Duapuluhenam

13.4K 1.5K 78
                                    

Ketika Clara sudah mencuci wajahnya yang terlihat sembab. Dia memutuskan untuk membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju kolam ikan kecil di samping rumah dan membuang beberapa kantong tisunya di tong sampang. Dia tidak mau Carlos menemukan barang bukti kalau dia habis menangis tadi.

Sehingga akhirnya ketika dia duduk terlalu lama di gazebo kecil yang Carlos dan mendiang papanya buat, Clara merasa sedikit lebih nyaman dan mulai menguap kecil.

"Kan gue bilang kunci pintu..."

Clara tersentak dan menoleh ke sumber suara menyebalkan tersebut. Astaga. Megan sudah berdiri di samping gazebonya dan menatap dengan marah kepadanya.

"Ngapain lo disini? Malem-malem ke rumah orang!" Bentak Clara lalu bangun dari duduknya dengan payah dan nafas terengah-engah. Marah juga butuh tenaga, "emang, setan tuh suka dateng gak diundang" sindirnya

"Ya, suka-suka gue lah. Ati-ati lo ngomong! Kalo gue setan, anak dalem perut lo apaan?" kata Megan begitu saja lalu melirik jam tangannya tanpa memedulikan Clara yang mengelus perutnya sambil mencebik, "Tengah malem, keluar rumah" lalu menatap Clara lagi, "Tidur, lo. Sakit aja nanti gak ada yang ngurusin. Lo lupa lo idup sendirian?"

Clara memejamkan matanya beberapa saat menahan amarah dan kemudian mengepalkan tangannya. Gila saja ini, Megan. Datang malam-malam pakai ceramah segala.

"Masuk, buruan! Kunci pintunya. Ini orang suka banget gak kunci pintu"

"Urusannya gue kunci pintu apa gak sama lo apa, sih?!" Clara muntab juga. Kalau tidak diserang balik, Megan bisa seenaknya, "Eh, bocah! Gue selama ini baik-baik aja gak kunci rumah. Kok lo sewot! Abang gue aja gak pernah marah sama gue. Elo nongol-nongol ceramah soal kunci pintu!"

Megan terkekeh dengan sinis, "Ketahuan banget kalo lo jomblo. Selama ini gak ada yang ingetin ngunci pintu? Pantesan..."

Clara mengernyitkan keningnya, "Gak jelas lo bocah. Gue ngomong apa malah bawa-bawa status!" lalu berjalan meninggalkan Megan. Emosinya sudah terlalu naik mendengar ucapan Megan. Anak laki-laki itu.

Megan mengikuti Clara dari belakang dengan langkahnya yang lebar. Masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Mengikuti Clara hingga perempuan itu mengunci pintu kamarnya.

Cowok itu tersenyum dengan sinis setelah mencoba membuka knop pintu kamar Clara tapi tidak bisa. "Akhirnya ngunci pintu juga, lo"

"Berisik! Pulang lo, sana! Dari pada lo disini bikin emosi gue tambah naik!" Bentak Clara dari dalam kamar. Kesal juga karena Megan mencoba membuka pintu kamarnya.

Megan melangkah mundur dan memasukkan tangannya ke dalam kantong hoodienya. Menggelengkan kepala sebentar sampai kemudian bicara dengan pelan, "Lo mau jual kemana anak gue?"

"Hah? Jadi sekarang lo bilang mereka anak lo? Gampang banget lo ngomong"

"Jawab aja lo mau jual kemana anak gue"

Perempuan itu tidak menjawabnya. Megan hanya menghela nafas kemudian melangkah mendekat kembali ke pintu dan berkata, "Bener kan lo egois..."

...

"Lo egois banget... Lo gak mau gugurin itu anak tapi lo mau jual dia ke orang lain. Ibu macem apa lo?"

Clara mengepalkan tangannya. Menatap tajam pada pintu kamarnya seolah-olah Megan berada disana dan sedang balas menatap dirinya dengan tajam seperti yang biasa laki-laki itu lakukan.

"Lo egois karena lo mau seenaknya mutusin hubungan kita..."

"Lo yang egois bukan gue!" Clara berteriak dengan marah dan mencengkram spreinya

"Oh, iya?" Megan tertawa, "Coba lo pikir pake otak lo ya, MBAK. Gue disini udah tanggung jawab buat nikahin lo. Gue udah nyia-nyain masa sekolah gue dan masa depan gue buat tanggung jawab sama keadaan lo. Sekarang gue tanya, lo? Apa yang lo mau lakuin buat bales kebaikan gue itu, hah? Lo mau jual anak gue, kan? Habis lo ngancurin masa depan gue, terus lo mau ngancurin hidup anak gue gitu?"

Clara memegang keningnya sambil memejamkan mata. Cowok ini benar-benar. Siapa yang salah pada awalnya? Kalau bukan karena cowok brengsek ini juga, Clara juga masih akan punya masa depan cerah. Bukan seperti ini.

"Apa lo pernah mikir kalo misalnya mereka orang jahat yang bisa aja jual bayi keluar negeri? Apa lo gak tau kalo misalnya mereka penjual makanan yang dibuat dari bayi? Lo gak mikir sampe situ, kan? Lo gak mikir karena lo cuma mikirin gimana caranya bebas dari tanggungan lo, kan?"

Perempuan itu meringis dengan pelan. Perutnya bergejolak. Kepalanya pusing. Dan dia sudah terlalu marah dengan tuduhan Megan kepadanya. Sungguh anak laki-laki yang tidak punya otak. Bagaimanapun juga, Clara tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Cowok ini gila.

"Gue emang bilang lo egois, Ra..." Megan memberikan jeda pada ucapannya kemudian bicara lagi, "Tapi gue gak bilang kalo gue bakalan biarin lo pergi dari hidup gue, kan?"

Clara menyipit dan meringis sambil memegangi perutnya. Keringatnya sudah bercucuran sekarang.

Megan terkekeh "Kalo lo mau gue rasain apa yang lo rasain. Seenggaknya lo harus tau apa yang gue rasain, Ra. Jadi jangan pikir lo bisa kemana-mana. Urusan kita gak akan selesai hanya karena lo minta pisah. Urusan kita gak akan pernah selesai hanya karena lo capek berurusan sama gue..." lalu dia diam sejenak, "Urusan kita gak akan selesai cuma karena lo diem aja"

Clara menghela nafasnya dengan berat. Bubbles baru saja memberikan getaran pelan pada perutnya dan Clara belum terbiasa dengan semua ini. Ditambah ucapan Megan yang membuat detak jantungnya semakin cepat.

"Jadi, Clara... Mending lo simpen tenaga lo buat ngadepin gue daripada mikir cara buat lepas dari tanggung jawab lo. Karena apapun yang bakalan lo lakuin, gak ada gunanya. Inget! Lo udah rusak hidup gue jadi mending lo liat apa yang gue bakal lakuin buat ngerusak idup lo juga"

"Lo gak perlu repot-repot rusak hidup gue, Gan. Hidup gue udah berantakan sejak ketemu sama lo!"

"Kalo gitu elo yang gue bikin ancur"

...

"Ren..." Carlos menahan lengan Moreno dan kemudian menggelengkan kepalanya

Moreno membelalak dengan bingung lalu kembali berbisik, "Los, Megan udah keterlaluan"

Carlos menggelengkan kepalanya. "Ini cara mereka nyelesein masalah. Bertengkar itu wajar. Megan udah ngeluarin siapa dirinya ke Clara. Nanti akan ada saatnya adik gue yang bales Megan. Biarin aja..."

"Wah... Los..." Moreno menghela nafas lalu menelan ludahnya, "Los gue gak mau sampe adek lo kenapa-napa. Kalo begini yang ada Megan makin dibenci sama Clara"

Carlos mengedikkan bahunya, "Udah, biarin aja. Mereka butuh ngeluarin unek-unek masing-masing. Kalo emang nanti gak cocok dan pisah, mungkin udah jalannya"

Moreno menatap Carlos dengan tidak percaya. Dia hanya menggelengkan kepalanya lalu menarik kasar rambutnya dan meninggalkan Carlos begitu saja. Megan sudah keterlaluan. Sangat keterlaluan. Dan Moreno tidak akan memaafkan adiknya kalau sampai terjadi sesuatu dengan adik iparnya.

RHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang