Ini benar-benar kacau. Hari ulang tahunku tidak akan berjalan seindah bayanganku. Annika benar-benar diam seribu bahasa, entah itu di rumah atau di sekolah. Aku telah mencurahkan isi hatiku pada Julian via FaceTime dan dia bilang, apabila Annika sudah diam seribu bahasa, itu artinya ia benar-benar marah besar.
Annika bukanlah orang yang mudah marah malah cenderung terlalu baik. Namun, ketika ia sudah marah, tidak ada yang berani mendekatinya. Bahkan Julian sekali pun karena akan percuma, Annika tidak akan menggubris sedikit pun.
Dan itu yang tengah kualami.
Tempo hari Mikayla bilang tidak ada orang asing masuk ke ruang majalah yang terekam CCTV—aku juga melihat rekamannya—serta tidak ada history pada komputer di ruang majalah bahwa seseorang telah mengunggah video. Ia berasumsi, pelakunya tidak mengunggahnya dari komputer milik tim majalah.
Orang yang tahu password akun Youtube What's On Islington High School adalah Mikayla dan Isla Wellington. Keduanya sudah menyatakan tidak menggunggah apapun. Lagipula, dari mana mereka mendapatkan videonya? Yang menyimpan video rekamannya hanyalah aku dan video yang diunggah di Youtube sama persis dengan video yang kurekam. Aku telah membuktikannya di depan mataku sendiri.
Ketika Mikayla memberi usulan untuk menghapus videonya, Isla menolaknya dengan alasan, "Video band itu menjadi yang paling banyak dibicarakan daripada video lainnya," katanya selaku admin. "Subscriber kita bisa bertanya-tanya kenapa kita menghapus videonya dan jangan sampai reputasi kita tercoreng karena kecerobohan salah satu anggotanya." Isla melirikku dalam waktu kurun dari sedetik. Kemudian kembali menatap Mikayla. Aku tidak terlalu dekat dengan gadis berkacamata serta berambut merah tersebut, ia juga sepertinya tidak peduli denganku meski kami sama-sama berada dalam satu tim.
Detik itu juga aku merasa disindir secara terang-terangan. Namun, ada yang lebih parah dari itu. Hari pertama sekolah, aku merasa cemas dan takut kehidupanku di SMA Inggris akan berjalan seperti di film-film Hollywood. Lengkap dengan the Jocks aka para atlet sekolah serta mean girls-nya.
Aku memang bertemu dengan para atlet sekolah itu. Tidak perlu kusebutkan siapa-siapanya karena sudah jelas pula. Tapi para mean girls? Tidak. Maksudku, pasti ada yang populer dan hits nan kekinian, tetapi tidak ada siswi populer yang hobinya mengganggu orang lain. Lebih ke individual masing-masing.
Dan aku tidak menemukan masalah apapun pada mereka.
Akan tetapi, terlepas dari the Jocks dan mean girls, kini aku benar-benar merasa berada di film-film Hollywood.
Terjadi pada hari kedua pasca Ashley yang melabrakku. Pagi ini aku tiba di sekolah dan disambut oleh tatapan entah campuran sinis atau jijik atau benci dari hampir seluruh siswi di Islington High School. Bahkan ada yang berbisik-bisik yang kuyakini mereka tengah membicarakan aku sebab matanya yang mengarah padaku.
Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa perihal apa yang terjadi. Mikayla belum terlihat batang hidungnya, Annika juga sudah berangkat lima belas menit sebelum aku. Ia juga pasti tidak akan menjawabnya. Aku benar-benar sendirian di sini. Berjalan seorang diri demi mencapai kelas pertamaku, kelas musik, yang artinya aku sekelas dengan Keira.
Bagai malaikat penyelamat hidupku, aku melihat Kafka tengah fokus menatap layar ponselnya. Ia menyender pada dinding dekat ruang kepala sekolah. Tanpa ragu aku melangkahkan kaki ke arahnya. "Kafka!" panggilku setelah tinggal tiga langkah lagi darinya.
Kafka mengangkat wajahnya, ia tersenyum tipis melihat kedatanganku. Kurasakan orang-orang di sekitarku memusatkan perhatian mereka ke arahku tetapi aku mencoba mengabaikannya. Mata Kafka pun bergerak cepat antara menatapku dan layar ponselnya secara bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...