Delapan

16.7K 1.7K 16
                                    

Setelah memastikan kandungan adiknya baik-baik saja dan Clara mau menerima kehadiran anaknya, Carlos melangkah pergi meninggalkan rumah menuju makam kedua orang tuanya.

Tidak cukup jauh memang. Tapi Carlos merasa cukup untuk berjalan kaki ke makam orang tuanya yang berada di pemakaman umum dekat rumah mereka.

Carlos mengetuk nisan ayahnya dan kemudian menatap dengan kosong. "Pa. Papa juga bakalan ngelakuin hal yang sama, kan?"

Tidak ada jawaban. Hanya semilir angin yang cukup sejuk menjawab pertanyaan Carlos.

"Semoga keputusan Carlos bener, Pa. Carlos gak mau kejadian yang sama terulang sama Clara. Cukup sekali. Dan ngebuat Papa sama Mama pergi..." Carlos tersenyum dan kemudian mengusap kedua nisan yang berada di dekatnya, "Papa sama Mama jangan khawatir. Carlos jagain Clara. Carlos cari cowok itu..."

...

Perempuan itu termenung. Kemarin dia sudah mengundurkan diri karena dokternya menyarankan untuk istirahat karena kandungannya masih muda. Dan bekerja dengan sepatu hak tinggi dan berdiri cukup lama itu tidak dianjurkan.

Sehingga siang itu Uta datang dengan seblak dan beberapa kue pukis untuk Clara yang sedang mengidam.

"Kakak lo yang bilang begitu?" Tanya Uta ketika Clara sudah selesai menceritakan bagaimana akhirnya dia tidak jadi menggugurkan kandungannya, "Carlos tuh gentleman banget"

"Emang. Abang gue" kata Clara sambil menikmati potongan terakhir pukisnya, "Terus gue kan udah berhenti kerja. Enaknya gue ngapain ya?"

"Ya, buka catering kali. Cocok kan kalo lo, doyan masak makanan enak. Catering harian aja. Nanti gue promo sama bantu anter-anter" kata Uta kemudian meneguk es tehnya, "Carlos kemana?"

Clara mengedikkan bahunya, "Doski lagi magang. Pulangnya malem. Makanya gue kesepian dan gak tau mau ngapain"

"Gile. Sibuk banget kayaknya kakak lo"

Clara mengangguk setuju, "Gue udah liat tuh kerjaan Carlos. Gue kan ikutan nimbrung pas ada temen-temennya yang ganteng itu. Beuh. Berat coy. Gue gak paham deh tuh sama itu rumus perkalian tambah kurang bagi. Apalagi ada gambar keong gitu. Apalah itu namanya gue gak paham. Kerjaannya too heavy. Sampe gak tidur tuh mereka"

Uta bergidik ngeri. Sebagai sarjana ekonomi, kelas pekerjaan itu tidak sebanding dengan mereka. Sudah jelas kalau anak teknik itu berat. Makanya mereka lulus bertahun-tahun lamanya. "Gils. Keren sih, tapi gue bisa jamin dari badan kakak lo yang gak terawat itu kalo kerjaannya menyita waktu"

"Iyah. Gue sampe gak nyangka kalo mereka ngitungin gema suara gitu. Keren sih, cuma gue gak nyangka kalo misalnya bikin desain itu sampe gak tidur dua hari"

"Ewh, what?" Uta memelototkan matanya, "Enough deh. Kasihan juga gue denger kakak lo lama-lama. Pantesan aja dia jomblo seksi gitu. Ada kabar dari Eri soal cowoknya?"

Clara menggelengkan kepalanya kemudian berkata dengan pelan, "Gue lagi mencoba menerima nih. Kata Carlos gue harus bahagia karena sekarang anggota keluarga kita nambah satu. Tapi gue kasian sama Carlos, Ta"

Uta memandang penuh iba. Pria itu juga turut merasakan bagaimana sedihnya Clara mengenai kakaknya yang berbesar hati mau merawat Clara bahkan membantu hingga persalinan nanti. "Yang sabar. Lo buka franchise aja kalo emang kasian sama Carlos. Lumayan kok"

"Ish. Gue lagi serius juga..." gerutu Clara, dia memainkan ujung sendoknya kemudian berkata kepada Uta, "Apa Carlos merasa bersalah ya?"

"Hah? Carlos kenapa?"

Clara menggelengkan kepalanya. Dia tidak mungkin menceritakan rahasia besar Carlos kepada sembarang orang. Walaupun sudah kategori sahabat, Uta ini lumayan tidak tahu banyak tentang rahasia keluarganya.

"Gue mau temenin lo sampe malem deh. Gue kan tadi alesan bilang kalo gue mau anter gaji lo"

"Hah? Gue dapet gaji?" Kemudian Clara menerima amplop dari Uta dan terlihat sangat sumringah, "Waaaah"

"Iya. Dapet. Lumayan, kan? Buat tambahan susu ponakan gue. Btw, sehat kan lo?"

"Iya..." Clara menyimpan amplop itu di pangkuannya, "Cuma katanya gak boleh stres aja"

"Bagus. Lo mau cobain bikin catering gak?"

...

Carlos pulang dengan membawa martabak pesanan Clara yang dia rasa adalah petunjuk siapa ayah bayi ini. Karena Clara sangat anti dengan makanan berminyak tapi bisa-bisanya anak itu mengidam martabak telor dengan extra telur dan juga mozzarella yang banyak. Bahkan Carlos diminta membeli porsi spesial.

Salah satu sahabatnya kemudian ikut menatap Clara dengan tatapan jijik. "Ra, lo kok banyak maunya akhir-akhir ini"

"Ih. Apaan sih kak Moreno. Bau banget, belom mandi ya?"

Carlos melirik menatap Moreno dan kemudian menyelidiki sahabatnya dari atas sampai bawah lalu mengendus sahabatnya. "Wangi aja kok, Ra"

"Idih. Bau busuk gitu"

Ucapan Clara sontak membuat Moreno mengendus ketiaknya sendiri untuk memastikan

"Ren, lo gak ke Bali dalam waktu tiga bulan kemaren kan?" Tanya Carlos untuk memastikan firasatnya

"Loh, peak. Lo tau sendiri kalo gue itu ngerjain project ke singapur. Aneh-aneh aja, lo. Emang kenapa sih?"

Carlos menggelengkan kepalanya. Sudah tiga bulan ini dia ikut mencari. Tapi akhirnya menyerah. Clara bilang padanya sudah, biarkan saja. Tapi dia tidak tenang. Kondisi adiknya juga masih dia sembunyikan dari sahabatnya. Dia tidak mau Clara minder dengan keadaannya dan membuat Clara sakit kepala

"Anyway, kak. Clara pengen buka catering. Boleh ya?"

"Hm..." Carlos langsung menopangkan dagunya pada tangannya, ini bukan ngidam lain yang harus dia turuti kan?

Moreno memandang dengan tatapan bingung. Clara itu cantik, dan pintar. Lamar kerja dimanapun pasti akan diterima. Tapi anak itu malah santai dirumah menikmati uang hasil panen kos-kosan dan juga gaji kakaknya dan uang pensiun kedua orang tuanya. Yang benar saja.

"Kerja aelah. Lu pasti keterima di bank kenamaan..." kata Moreno

Clara menghela nafas, "Yah, kalo gak kontrak dua tahun gak boleh marrried gue juga mau"

Moreno mengerutkan alisnya kemudian bertanya kembali dengan bingung. "Yah, coba aja. Diet dulu gak apa-apa. Lo gendutan loh, Ra"

"Kak Moreno nih perhatian amat sih" komentar Clara kemudian cengengesan dan nyengir tidak henti ketika Moreno memperhatikannya dari ujung kaki sampai kepala

RHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang