Sudut Pandang

524 36 28
                                    

Dua wanita dewasa tengah duduk di pelataran rumah pagi itu selepas para suami mereka pergi bekerja. Keduanya nampak tengah mengandung dengan usia kandungan yang persis sama, mungkin hanya berbeda hitungan hari saja?

"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil mengelus perutnya.

"Kalau saya sih tergantung bagaimana anak-anaknya saja bu.. kan kita juga tidak tahu takdir akan membawa kita kemana nanti? Mungkin saja nanti kita kembali ke kota masing-masing, bapaknya kembali dinas di kampung halaman, kan tidak tahu.." bu Darmawan menimpali dengan bijak.

***

Namaku Sherina M Darmawan, seorang anak tunggal berusia tiga puluh tahun dan berprofesi sebagai seorang Desainer Grafis dengan segudang hobi. Banyak orang bilang kalau aku ini terlalu ambisius, terlalu perfeksionis, terlalu banyak keinginan dan satu lagi, terlalu pilih-pilih dalam menentukan pasangan hidup makanya hingga usiaku berkepala tiga status di kartu identitasku masih tertulis 'Belum Kawin'. 

Di saat manusia-manusia lain sudah pusing mencari vendor untuk pernikahan, beberapa pusing mencari susu yang cocok untuk bayinya, ada juga yang pusing mencari sekolah untuk anaknya yang sudah akan masuk sekolah dasar, bahkan ada juga yang sibuk mengurus sidang perceraian atau sibuk mendaftar ke KUA untuk pernikahan ke dua kalinya. Aku justru sibuk dengan semua hobi dan keinginanku!

Trauma? Tidak! Bahkan aku melihat kehidupan rumah tangga Ayah-Ibuku pun sangat harmonis, kerikil kecil mungkin pasti ada, namun mereka terbukti selalu bisa melaluinya hingga usia pernikahan mereka yang hampir tiga puluh dua tahun ini, hebat kan?

Lalu apa?

Kalian masih bertanya kenapa aku masih single? Jika saja aku bisa menjabarkan seluruh isi kepalaku tentang menikah, aku yakin kalian perlu membacanya berulang kali dan butuh waktu yang lama untuk mengerti dengan sudut pandangku. Karena di kepalaku menikah itu rumit. Oh sorry! Aku ralat! Kehidupan setelah menikah itu rumit. Bukankah begitu? Menyatukan dua manusia yang berbeda pola pikir, menyatukan dua keluarga dengan latar belakang yang pasti berbeda, menghadapi mertua dan ipar yang mungkin saja akan susah menerima kehadiran kita? Ini baru hal-hal yang umum, belum lagi..... ah sudahlah ini akan sangat panjang! Mungkin kalian akan menanggapi dan berpendapat jika itu semua hanya pikiranku saja? Ya terserah, manusia punya sudut pandangnya masing-masing bukan??

Dan, jika kalian pikir Ayah-Ibuku cukup santai dengan kesendirianku, kalian salah besar! Tidak... tidak.. ini perlu aku ralat lagi! Ayah yang cukup, bahkan amat sangat santai dengan status kesendirianku, tapi tidak berlaku dengan Ibuku. Seperti sore ini, saat kami tengah menonton series anime favorite kami, One Piece!

"Sher, kamu tuh beneran gak tertarik gitu sama Sadam?" baru saja akan melanjutkan ke episode selanjutnya, topik obrolan ibu justru melenceng jauh dari apa yang kita tonton dan nama itu lagi yang ibu sebut.

Ini obsesi Ibuku dan Mami Sadam yang menjodohkan kami sejak masih dalam kandungan, bahkan jauh sebelum mereka tahu apa jenis kelamin janin-janin yang mereka kandung. Sungguh di luar nalar bukan pikiran para ibu-ibu muda di kala itu!

"Kurang apa coba Sadam, ganteng, baik, mapan, pekerjaannya jelas, dia sayang sama Mami dan adiknya. Setelah Papinya meninggal, dia sudah bisa menjadi kepala keluarga, tentu sudah paham bagaimana mengurus rumah tangga nanti.." sambung Ibu. Aku mendelik, menghela nafas, jemu. 

"Baik apanya? Ibu tidak tahu saja Sadam di luar seperti apa!" sanggahku sambil mengarahkan remote ke tv, menekan tombol pause saat baru saja intro lagu selesai.

Kalian berpikir aku dengan Sadam bermusuhan? Tidak! Aku dengan Sadam masih berhubungan baik, sangat baik! Sering kali kita menjadi tempat curhat untuk satu sama lain tentang hal apa pun. Apapun! Jika aku bekerja sebagai seorang Desainer Grafis, Sadam saat ini bekerja sebagai Arsitek in House yang berarti ia menempati posisi permanen di suatu perusahaan. Tentu pekerjaannya sangat jelas, tapi tidak perlu kusebutkan nama perusahaannya kan?

"Tapi kalian sudah kenal sejak kalian kecil loh Sher, Sadam juga masih sering main ke apartemenmu kan kalau kamu lagi gak pulang ke Bandung..? Kalian udah gak harus mengenal dari awal lagi. Memang kamu sama sekali gak ada rasa gitu sama dia? Mau nyari yang gimana lagi sih Sher?" ibu memberondong ku dengan segala ucapannya. Tak lupa ia menatapku dengan tatapan putus asa untuk ke sekian kalinya, berharap aku luluh lalu berkata ya sudah aku mau? Oh tentu saja tidak mempan!

"Rasa? Rasa apa sih bu? Sayang? Ya jelaslah sayang, kami kenal bukan sejak kami kecil bu, sejak masih janin kan?! Tapi..... ya sayang sebagai sahabat, aku sama Sadam itu ngerasanya kita kembar loh bu, kita terlalu sama!"-hanya beda pergaulan dan cara berpikir aja!- Andai aku bisa menyuarakan kalimat di akhir itu.

Yang ibu tidak tahu dan tidak mungkin aku menceritakan ini pada ibu adalah tentang Sadam yang berubah semenjak kepergian Papinya. Sadam seperti menemukan dunianya yang baru setelah terjerumus pergaulan malam anak Jakarta. Hari kerja Sadam itu dari hari Senin hingga Jumat, ia libur di hari Sabtu dan Minggu. Terkadang di hari Minggu pagi dia datang mengunjungiku di apartemen, selepas ia pergi party atau balap liar. Iyaaa, minggu pagi yang aku maksud itu pagi-pagi buta! Meski kami masih sering bertemu, namun kini seperti ada dinding kaca yang memisahkan, kami sama-sama bisa melihat keberadaan satu sama lain tapi tetap terbatasi.

"Ah ibu nih lagi nonton juga ada aja obrolannya! Sadam terus, Luffy loh ini bu!" aku menekan tombol remote lagi, mengencangkan volume tv, agar ibu berhenti bicara dengan segala angan-angannya, dengan sudut pandangnya yang menganggap Sadam tetaplah Sadam yang ibu kenali sejak kami masih sama-sama bayi.

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang