Menagih uang kosan adalah hal yang paling krusial. Clara mengerti kalau misalnya ada beberapa dari mereka yang akan menunggak karena beberapa kebutuhan tertentu, makanya dia memilih untuk berbicara dengan sopan kepada penghuni kosnya yang Putri di dalam kamar mereka.
Hal pertama yang Clara lakukan sebelum menemui Uta dan berangkat ke bandara adalah menagih satu persatu penghuni kamar kos-kosannya.
"Ra, mau nagih kosan ya?"
Clara mengangguk ketika perempuan rambut pendek itu berbicara kepadanya dengan sopan dan kemudian melihat hape ditangannya, "Tapi mau ngingetin aja, kan ini masih tanggal tua. Tolong bilang ke yang lain ya"
Perempuan itu tersenyum dan kemudian menutup pintunya kembali. Clara hanya menggelengkan kepalanya. Sudah bisa dia tebak pasti ada grup khusus yang membicarakan dirinya sebagai ibu kos tidak tahu diri.
Yang menumpang siapa, kok dia yang dibilang tidak tahu diri. Clara ingat dulu Eri sempat kos di daerah dekat kampus dan ikut bergabung dalam salah satu grup kos-kosan. Sahabatnya yang orang Bali itu memang agak keras dalam hal bahasa dan mereka sering membicarakan pemilik kosan Eri yang suka menagih biaya kosan.
Sekarang baru tahu saja rasanya. Ternyata tidak semudah menagih dan beres. Ada saja anak kosan dengan segala kebutuhan lainnya yang akan menunggak. Kalau sudah begitu, Clara pasrah saja. Mau bagaimana juga kasihan sama mereka yang merantau dan sedang menuntut ilmu.
Clara masuk ke rumah utama dan melihat kakaknya sedang menggambar di entahlah kertas apapun itu, Clara tidak mengerti bagaimana kakaknya bisa menggambar di kertas yang sangat tipis dan kena keringat saja bisa robek.
"Kak, gue berangkat jam empat dijemput Uta"
Carlos tidak mengadahkan kepalanya dan semakin terlihat serius. Sepertinya pria itu mengalami OCD. Semua harus terlihat sempurna di mata Carlos, makanya badannya sampai miring-miring segala waktu menggambar desain.
"Woy. Car. Gue masak semur, lo makan ya nanti. Gue pergi sampe minggu doang, kok. Jangan makan pop mie mulu ya, ntar masuk rumah sakit. Anggaran kesehatan kita berkurang deh"
Carlos tertawa dan mengadahkan kepalanya kemudian, "Iya..."
"Makanya punya cewek biar ada yang urusin kalo gue pergi-pergi dari rumah" ada khawatir yang jelas dari nada bicara Clara dan kemudian mendekati kakaknya yang sedang menambahkan detail dalam gambarannya
Carlos tidak menanggapi. Sebenarnya dia juga sangat ingin punya kekasih. Kadang-kadang kalau lihat orang pacaran, bisa iri juga dia. Tapi kalau dipikir mana ada yang betah dengan mahasiswa teknik yang lebih sering pacaran dengan tugas dan proyek mereka dibanding kekasih. Belum lagi kalau ada waktu kosong, mereka lebih memilih tidur dibanding keluar rumah. Carlos begini-begini juga pernah mendengar curhat temannya yang putus karena si perempuan tidak tahan diduakan dengan desain dan game kesukaan temannya.
Tahu adiknya khawatir, Carlos hanya tertawa saja dan berkata dengan wajar, "Mana ada yang mau sama gue"
Clara melongo. "You said whaaaaat?!" Clara mendelik untuk memastikan.
Dalam urusan penampilan, Carlos itu lumayan cakep walaupun ceking dan rambutnya lumayan gondrong seperti Alda the changcuters jaman dulu. Tapi rapi, rambut Carlos selalu dibawa kesamping dan menimbulkan kesan halus minta di belai. Walaupun tidak begitu berisi tapi Clara pernah tidak sengaja melihat eksistensi otot kotak-kotak di perut abangnya. Satu lagi, Carlos kan tidak merokok. Masa sih abangnya tidak laku? Clara penasaran secakep apa sih anak jurusan arsitektur itu sampai kakaknya yang manis enggak laku
"Temen gue gak ada yang cakep, serius. Kakak lo ini masuk galeri cogan indonesia sama cogan kampus kalo lo mau cek di ig" kata Carlos seolah mengerti kemana jalan pikiran adiknya
"Terus? Kok gak laku? Kok bisa? Belok? Please jangan kurangi makhluk tampan kayak lo buat mencintai sesama kalian karena perempuan sudah banyak yang enggak mau dimadu, ditigain, diempatin dan di sepuluhin"
"Dih" kakaknya menatap geli sekarang
"Habis kenapa kakak gue yang cakep ini gak pernah kelihatan kesem-sem? Asli lo gak belok? Lo bukan simpenan tante-tante, kan? Gue curiga soalnya gaji lo selalu bikin gue mangap"
Carlos tertawa terbahak-bahak ketika mendengar tudingan adiknya. Upah minimum mahasiswa teknik kan memang begitu. Suka bikin tidak percaya. Sekali pegang proyek bisa berpenghasilan diatas lima juta. Apalagi kalau borongan. Tenang saja, Carlos masih cinta dada perempuan dan bokong mereka.
"Kok lo ketawa?" Clara berjengit mundur dengan ngeri menatap kakaknya, "Jangan-jangan, lo sukanya yang cinta satu malam ya?"
Carlos menggelengkan kepalanya. Mau cinta satu malam bagaimana? Rasanya tidur satu atau dua jam saja sudah seperti surga. Mata sudah pedih baca angka-angka dan perhitungan ditambah menggambar desain diatas kertas dengan kotak-kotak kecil, belum lagi kalau sudah menggambar desain di lumion yang bikin laptop dan komputernya suka ngadet. Dengan keadaan begitu, bagaimana bisa dia pergi pacaran apalagi melakukan tuduhan Clara kepadanya.
"Kak! Heh!" Mata Clara sudah membulat tidak percaya, dia tidak akan mau menerima kalau kakaknya sebrengsek itu
"Justru kayaknya lo harus khawatir apa gue bakalan mati lebih cepet karena penyakit hati atau gegar otak karena kerjaan gue yang kayak gini, bukan nuduh gue sembarangan" Carlos menggeleng-gelengkan kepalanya
"Kok lo ngomong kayak bulan depan mau mati aja?" Pandangan Clara langsung suram membayangkan dirinya satu-satunya dari keluarga Hartanto yang tertinggal, "Enak, aja! Kalo mati kita barenganlah. Gue gak mau sendirian"
Carlos terbahak lagi karena muka panik Clara yang sudah menatapnya horor, "Ngaco. Udah ngapain dipikirin. Nanti temeny-temen gue pada kesini kok. Mau ngerjain proyek ini, gue gak mungkin jadi satu-satunya orang yang gambar dan nyusun maket proyek grand mall baru ini"
"Lo desain Mall?" Alis Clara mengkerut ketika kakaknya membicarakan itu
Carlos mengangguk, "Iya, Clara. Sini, lo lihat deh di layar, suka gak? Kalo ke Mall kayak gini nyaman gak?"
Clara mendekat ke arah layar lebar yang ada di samping Carlos dan menatap dengan takjub. Desain Carlos terlihat begitu nyata dan bisa di video seperti simulasi game. Clara melongo melihat betapa kerennya desain yang kakaknya buat, "Ini lo yang bikin?"
Carlos menganggukkan kepalanya, "Sama team. Kantor tempat gue kerja itu lagi megang ini. Dikasih ke anak kampus soalnya kemarin kita menang lomba desain. Gimana?"
Clara masih terpukau dengan gambaran yang menunjukkan pusat perbelanjaan megah dan bersih itu. Sangat bagus. Dan akan sangat bagus jika sudah diimplementasikan dan tetap dijaga kebersihannya.
Carlos tersenyum melihat adiknya masih mengagumi layar lebar yang menampilkan gambarannya. Carlos sempat tidak tidur selama satu hari untuk finishing touch. Betapa bahagianya Carlos waktu melihat ada yang terpukau pada karyanya sementara para expert sudah pasti akan menghujat desainnya
![](https://img.wattpad.com/cover/123346080-288-k933382.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RH
Chick-LitThankyou yang sudah membuat RH sampai di peringkat 30 di chicklit. We're nothing without you. Cerita ini didedikasikan untuk followers saya. Maaf sebelumnya, terimakasih. Mabuk di kelab malam enggak bakalan bikin lo h...