Perempuan itu merasa begitu bahagia. Sekarang kedua anaknya itu habis mandi dan sedang dipakaikan baju. Clara semakin bahagia ketika akhirnya dia bisa mengunjungi anaknya ke ruang bayi. Jadi tanpa menunggu Megan yang sudah mewanti-wanti untuk mengajaknya bertemu Bubbles, Clara memilih pergi sendirian.
Sejak Bubbles lahir. Memang agak canggung bicara dengan Megan dan berdekatan dengan Megan. Tapi Clara dan Megan hanya diam saja dan bicara seperlunya. Hanya bicara seputar Bubbles yang bertingkah seperti apa ketika Megan tidak disana. Maklum saja, cowok itu sedang sibuk entah untuk apa.
Ketika akhirnya anaknya selesai di dandani, perempuan itu memilih Mikail untuk dia gendong. Yakin karena putrinya hanya akan menangis ketika berada dalam dekapan Clara. Jadi dia mendekap Mikail dengan lembut. Clara menyentuh pipi putranya yang masih merona. Dia tersenyum karena bayi itu begitu mempesona dan tertidur dalam pelukannya. Perempuan itu memujanya. Jarinya terulur begitu saja menyentuh setiap bagian wajah putranya. Si kakak ini, tampan sekali.
Setelah menyentuh rambut-rambut halus Mikail, Clara beralih pada bagian lain dan membuatnya menyatukan alisnya kemudian. Dia memandangi dengan seksama putranya, bayi kecilnya.
"Sus..." panggilnya masih dengan tatapan meneliti kepada putranya. "Sus!"
"Kenapa bu?" Beberapa suster datang menghampirinya dengan tergesa-gesa.
Nafas Clara memendek, matanya membelalak dengan tidak tenang, "Kenapa...?" Dia menelan ludah lalu menyentuh hidung putranya, "Kenapa anak saya gak nafas?"
Suster yang berada di depan Clara segera mengambil bayi laki-laki itu dan mengeceknya. "Bu, peluk yang erat bayinya!" Suster kembali menyerahkan putranya kepada Clara
Perempuan itu dengan panik dan mata yang membesar memeluk putranya yang sudah membiru. "Sayang..." katanya dengan bergetar
"Bu... Bu..."
Clara tidak memedulikannya, sekali lagi melihat apakah bayinya bernafas kembali atau tidak. Bukan tangisan Mikail yang dia dengar tapi Mikaila. Perempuan itu semakin panik dan memeluk kembali putranya. Tidak ada pergerakkan dan membuat Clara menatap sekali lagi. Satu air matanya menetes di pipi putranya yang sudah membiru, "SUSTER!!!!!"
"Bu... Kami periksa bu, bayinya..." Suster mengambil paksa bayi itu dan membawanya kembali ke inkubator untuk diperiksa.
Clara bergetar. Tangannya menggenggam paksa pegangan kursi rodanya dan menatap dengan nafas tidak teratur kepada suster dan dokter yang sedang memeriksa putranya.
Beberapa alat sudah diberikan kepada sang dokter. Suara tangisan Mikaila semakin keras dan membuat Clara membeku di tempatnya. Ketakutan dan merinding bersamaan
Mama datang dengan bingung dan menghampiri Clara, "Suster, ada apa?" Lalu menoleh kepada Clara yang membelai pelan menantunya, "Sayang..."
Clara melihat dokter membalikkan badannya dan menatap Clara dengan perasaan bersalah. "Anak aku..." katanya nyaris tercekat, Clara menelan ludah dengan susah payah. Air matanya sudah menetes dan dia berusaha untuk berdiri
Mama menangkapnya, melihat sang dokter sudah berjalan mendekat dengan menundukkan kepala. "Dokter..."
"Balikin anak aku..." ucap Clara dengan lemah dan memegangi pegangan kursi rodanya, dia mulai terisak dan menggelengkan kepalanya, "Anak aku..."
"Nyonya Clara..." Dokter itu menghampirinya, dengan wajah yang cukup menjelaskan semuanya, "Kami minta maaf..."
"Apa?" Clara bertanya dengan tidak percaya dan kembali menatap ke ranjang putranya. "Hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RH
Literatura FemininaThankyou yang sudah membuat RH sampai di peringkat 30 di chicklit. We're nothing without you. Cerita ini didedikasikan untuk followers saya. Maaf sebelumnya, terimakasih. Mabuk di kelab malam enggak bakalan bikin lo h...