Duapuluh

13.2K 1.5K 43
                                    

"Kak... Kak masa gue yang ngomong" Clara memajukkan bibirnya kemudian menatap Carlos dengan penuh permohonan.

Hari ini kakaknya libur dan sedang mengipasi diri dengan santai sambil menonton anime kesukaannya. "Ck. Lo chat Moreno. Lo bilang terusin ke Megan"

"Gak, ah. Lo aja deh"

Carlos mempause videonya dan menatap Clara. Adiknya itu sedang menginginkan sesuatu yang sebenarnya sangat mudah. Sangat mudah, hanya saja Carlos tidak yakin akan mudah dilakukan oleh semua orang.

"Kenapa gue? Yang butuh kan, elo" kata Carlos sambil menuding Clara yang sudah berdiri dengan perut buncitnya. Adiknya ini kadang-kadang suka tidak masuk akal

"Gak punya kontaknya"

Carlos tidak langsung menanggapi, dia mengeluarkan handphonenya lalu mengirim kontak Megan ke menu chat adiknya

Clara membuka pesan di hpnya. "Malu..." katanya sambil menatap kakaknya kemudian. "Gue puasa ngomong sama dia"

"Dia... Dia... Ra, kecil begitu dia udah jadi suami lo. Tolong dihargai dikit"

Clara menatap tidak percaya pada kakaknya. Bukannya membela adiknya yang menjadi korban dalam hubungan ini, malah membela adik iparnya. Oke, Clara mulai menggunakan kata adik ipar secara tidak sengaja di dalam kepalanya.

Memang sih, Megan itu tampan. Munafik kalau Clara tidak suka. Tapi dia masih SMA. Dan Megan adalah orang jahat di dalam kehidupannya.

"Emang harus Megan banget kan?" Carlos menunggu adiknya, tidak ada jawaban. "Ra, belajar terima kenyataan antara lo sama Megan. Berat, sih. Tapi lo bisa menikmati prosesnya, Ra. Ini juga salah satu jalan buat jadi lebih dewasa. Sekarang aja kalo lo gak mau coba ngomong sama Megan, gimana caranya kalian mau saling menerima satu sama lain"

"Ngomong ngelantur tuh emang gampang, Los. Udah, ah. Udah gak pengen lagi"

Carlos menggelengkan kepalanya. "Yakin? Katanya pengen denger suara Megan. Gue yakin salah satu dari anak kembar lo itu daddy's treasure banget"

"Hmmm. Kalo gue cerai enak, ya. Satu gue, satu dia. Gitu?"

Carlos menatap lagi ke arah adiknya yang sudah lebih emosi dari sebelumnya, "Emang lo mau jadi janda? Kayak laku aja kalo jadi janda. Badan melar begitu"

Adik perempuannya sudah memasang wajah kecewa yang amat sangat dan melihat Carlos dengan cemberut, "Kak kok lo tega banget sama gue? Emang lo mau gue seumur hidup sama dia? Emang lo mau nanti kalo ada cewek lain yang hamil kayak gue? Gue belum tentu jadi satu-satunya cewek yang bisa hamil gara-gara kelakuan dia ya. Siapa tau diluar sana ada cewek hamil juga tapi gak ngomong sama dia..." Clara menghapus air mata di pipinya, "Udah, ah. Capek. Ujung-ujungnya gue yang harus sabar. Empet. Mau keluar aja sama Uta"

Sementara Carlos hanya bisa menghela nafas setelah adiknya keluar begitu saja dari kamarnya. Carlos jadi tidak bisa banyak bicara semenjak Clara menjadi lebih sensitif dan labil. Tapi mau bagaimana lagi? Dia tidak bisa berkata apa-apa soal masalah adiknya.

...

Satu bulan ini Megan sibuk. Sibuk ujian praktik sekolah dan membuat Moreno membulatkan mata melihat adik semata wayangnya sangat serius dalam menjalani ujian praktik.

Hari ini, Megan ada ujian praktik agama islam. Mama sudah sangat sibuk menyiapkan kebutuhan Megan dengan tidak berhenti mengomel karena Megan sedang tidak mau makan ini dan itu. Hanya mau makan tempe goreng dengan sambal bawang. Bukan Megan banget. Sejak kecil sampai besar, Megan kan musuhan sama tempe. Ini pasti bawaan dedek.

"Idih. Sok ganteng najis, sholat jum'at aja biasanya pake sarung doang ama kaos. Tumben, mau ngapain emang praktiknya?" Moreno berujar di meja makan setelah sarapan dan meminum susu pembentuk otot miliknya

Megan menaikkan alisnya, "Kebetulan, lo bisa jadi bahan praktek gue"

"Apaan? Latihan ijab kabul? Dulu seinget gue, lima angkatan prakti ijab kabul gitu"

Megan menggelengkan kepalanya, "Yang ini lebih spektakuler..."

"Sholat jenazah kan, njing?" Moreno menatap sinis pada adiknya, "Emang lo titisan iblis yang ngesot dari kerak neraka buat mengganggu hidup gue"

"Moreno!" Mama yang baru saja masuk ke ruang makan langsung geleng-geleng kepala. "Adik kamu loh ini. Mama yang lahirin. Mulut kok ya jahat banget sama adiknya"

Moreno menatap mamanya tidak terima. "Habis lahir-lahir langsung dikasih hadiah hotweels, Ma. Coba Mama bayangkan perasaan aku waktu itu"

Sementara adiknya hanya memandang dengan jijik kepada kakaknya. Jadi selama ini akar permasalahan keusilan kakaknya itu berawal dari hotweels. Sumpah Megan akan mencekik kakaknya nanti.

"Iya, tapi kamu paling excited waktu Mama mau lahiran"

"Iye. Soalnya akhirnya ada bahan sparing silat aku, Ma. Dia jadi samsak"

Mama menghela nafas tidak habis pikir bagaimana dua anaknya bisa akur kalau dia tidak ada di rumah. Wanita itu memandang anak bungsunya, "Mama mau ke rumah Clara"

Megan langsung terbatuk seketika. Hidung dan tenggorokannya mendadak panas dan mencari-cari sumber air terdekat. Setelah minum, Megan menatap Mamanya untuk memastikan. "Apa, Ma? Ngapain?"

"Kok ngapain? Mama juga kangen kali ama mantu. Emang elo tidak punya perasaan. Bini hamil bukannya dijenguk malah sibuk sendiri"

Megan melotot kepada kakaknya

"Sudah-sudah. Ribut terus Mama laporin Papa kamu, Ren"

Moreno membungkam mulutnya dengan rapat

"Gan..." Mama mulai membelai rambut kepala Megan, "Clara kan hamil muda. Mama denger dia sering demam sama susah tidur. Biasanya perempuan hamil itu jadi lebih sensitif karena sel darah putihnya naik. Mungkin dia diam gak cerita-cerita demamnya karena gak ada perempuan lain yang bisa diajak ngobrol. Jadi, Mama mau kesana sekalian jenguk..."

Megan melirik ke Mamanya, mencoba bertanya maksud pembicaraan Mamanya apa

"Mama ngerti kamu sibuk. Tapi sekali-sekali coba kasih perhatian sedikit. Kamu gak mau kan anak kamu kenapa-kenapa. Mama ngerti kamu masih terlalu kecil buat memahami semuanya. Tapi, penting buat kamu memulai komunikasi sama Clara..."

Moreno ikut menganggukkan kepalanya mendengar penuturan lembut sang Mama, "Belajar menyayangi Clara, Gan. Sekarang kan kalian sudah bersama. Belajar ikhlas sama sabar ya, Gan..."

RHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang