Tujuh

16.8K 1.8K 30
                                    

Satu bulan itu waktu yang cukup lama untuk Carlos yang menyadari ada yang aneh dengan adiknya. Sejak pulang dari Bali, Clara tidak banyak bicara. Bahkan seminggu belakangan ini adiknya bertingkah laku sangat aneh.

Pulang kerja, dia akan langsung masuk ke kamar. Mengunci diri sampai besok pagi dan kemudian pergi kerja. Begitu terus sampai Carlos tidak sempat diajak bicara dan kemudian weekend, akan adiknya habiskan untuk menyibukkan diri sampai Carlos tidak bisa mendekat.

Kejanggalan yang paling dia rasakan adalah ketika akhir minggu ini, Uta sama sekali tidak datang berkunjung ke rumahnya dan kemudian Clara yang terlihat tidak ingin bicara sama sekali dan memilih keluar.

Diam-diam. Carlos mengikuti adiknya ketika adik perempuannya itu pergi dengan taksi. Sepanjang pengetahuan Carlos, Clara itu paling anti naik taksi karena mahal. Ditambah lagi, buat apa adiknya masuk ke dalam klinik bersalin.

Pikiran buruk Carlos langsung menarik kesimpulan. Adiknya pasti melakukan sesuatu ketika dia liburan di Bali.

"Clara!"

...

Clara yakin dia tidak salah saat melihat hasil testpacknya. Akhir-akhir ini tekanan darahnya menurun dan kemudian badannya menjadi sangat lemah. Bukan hanya itu, Clara sudah terlambat satu minggu. Lebay, tapi ketakutan itu yang membuat Clara memberanikan diri untuk mengecek dirinya sendiri.

Matanya semakin terpejam kuat ketika menyadari dua garis merah muda pada testpack ketiganya. Tidak. Hah!

Uta sialan dengan kata-katanya. Buktinya dia bisa hamil. Sialan. Sialan. Sialan. Clara memukul perutnya berkali-kali dan menangis lagi.

Dia tidak tahu harus bagaimana. Karirnya sebagai teller bank mengharuskan Clara berstatus single dalam waktu dua tahun ke depan. Hamil, sudah jelas bukan salah satu poin dalam kontrak perusahaannya. Dia harus menyingkirkan anak ini kan?

Dia juga tidak mengenal pria yang memperkosanya malam itu. Enak saja. Clara tidak mau menambah malu Carlos di depan keluarga besar mereka yang sudah berjanji akan mandiri. Dia tidak bisa mengecewakan satu-satunya keluarga yang ingin dia banggakan saat ini.

Clara menyentuh hpnya dengan gemetar. Dia harus menggugurkan anak ini. Tentu saja banyak pilihan yang membuatnya sulit. Kalau dengan obat, temannya pernah bilang sangat menyakitkan. Tidak. Clara tidak mau.

Operasi? Boleh. Bisa. Clara punya cukup tabungan dan dia yakin bisa melakukannya.

...

"Clara! Kamu ngapain?!" Bentakan Carlos menyadarkan Clara ketika dia tengah linglung berjalan menuju meja informasi

"Kak..." Clara menatap kakaknya dengan horor, "Kak... Kak..."

Carlos menarik lengan adiknya kemudian menggeret paksa Clara untuk masuk kedalam mobilnya dan kemudian mengunci pintu lalu menatap tajam Clara yang sudah tampak kebingungan

"Ara! Kamu kenapa!"

Mampus. Kakaknya sudah memanggil nama kecilnya dan juga sudah mengatakan kamu sebanyak dua kali. Carlos sepertinya benar-benar marah.

"Ara jelasin sama kakak ada apa! Sekarang! Kamu sudah aneh sejak dari Bali dan sekarang kamu disini! Bilang sama kakak apa yang kakak pikirin itu gak bener?!"

Clara meneteskan air matanya. Semuanya berubah menjadi kesedihan sangat dalam ketika Carlos menyadari perubahannya. "Aku hamil..."

Carlos menatap tidak percaya kepada adiknya. Bagaikan dihujam ribuan jarum. Dadanya terasa nyeri. Melihat bagaimana adiknya menangis menjadi-jadi sambil memukuli perutnya sendiri. Carlos meraih tangan adiknya, "Siapa? Siapa bajingan yang bikin kamu begini?"

Mendengar nada khawatir kakaknya, Clara semakin tidak bisa menatap kakaknya dan menangis, "Gak tau... Aku khilaf kak, dia kasih aku minuman dan... Dan dia hilang..."

"Brengsek!" Carlos meninju stir kemudinya dengan kasar kemudian menarik rambutnya dengan kasar. "Brengsek, harusnya kakak bisa jagain kamu waktu itu"

Clara menangis. Semakin sedih ketika dia sudah menyakiti satu-satunya keluarga yang dia punya. "Maafin, Ara. Ara sudah ngecewain kakak..."

"Sssssh" Carlos menarik adiknya kedalam pelukannya. Semarah-marahnya dia, dia tidak mungkin menunjukkan kemarahannya di depan Clara. Clara adalah salah satu perempuan paling sensitif dan sekarang Carlos tidak bisa melihat bagaimana Clara menangis sesenggukkan dalam dekapannya. "Terus Ara kenapa gak cerita sama kakak?"

Clara masih merasakan punggungnya diusap dengan lembut oleh kakaknya, dia menggeleng pelan lalu menjawab, "Takut. Takut lo marah. Takut lo kecewa. Takut lo dimarahin sama keluarga Papa dan Mama"

Carlos melepaskan pelukannya, "Ra. Ini udah tanggung jawab gue sebagai kepala keluarga. Gue kakak lo. Gue satu-satunya tempat lo bergantung dan berbagi masalah. Lo juga sama berartinya buat gue. Masalah kayak gini jangan lo hadepin sendiri. Lo bisa mengandalkan gue, Ra. Itu gunanya lo punya kakak. Jangan bikin gue gagal jadi kakak..."

Clara mengangguk dan semakin terisak

"Lo mau gugurin anak lo?"

Clara mengangguk lagi

Segala pikiran buruk mengenai masa lalu Carlos kembali melintas di kepalanya. Tentang perempuan yang hamil dan tidak mungkin menerima tanggung jawabnya. Ketika perempuan itu lebih memilih menggugurkan anaknya. Ketika perempuan itu akhirnya meninggal karena penanganan yang tidak profesional. Carlos tidak bisa, adiknya adalah satu-satunya yang dia miliki di dunia ini. Carlos tidak mungkin membiarkan adiknya melalui hal mengerikan itu

"Jangan ya, Ra..." kata Carlos dengan lembut dan terdengar sangat khawatir, "Jangan. Dosa, Ra. Kasihan sama dia yang dititipin Tuhan sama lo. Anak itu titipan, Ra"

"Tapi gimana? Malu, Los. Lo yang bakalan malu nanti. Gue gak tau siapa bapaknya. Kita gak tau apa bapaknya orang baik apa bukan. Terus kerjaan gue gimana, Los? Lo sendiri masih magang sekarang. Gue gak mau tambah beban keluarga kita. Apa kata orang nanti. Gue malu, Los"

Carlos menghela nafas. "Ra. Ada gue. Gak apa-apa. Kata orang mah kata orang aja. Mereka gak bayarin makan kita, Ra. Jangan gitu, Ra. Papa sama Mama bakalan sedih kalo lo membunuh anak lo sendiri"

"Tapi Papa sama Mama juga gak bakal mau punya cucu dengan cara begini" kata Clara meyakinkan dan menahan air matanya, "Lo jangan gila"

"Lo yang gila, Ra. Gue udah bilang gue ada disamping lo. Ra..." Carlos menggenggam tangan adiknya, "Kita yang ditinggalin sama orang tua kita aja sedih, Ra..."

Clara menatap dengan bingung kepada kakaknya. Carlos selalu punya cara untuk memenangkan argumen darinya

"Apalagi kalo nanti di akhirat lo ketemu sama anak lo dan dia bilang dia benci sama lo karena lo membunuh dia?"

Ucapan Carlos membuat Clara menangis sekali lagi

RHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang