Duapuluhdelapan

13.3K 1.6K 42
                                    

Clara mual. Perutnya bergejolak kesekian kalinya dan akhirnya membuka matanya dengan terpaksa. Dia sangat ngantuk dan kemudian hampir tersentak ketika mendapati dirinya berada di sebuah ruangan putih dengan aksen bunga-bunga. Bukan, hal yang membuatnya kaget adalah, Megan yang tertidur di sisi ranjangnya dan tangan cowok itu yang terulur kepada perutnya. Dan satu tangan lainnya menyangga kepala cowok itu.

Clara tidak pernah tahu kalau dirinya akan berada di rumah sakit. Dia melihat pergelangan tangannya yang sudah terpasang gelang dengan nama dan umurnya disana. Dibalik tirai sebelah, ada suara ibu-ibu. Oh, dia ada di kamar kelas dua sepertinya. Clara menghela nafas.

"Gan..." katanya dengan nada serak

Megan mengangkat kepalanya, menyipit mengumpulkan tenaga untuk menatap Clara. "Hm?"

Perempuan itu menelan ludah dan memindahkan tangan Megan dari atas perutnya.

Megan terbatuk lalu melirik jam di tangannya. Sudah hampir jam enam. Dia berdecak dengan pelan lalu mengambil hpnya. Mencoba menghubungi seseorang.

"Lo ujian ya ujian aja. Gue sendiri gak apa-apa"

"Yang mau khawatir juga siapa?" Cowok itu berdecak lagi dan kemudian meletakkan hpnya di nakas samping ranjang Clara. "Gue lupa bawa hp lo semalem. Lo kalo demam atau sakit itu ngomong. Jangan diem-diem aja. Lo pikir gak capek ngurusin lo?"

Clara menghela nafas. "Ya. Gue udah bilang kalo gue sakit kok. Tapi Carlos sibuk"

"Terus lo gak ngomong sama gue?"

"Lo si-"

"Perlu gue koar-koar disini sekalian siapa gue?" Megan memotong dengan marah lalu berdiri dari duduknya. Dia berdecak sekali lagi untuk melihat jam di tangannya.

"Ya, udah. Gue sendirian juga udah biasa. Lo pergi aja" kata Clara lalu melirik ke nakas, "Minum dong"

Megan tidak banyak berkomentar dan hanya mengambilkan air gelas dan membantu Clara minum. Sungguh dia mengantuk dan ingin tidur, tapi ujian praktik menghantuinya sekarang.

Bagaimana caranya mengembalikan mobil ke rumah Clara lalu pulang ke rumahnya dan bersiap ke sekolah? Tidak ada banyak waktu. Megan berdecak kesekian kali karena menyesal tertidur di sini.

"Gue tinggal. Nih, hp gue. Passnya 123749, kalo butuh apa-apa, lo telfon ke Ariesta. Ariesta ya, kalo gak ke Varrel, atau Sandy... Tapi nanti gue chat kalo gue udah ambil hp lo..." Megan menggaruk tengkuknya dan kemudian berkata lagi, "Gue balik kalo udah kelar di sekolah. Lo coba telfon Carlos atau Moreno kalo misalnya siang nanti masih gak ada gue. Nanti siang gue bawain hp lo. Tunggu nanti gue minta sama suster buat nyiapin minumnya yang baru"

Clara mengerjap beberapa kali. Dia belum sempat menjawab tapi Megan sudah beralih pada bilik sebelah yang hanya dibatasi tirai.

Bukan maksud Clara untuk menguping, tapi dia mendengar suara Megan bertanya kepada perawat di sebelah dan pasien sebelah.

"Maaf sus, titip istri saya ya. Kalo ada apa-apa hubungi nomor ini aja. Tolong ya..."

Clara menghela nafas dengan panjang.

...

"Ganti hp, Gan?" Varrel menyerahkan handuk kepada Megan, "Nomor lu beda"

Sandy yang berdiri di sebelah Varrel ikut memperhatikan hp dengan casing glitter warna pink yang dipegang Megan, "Kok bentuknya cewek banget?"

"Lo ngapain Gan nyuruh gue bawa mobil segala pake bawain tas satu isi seragam ama sempak?"

Megan menundukkan kepalanya kemudian berkumur dan menyelesaikan aktivitas sikat giginya. Dia menghela nafas lebih panjang lalu menjawab Ariesta, "Gue mandi jam istirahat aja deh"

"Lo jorok banget, Gan. Untung ganteng lo, dimaafin dikit lah..." Ariesta membantu Varrel memasukkan kaos oblong dan celana jeans asal-asalan Megan ke dalam tasnya yang dia pinjamkan.

Ketiga sahabatnya menatap bingung. Pasalnya tadi pagi, Megan tidak ada angin tidak ada hujan, minta dibawakan seragam Ariesta yang lebih dan juga boxer dan tentu saja pakaian dalam baru. Meminta Varrel membawakan running shoesnya yang tertinggal di rumah cowok itu dan meminta Sandy menyiapkan peralatan mandi.

Sekarang, mereka sudah ada di kamar mandi sekolah dengan Megan yang sibuk merapikan seragamnya.

"Gila lo kalo mau make out ya gak pas ujian juga, Gan..."

"Tahan dikitlah..."

"Ckckck, ini orang sampe kusut begini"

Megan menatap dengan sinis, "Jangan bacot deh lo pada. Gue ketekin lo semua, mampus"

Varrel menggelengkan kepalanya, "Lah, lo sendiri kenapa bisa kacau begini? Lo kan tau kita ujian. Untung aja tuh si satpam mau kasih kita masuk..."

Sandy menganggukkan kepalanya dan melipat handuk kecil Megan lalu memasukkannya ke dalam plastik. "Lo bersyukur ujian kita ntar siang. Lagak lu, Gan. Seneng banget bikin masalah"

"Gue juga gak mau begini. Tau gini gue ujian susulan aja..." katanya lalu membuka hp ditangannya. Mencari kontak dirinya dan melihat isi obrolan itu.

"Lo kenapa sih, Gan? Rusuh banget dari kemarin? Lo ada masalah?" Sandy melemparkan parfum kepada Megan dan cowok itu menangkapnya dan menyemprotkan parfum itu begitu saja tidak peduli berapa banyak

"Lo diusir sama Moreno?" Tanya Varrel dengan khawatir

"Lo kawin, Gan?" Ariesta bertanya dengan polosnya dan langsung mendapat tatapan tajam dari Megan, "Gue kan cuma nanya"

Megan menggelengkan kepalanya, "Gue ada masalah. Tapi bukan kalian yang bisa bantuin gue nyelesein masalahnya..." dia menatap satu persatu temannya kemudian, "Kalian gak perlu tau masalah gue"

Sandy yang sebelumnya terlihat diam kemudian menyandarkan dirinya pada tembok dan menatap lurus ke Megan, "Gan, mungkin kita gak bisa bantu nyelesein. Tapi seenggaknya kalo lo mau cerita, kita bisa bantu ngeringanin"

Megan menggelengkan kepalanya, "Janganlah. Ini kan salah gue. Gue yang bikin masalah gue tambah parah. Lo semua mending mikirin ujian aja jangan ikut-ikutan"

"Oke. Kita hargai keputusan lo, Gan. Tapi lo inget, kita masih temen lo. Jangan lo sibuk dengan masalah lo sendiri kalo lo masih punya kita. Itu gunanya temen, Gan. Kita gak akan ninggalin lo walopun lo jualan narkoba sekalipun"

Megan menatap Varrel, "Lo gila, ya? Masalah gue jauh dari narkoba"

Ariesta menggelengkan kepala saja, "Ya, udah. Inget, Gan. Gue sama Varrel sama Sandy bakalan ada disaat paling down lo sekalipun. Gini-gini kapan kita pernah ninggalin lo?"

Megan terdiam.

"Lo sodara kita, Gan. Jangan sok kuat kalo sama kita" Sandy menepuk bahunya, "Muka lo kusut abis... Makan mi ayam sana, lo"

Megan hanya diam tidak menjawab. Dia menghela nafas lalu menatap ketiga sahabatnya keluar dari toilet sementara dirinya kembali membuka hp Clara dan melihat tab obrolannya

Megantara: Ya, ini makan. Terus tidur.
Read

Megantara: Sukses ujiannya

Megan menghela nafas sekali lagi. Apa jadinya kalau ketiga sahabatnya tau dia sudah menikah karena menghamili anak orang. Bisa dihajar sampai babak belur dia.

Bejat-bejat begitu, mereka bertiga paling anti main sama anak perawan.

Ah, Megan menggaruk kepalanya dengan kasar.

RHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang