Baru kali ini aku merasa sangat takut ke sekolah. Bukan karena ada PR yang belum kukerjakan atau ada ujian dan aku belum belajar, melainkan karena aku takut bertemu seseorang. Siapa lagi kalau bukan Dave.
Hari Sabtu dan Minggu kemarin adalah hari libur, jadi aku tidak perlu repot-repot membolos. Aku hanya berdiam diri di kamar dan sesekali membaca buku atau menonton film agar mengalihkan pikiranku. Namun, usahaku sia-sia. Bayang-bayang sosok Dave tetap saja memenuhi pikiranku.
"Zeva, ayo sekolah." Annika membuka pintu kamarnya sedikit dari luar. Ia sudah berseragam lengkap dengan mantel karena suhu di luar semakin dingin. Ia juga tampaknya tidak ingin membahas perihal yang terjadi di pesta kemarin. Meski ia sempat meminta maaf karena tanpa desakannya, aku mungkin saja tidak datang ke pesta itu.
"Zeva?"
Aku menggelengkan kepala sambil memeluk lututku di atas kasur.
Annika membuka lebar pintunya lalu menghampiriku. Duduk di atas kasurnya yang menghadap pada tempat tidurku. "Aku berjanji tidak akan terjadi apa-apa di sekolah.""Dave mengatakan hal itu saat mengundangku ke pestanya," balasku dingin. "Dan lihat apa yang terjadi."
Annika tampak terkejut mendengar ucapanku seperti itu. "Aku tidak bisa berjanji, tapi aku, Ashley, Tyler, dan Dylan akan melindungimu. Apapun yang terjadi."
Dan akhirnya aku mengangguk. Aku juga harus bersekolah karena ujian sebentar lagi dan aku tidak ingin gagal. "Aku akan bersiap."
🍁
Begitu turun dari mobil dan menapakkan kaki pada halaman depan sekolah, aku merasa benar-benar asing. Rasanya seperti hari pertama aku bersekolah di sini. Seperti dugaanku, para murid yang juga baru datang atau di koridor terus memandangiku. Namun, Annika tidak melepaskan tangannya dari bahuku dan berbisik, "Abaikan saja mereka. Anggap saja mereka adalah zombie."
"Zombie itu menyeramkan," balasku sambil berbisik.
"Maksudku, mereka seperti manusia tanpa otak."
Aku terkekeh mendengarnya. Annika bukanlah tipikal orang yang suka menonton film yang menguji adrenalin, apalagi berbau zombie (kecuali The Maze Runner series karena dia suka dengan Newt). Menurutku, lucu saja jika Annika mengibaratkan para murid di sekolah adalah zombie.
"Hei, Zeva!" Mikayla menghentikan langkahku dengan wajah ceria. "Hei juga Annika!"
"Hai," balas kami berdua.
Omong-omong, aku tidak melihat Mikayla di pesta kemarin. Pasti dia diundang, kan? Mikayla adalah pacarnya ... aku lupa siapa namanya, yang pasti salah satu anggota futsal juga. Tapi aku juga ragu apakah harus bertanya atau tidak.
"Zeva, apa kau mau membantuku menyusun rekapan artikel tiga bulan terakhir sepulang sekolah nanti?" tanyanya sambil memasang wajah memohon dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Bagaimana caraku menolaknya? Aku mengiyakannya, Mikayla langsung memelukku dan berbisik, "Terima kasih!"
🍁
Aku menahan tubuhku sekuat tenaga. Mikayla terus memaksaku ikut ke lapangan futsal. Dia bilang merekapnya di sana saja biar semangat. Aku terus berusaha menolaknya, tetapi tenaga Mikayla tidak kalah kuat. Dia terus berasumsi bahwa aku juga pasti ingin melihat Andrew.
"Aku takut ada Dave di sana," ungkapku pada akhirnya.
Mikayla mengibaskan tangannya di udara. "Dave didn't attend school today. Come on, Zeva!" Kemudian aku teringat bahwa Dave memang tidak ada di kelas bahasa Spanyol. Itu bagus..
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Seasons
Teen Fiction[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta klub bola Manchester United. Berangkat seorang diri ke negeri asing tak membuatnya mundur dari proses...