepat di kakiku. Kubungkukan tubuhku untuk mengambilnya.
Sylvianna, Zevania.
So lost. I'm faded.
"Lagunya Alan Walker?" gumamku ketika membaca tulisan di kertasnya dan mencoba memahaminya.
Bel masuk berdering dan membuyarkan lamunanku. Aku segera memasukkan kertas itu ke dalam kantung blazer dan menutup lokerku dengan sedikit membantingnya.
Dengan langkah terburu-buru, aku berlari menuju kelas Bahasa Spanyol karena takut terlambat lagi seperti minggu lalu. Tak terasa sudah seminggu berlalu sejak aku masuk ke Islington High School dan banyak sekali hal yang kualami di sini. Terlalu banyak.
Aku mendesah lega begitu berdiri di depan kelas. Rupanya Señorita belum datang dan kudapati masih banyak bangku yang kosong. Kupegangi pintu kelas dengan ngos-ngosan karena kelelahan setelah berlarian dari lantai bawah menaiki tangga ke lantai dua.
Seseorang berdehem di belakangku, ketika aku menoleh ke belakang, ternyata Andrew berdiri di belakangku dengan wajah datar. Aku segera memalingkan wajah dan berjalan cepat memasuki kelas yang baru terisi setengah.
Mood-ku langsung berubah ketika Dave dengan santainya tersenyum ke arahku begitu aku menaruh tasku ke atas meja. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman tipis dan duduk di bangku tanpa menoleh ke belakang.
Kulirik Andrew yang sudah duduk di bangku yang dekat pintu. Ia menenggelamkan kepalanya ke dalam lipatan tangannya di atas meja. Kuperhatikan ia tidak memakai topi dan rambutnya terlihat acak-acakan. Skateboard-nya dikaitkan di tasnya yang ia taruh asal di lantai. Sepertinya suasana hatinya sedang kacau. Tapi, mengapa? Kemarin ia baik-baik saja.
Hello, Zevania, mood seseorang dapat berubah dalam hitungan detik. Contohnya mood-mu yang baik mendadak turun drastis begitu melihat Dave.
Satu per satu para siswa pun berdatangan dan disusul Señorita Garcia di belakangnya. Aku bersyukur karena tidak harus menanggunng situasi canggung ini dalam jangka waktu yang lama.
"Hola, Zee!" Ashley muncul di balik para kerumunan siswa yang baru datang. Aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.
"Buenos dias," sapa Señorita yang berarti "selamat pagi". Ia menaruh tasnya di atas meja guru dan berdiri di depan kelas dengan wajah yang cerah.
"Buenos dias," balas seisi kelas termasuk aku dengan semangat. Aku sudah belajar bahasa Jerman sedikit dan menulis beberapa kosa kata sehari-hari di jurnal.
"¿Como estas?" Señorita menanyai kabar kami.
"Bien."
"No muy bien."
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...