Eri mengajak kedua sahabatnya masuk ke dalam rumah dan menyuruh mereka untuk masuk lebih dalam ke rumah.
Dulu, Clara pikir rumah semua orang itu sama saja. Halaman dan rumah dan selayaknya rumah pada umumnya. Tapi begitu ke rumah Eri dia langsung merubah pikirannya.
Rumah Eri memiliki halaman yang luas dan ada pura juga sanggah di dalamnya. Ternyata rumah Eri ini memiliki satu halaman yang sama dengan rumah saudaranya yang lain. Kata Eri tipikal rumah orang Bali seperti itu. Tapi tetap tidak bisa mengubah kekaguman Clara mengenai bagaimana rukunnya keluarga itu untuk tetap tinggal satu halaman begini.
Eri bahkan memiliki rumah sendiri untuk menempatkan tamunya dan Clara bisa melihat betapa cantiknya rumah khas bali dengan lesehan dan ramainya ibu-ibu yang sibuk membuat canang.
"He, melamun ajak. Ayo, salaman sama bapak sama ibu" Eri mengejutkan Clara yang sedang terbengong melihat pahatan putih di dinding rumah yang akan di tempati sampai minggu besok. Lalu akhirnya mengikuti Eri menghampiri salah satu lesehan paling besar dan terdapat banyak daun kelapa muda serta bunga-bunga lainnya.
Ibu Eri menyapanya dengan ramah dan kemudian menanyakan kabarnya, "E, maap ya rame ini rumah Eri. Jelek dia rumahnya"
Hah? Clara melongo dan dengan sopannya menjawab, "Enggak, tante. Ini bagus rumahnya, rame, aku suka"
"Eh, jangan nak e panggil tante. Panggil ibu aja, kayak Eri" kata Ibu Eri kemudian mengajak ke dua anak itu duduk di dekatnya
"Mau bikin apa bu? Kok pake bambu segala?" Tanya Uta yang melihat beberapa saudara Eri sedang sibuk menyiapkan bambu dengan ukuran panjang entah untuk apa
"Penjor itu, mau dipake ada acara di kampung ni. Makanya malem ini sama besok kalian dibawa ke Kuta sama Eri. Ndak bisa kemana-mana nantik kalo di rumah"
Clara menganggukkan kepala saja.
"Nanti ya, kita pergi kalo udah makan sama bawa barang yang perlu aja. Nanti gue tunjukkin tempat nginepnya"
Clara yang baru saja merasa nyaman dengan suasana rumah Eri mendadak enggan meninggalkan rumah ini. Dia sudah lama tidak merasakan hangatnya kekeluargaan seperti ini.
Mau mencari ke keluarga Uta juga percuma. Ibu laki-laki itu selingkuh dan membuang keluarganya sendiri begitu saja. Mungkin, hal itulah yang menjadikan Uta tidak tertari dengan perempuan untuk menjalin percintaan.
...
"Nanti malem kita masuk klab. Oke-oke aja kan?" Tanya Eri kepada dua orang sahabatnya
Setelah mereka berada di salah satu hotel tempat kakak Eri bekerja dan mereka di beri room gratis, mereka sedang sibuk memanjakan diri melihat pemandangan sunset yang begitu indah dipandang mata
"Gila lo, Ri. Gue masuk yang di Jakarta aja belom pernah. Masa mau diajakin yang di Bali" kata Clara menggerutu
Jujur saja. Clara itu termasuk anak yang menghindari hal-hal seperti itu. Pergi pesta ulang tahun saja tidak pernah. Bukannya tidak penasaran hanya saja, dulu saat mendiang orang tuanya masih ada. Mereka akan sangat keras melarang Clara pergi masuk ke tempat seperti itu. Buat orang tua Clara, ajaran agama itu penting. Walaupun dirinya tidak muslimah tapi Clara juga tahu batasan.
"Emang paling bagus dimana?" Tanya Uta tidak peduli. Jelas, Uta adalah langganan klab malam. Tidak heran kalau setiap pagi Uta akan setengah sadar dan meracau yang tidak-tidak
Eri menganggukan kepalanya, "Gue bawa ke yang paling mahal. Biar aman sejahtera dan sentosa masuk ke sana"
"Kamsud ngana aman?" Clara memandang dengan tidak yakin
"Paling lo cuma akan dicium di bibir dan di tepok pantatnya"
Clara sudah akan mencubit gemas Eri karena sahabatnya itu dengan santai bisa berkata seperti itu. "Ih, nanti kalo gue diapa-apain gimana?"
"Ada Uta disini. Dia kan jago mukulin orang. Maklum katanya kalo gay itu lebih menyeramkan dari yang straight"
Uta langsung memukul lengan Eri sehingga perempuan itu meringis, "Setan, lo. Kata siapa tuh begitu? Enggak ye. Enak aja lo bocah. Yang ada gue di dalem klab menikmati cogan-cogan"
"Kan..." Clara menggelengkan kepalanya, "Gue takut kayak yang di tv-tv"
Uta mengerutkan keningnya, "Apa? Hamil? Mabok terus kena one night stand dan besoknya lo bangun telanjang sama cowok ganteng dan lo ditidurin sama dia terus dua minggu kemudian lo hamil dan nikah sama CEO tampan?"
Clara menganggukan kepalanya walaupun dia tidak setuju pada bagian akhir dimana menikah dengan CEO tampan. Gila saja. This is real.
Eri dan Uta tertawa terbahak-bahak. Gila. Clara itu ternyata lebih polos dari perkiraan mereka. Mana mungkin hal seperti itu kejadian di dunia nyata.
"Shay tumheho shay. Gue kasih tau lo ya" Eri dengan gerakan tangan super bitchynya mulai menjelaskan kepada Clara, "Mabok? Please, semabok-maboknya lo ada kita. Terus ya kalo lo tidur sama cowok, udah jelas doski bukan CEO tampan. Paling cuma cowok resek cakep sih kadang, tapi bukan CEO. Paling banter adalah bule-bule surfer atau gak anak-anak nakal macem kita"
"Yap. CEO mah udah bangkotan dan mainnya pasti gak ke Bali, beb. Mereka mainnya ke singapur atau ke jepang" Uta menggeleng-gelengkan kepalanya lalu kembali menjelaskan kepada Clara, "Mabuk di kelab malam enggak bakalan bikin lo hamil. Bangun tanpa sehelai benang dan ada cowok di samping lo dalam keadaan yg sama belum tentu bikin lo hamil. Kecuali kalau lo itu a lil bit of bitch or something yang pas mabok malah having sex with random people. Lagian kalau sekali kan belum tentu hamil"
Eri menganggukkan kepala menyetujui ucapan Uta, "Lagian, ada gue sama temen-temen gue nanti. Lo tenang aja shay. Yang jagain kita banyak. Ndak mungkinlah kita biarin cewek kayak lo begitu"
"Dan juga, gue yakin kita masuk juga cuma sebentar, gak lama-lama soalnya kan Eri bisa ditelponin kapan aja sama emaknya"
Clara tidak bisa berargumen lagi. Benar sih, lagi pula teman-temannya memang tidak mungkin membiarkan Clara menyentuh minuman jahat seperti itu. Mereka kan pasti melindungi Clara.
Tapi demi Tuhan, Clara tidak menyukai ide mengunjungi klab malam ini sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
RH
ChickLitThankyou yang sudah membuat RH sampai di peringkat 30 di chicklit. We're nothing without you. Cerita ini didedikasikan untuk followers saya. Maaf sebelumnya, terimakasih. Mabuk di kelab malam enggak bakalan bikin lo h...