Enam

18K 1.8K 10
                                    

Clara yang bodoh sedang menangisi dirinya sendiri ketika dia bangun dan mendapati ada orang asing di samping dirinya. Lengkap dengan alat vital pria itu yang masih berada di dalam dirinya.

Ada bercak darah. Dan Clara yakin kalau dia sama sekali tidak perawan lagi. Sial. Hal terakhir yang dia ingat adalah kembali masuk ke dalam klab. Clara sudah terisak tanpa henti karena menyadari betapa lemah dirinya dengan semua ini.

Clara memisahkan penyatuan mereka dengan pelan dan pria itu mengerang. Takut pria itu akan bangun, Clara berlari secepatnya menuju kamar mandi dan menguncinya.

Sekarang bagaimana? Perempuan itu masih terlalu shock dengan keadannya. Clara memeriksa pangkal pahanya dan menemukan darah kering disana. Nyeri. Dia meringis beberapa kali memegangi perutnya yang kram.

Dia memejamkan mata dan menahan suara isakan tangisnya. Brengsek itu pasti masih tertidur disana dan bahagia sudah melakukan hal ini kepada Clara. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada Eri dan Uta?

...

Setelah berjuang mengumpulkan tenaga dan batin yang kacau balau akibat kejadian mengenaskan semalam yang dia alami. Clara keluar dari kamar mandi dan menemukan kamar itu kosong. Pria itu sudah tidak ada diatas ranjang.

Clara meluruh dengan lemas seperti kakinya sudah seperti jelly yang mencair. Nyeri di pangkal pahanya semakin sakit dan akhirnya Clara memutuskan menangis juga.

"Brengsek. Brengsek. Brengsek" makinya sambil memukuli lantai kamar yang ditutupi permaidani

Clara tidak bisa berdiam diri lebih lama. Dia berusaha mencari pakaiannya dan kemudian memakai kembali pakaiannya semalam. Clara mencari handphonenya dan menuju lift.

Tidak berapa lama, dia sudah berada di luar bangunan dengan handphonenya yang mati. Clara ingat salah satu tempat yang bisa dia datangi. Untung saja dia menemukan uang dua ratus ribu terselip di kantong jeansnya. Kalau tidak, sumpah Clara tidak tahu bagaimana dia bertahan hidup pagi ini.

Clara menuju salah satu minimarket dan kemudian bertanya kepada salah satu pengunjung apakah ada yang berbaik hati meminjamkannya charger. Beruntungnya, salah satu backpacker muda meminjamkannya dan berbincang dengan Clara.

Apa kabur aja ya?

Kata Uta, tidak mungkin CEO muda tampan ada di club malam seperti itu kan? Bisa saja dia gembong narkoba. Ah, sial. Clara tidak bisa berpikir banyak.

"Ra! Lo kemana aja?! Gila! Sinting, lo?! Gue sama Eri sama gengnya panik nyariin lo kemana-mana! Lo gak apa?!"

Suara Uta yang terdengar khawatir langsung membuat Clara menangis lagi. Dia terisak dan beberapa orang sudah memandanginya dengan bingung, "Euh. Gue gak tau gue dimana..."

"Shareloc! Gue jemput elo sekarang. Eh endak-endak lagi hilang dari pandangan kita! Anak ni"

Clara mengangguk dengan cepat lalu membuka salah satu aplikasi chatnya dan mengirimkan lokasi keberadaannya.

Beberapa jam setelah itu, Uta dan Eri juga Dewa, Candra, Citra, Dite dan Pande sudah mengerubunginya di meja teras minimarket dan Clara berlari memeluk Eri.

...

"Kayak gimana anaknya? Tak tanyain ke Bli Raka..."

Sayup-sayup, Clara bisa mendengar suara Dewa dan Dita berbicara di luar rumah dan terdengar sangat marah. Mendengar cerita Clara, mereka yakin sekali dengan cerita akhir-akhir ini.

Banyak pria yang akan menawarkan minuman mineral kepada seorang perempuan. Tapi minuman itu sudah disuntikkan dengan obat bius atau obat perangsang sebelumnya. Gila. Clara tidak habis pikir dengan yang terjadi kepada dirinya. Bisa-bisanya dia menjadi seperti ini.

Eri menangis dipelukkannya sangat erat. "Lo gak apa-apa, kan? Maafin gue, Ra. Harusnya gue gak ngajakin lo ke tempat kayak gitu"

Uta menepuk pelan punggung Eri dan ikut prihatin.

Clara hanya terisak saja, tidak menjawab. Menyesal dalam hati karena mau-mau saja menerima minuman dari orang asing. "Salah gue. Harusnya pas citra mau nemenin gue berangkat aja sama Citra"

"Salah gue. Lo kan udah gak setuju pas mau kesana. Gue aja yang bawa-bawa lo kesana" Eri masih saja ikut menangis sambil memeluk Clara. Dia tahu betapa polosnya Clara dan betapa Clara sangat tidak mengetahui kejamnya dunia. Apalagi mendapati kalau anak itu sudah tidak memiliki orang tua, dan kakak Clara cukup keras kalau untuk masalah seperti ini

Candra datang dengan es batu dalam mangkuk dan menyerahkannya pada Clara. "Ri, udah. Kamu mau nangis sampe mencret juga gak bakal bikin keadaan baik. Sekarang biarin Clara kompres dirinya tuh, kayaknya masih sakit dia"

Uta meringis kemudian berkata kepada perempuan-perempuan itu, "Gue keluar"

Clara masih terisak dan memandang dengan bingung kepada Candra. "Es nya buat apa?"

"Dikompres. Liat Eri mencak-mencak kayak gitu pasti kamu tu anak baik-baik yang masih virgin..." Candra menyerahkan satu butir es batu kotak kepada Clara dan perempuan itu menerimanya, "Kompres dulu. Sambil inget-inget kayak gimana cowoknya. Kuta carik dia. Dimana hotel kamu nginep terakhir?"

Clara melakukan apa yang diperintahkan oleh Candra. Benar saja, baru dia mengompres dirinya, nyerinya berangsur-angsur menghilang. Clara mengingat-ingat nama hotelnya dan menyebutkan nama itu dengan sedikit ragu.

"Biar Dewa yang carik. Gila itu lakik. Bisa-bisanya pake cara murahan begitu" kata Candra

Clara tidak menanggapi dan hanya termenung. Ada hal lain yang dia takutkan sebenarnya. Apakah Carlos tahu?

"Ri, lo gak bilang Carlos, kan?" Tanya Clara dengan panik

Eri menatap sahabatnya lalu menggelengkan kepala, "Lo mau bikin Carlos serangan jantung? Gue juga takut kali dipukulin kakak lo yang anak teknik yang katanya jago berantem"

Clara menarik nafas lega. Gila saja kalau sampai Carlos tahu. Mungkin kakaknya akan membunuhnya dan ikut bunuh diri karena sudah melakukan hal ini.

Clara mengambil satu lagi batu es dan mengompreskan pangkal pahanya sambils sedikit meringis.

"Kayak gimana anaknya?"

Clara mencoba mengingat-ingat. "Tinggi. Terus..." masih samar ingatannya tentang cowok itu. Tidak ada yang dapat Clara ingat tentang cowok itu yang tiba-tiba saja menghilang di pagi hari ketika dia keluar dari kamar mandi

Candra menghela nafas dengan kasar. "Kalo bukan anak sini gimana?"

Dan Eri mulai menangis lagi.

RHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang