Satu lagi siang yang panas yang Clara yakin akan menjadi siang paling menguras emosi untuknya. Kenapa tidak? Siang itu dia harus mengikuti salah satu training untuk menjadi salah satu pegawai teller bank kenamaan yang ada di Jakarta bagian timur. Clara memutar matanya ketika salah satu sahabatnya Uta, jiwa perempuan tapi berjenis kelamin laki-laki memamerkan bahwa kecepatan pria itu memasukkan angka pada layar melebihi dirinya.
"Okay, kalian bisa istirahat siang ini. Nanti ada penutupan training, jangan lupa buat dandan lebih cantik" instrukturnya seolah baru saja mengumandangkan hari kemerdekaan untuk mereka
Akhirnya setelah menjalani training panjang, Clara bisa merasakan tenang akan bekerja sebagai salah satu teller disini. Bukannya pekerjaan setiap mahasiswi baru yang lulus itu jadi teller bank, kan?
Uta menggandeng lengan Clara dan mengajaknya ke salah satu meja di kantin ketika mereka sudah memesan makanan, "Say, long weekend minggu ini ke Bali, yuk"
"Bali as in Bali?" Tanya Clara untuk memastikan. Si sinting Uta dan ajakan-ajakan gilanya adalah hal yang paling Clara tidak mengerti
"As in Bali, yeah. Lo pikir apa lagi?" Uta menyeruput jus buah naganya dan kembali berkata kepada Clara, "Sebelum long weekend terakhir kita musnah begitu saja. Mending kita pergi liburan karena senin depan kita sudah berdiri di depan meja panjang lengkap sama orang-orang yang antri buat kasih kita pegang-pegang duitnya"
"As in Bali..." Clara menganggukkan kepalanya
"Iya..." pria itu kembali menyeruput jusnya, "Dan, kita disana rame-rame, lo jangan khawatir. Lo hanya akan keluar duit pesawat sama makan doang"
Clara mendelik, bukan karena ucapan Uta tapi cara laki-laki itu mengatakannya kalau semua hal tentang long weekend ini sudah dipersiapkan dengan baik. "Eum. Ini Bali loh, ya"
"Iya-iya, gue tau ini mahal. Tapi kita kan bisa makan gratis di rumah Eri sama numpang tidur disana, Eri juga kayaknya no problem deh"
Ya, mungkin boleh dicoba. Beberapa hari saja toh tidak akan apa-apa. Lagi pula hal buruk apa sih yang bisa menimpanya.
Pesawat kecelakaan mungkin. Oh, tidak!
"Lo jangan mengasumsikan diri lo kena kecelakaan dramatis yang ada di tv-tv yah, paling banter juga tragedinya ya kena delay sampai 12 jam..." Uta menggelengkan kepalanya
Perempuan itu sudah menyengir dan menyeruput es teh manisnya kemudian berkata kepada Uta, "Tapi bentaran doang? Padahal gue juga pengen lama-lama sih. Lo tau sendiri gue habis tamat kuliah bukannya menikmati jatah liburan tapi langsung daftat kerja"
"Ah, iya..." Uta menganggukkan kepalanya, "Like kenapa sih, gitu? Gue juga kesel. Tapi tuntutan umur aja nih, sekarang batas maksimal kan 25. Ih, empet gue. Mana pendaftaran cpns itu terbatas banget. Kalo kayak gini gue mau S2 aja biar bisa jadi dosen"
Perempuan itu mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Enak ya, jadi dosen. Gue inget mereka cuma dateng kasih seminar doang bayarannya bisa sampe sepuluh digit, bok. Ckck, apalagi yang udah Profesor lo tau gak tuh duit bisa buat apaan?"
"Beli mobil agya satu..." Uta menggelengkan kepalanya, "Ingetin gue buat jadi salah satu pengajar paling kece di Indonesia dengan tarif pembicara sepuluh digit"
"Kalo sampe lo yang kuliah suka titip absen jadi Profesor, gue kayang di bunderan HI deh, Ta"
Uta mengerlingkan matanya dengan licik kepada Clara, "Bolos-bolos gini, IP gue 3,9 lho Ra"
Kayak Uta niat saja menjalani tahap S2 yang ribetnya mengalahkan kepengurusan daftar pembayaran pajak perusahaan kelas menengah.
...
Kalau sudah malam, Clara lebih memilih santai-santai di kamar sambil memilih acara netflix kesukaannya. Tahun lalu ada siaran Vampire Diaries season terbaru dan dia belum sempat mengejar season itu sampai kelewatan Ellena sama Damon itu bagaimana kelanjutannya. Iya, Clara itu ship keras Ellena sama Damon. Tapi ujung-ujungnya perempuan itu lebih memilih menonton serial strangers things dan 13 reasons why. Kenapa? Katanya lagi ramai.
Clara baru saja akan menekan salah satu tombolnya ketika Kakaknya mengetuk pintu kamar membukanya, "Ara, pinjem penggaris dong"
"Buat?" Tanya Clara sama sekali tidak menoleh dan menatap layar sambil mengasumsikan sesuatu.
Kakaknya, Carlos. Lebih tua satu tahun diatasnya tapi laki-laki itu masih menekuni sekolah keteknikannya yang tidak selesai-selesai. Clara tidak habis pikir. Dia saja bisa mengerjakan skripsinya selama satu minggu.
Tapi kakaknya, magang saja belum.
"Ya, buat menggambar, Ra. Memang apaan lagi? Lo udah masak? Gimana kerjaan lo? Baik-baik, kan? Bisa keterima?" Kakaknya melipir ke tembok kamar Clara dan melirik meja adiknya, "Woi jawab"
"Iyaaaaa! Baik kakakku. Semua aman terkendali. Lo ada proyek lagi, ya?" Clara sekarang menatap kakaknya dengan penasaran, laki-laki itu terlihat belum tidur sama sekali, membuat Clara mengerti kalau kakaknya sedang kesusahan
"Iya, bulan depan selesai sih. Besok, tagihin anak kosan ya? Bilang sudah mau awal bulan saatnya setor..." kemudian Kakaknya menghampiri Clara dan melihat adiknya baru saja akan menonton, "Maaf ya, gue belom bisa bantuin lo kerja"
Clara mengangguk mengerti, "Fine. Santai. Tapi lo kan juga proyekkan. Lumayanlah duitnya bisa dipake buat bayar-bayar listrik, hehe"
Carlos mengangguk lalu tersenyum, "Temen lo yang banci itu katanya mau ngajak lo ke Bali weekend ini. Emang ada duitnya? Gak apa-apa liburan, gue ada kalo sejuta apa dua juta"
Perempuan itu meringis. Dia juga punya tabungan untuk hal-hal seperti itu. Tidak mau merepotkan kakaknya yang sudah pusing duluan dengan kuliah dan mengurus hal-hal berbau manajemen keuangan rumah tangga.
Orang tua mereka meninggal tahun lalu dan praktis menjadikan Carlos kepala rumah tangga. Bukannya mau sok dewasa, tapi Carlos sendiri yang mengatakan kepada keluarga mendiang ayah dan ibunya kalau dia bisa mengurus diri sendiri dan Clara membantunya.
Seperti yang mendiang ayah dan ibunya selalu bilang, kalau orang tua mereka sudah tidak ada, mereka hanya punya diri sendiri untuk bergantung. Mereka hanya memiliki satu sama lain. Akhirnya keluarga mereka mengerti tapi akan tetap memantau kedua anak itu.
Rumah mereka yang cukup strategis dengan dengan kampus ternama se-Indonesia raya akhirnya dibuat kos-kosan untuk Putri pada rumah kedua, dan kos-kosan untuk Putra pada rumah pavilliun. Beruntungnya, Carlos bisa menghandle semuanya dengan baik dan Clara juga membantunya dengan baik. Sehingga Clara bisa menyelesaikan kuliahnya dari uang kos-kosan sementara Carlos menjadi asisten dosennya untuk proyek desain karena Carlos mengambil jurusan arsitektur.
Carlos menepuk pelan kepala adiknya, "Jalan-jalan aja, santai. Selama ini kan gue yang jalan mulu. Nikmatin hidup sebelum terjebak rutinitas"
"Iya abangku sayang. Gue boleh pergi, nih?" Tanya Clara untuk memastikan
"Boleh. Boleh banget. Tapi kalo minta sangu sampai diatas yang gue tawarin tadi, jangan harap bisa berangkat" ancam Carlos dengan pelan tapi juga sarat akan ketegasan
Clara hanya mengepalkan tangannya kalau dia sangat senang kakaknya akan menambah uang jajannya. Secara, dia yang sudah kerja masih dapat uang saku tapi kakaknya masih kuliah.
"Bilang sama Uta jangan kirim emot love lagi, gue masih normal" lalu Carlos tertawa dan menutup pintu kamar adiknya

KAMU SEDANG MEMBACA
RH
ChickLitThankyou yang sudah membuat RH sampai di peringkat 30 di chicklit. We're nothing without you. Cerita ini didedikasikan untuk followers saya. Maaf sebelumnya, terimakasih. Mabuk di kelab malam enggak bakalan bikin lo h...