I'll Miss You

2.8K 103 3
                                    


"Bersyukur adalah suatu bentuk terima kasih pada Allah atas segala kenikmatan yang diberikan."

Suasana di kampus hari ini rasa nya seperti dikelilingi bunga sakura. Merah muda menjadi latar untuk hari ini. Setiap kali aku berjalan ada saja sepasang kekasih yang sedang menghabiskan waktu berdua. Seperti belajar bersama atau pun sekedar bercengkerama dan bercanda. Aku hanya tersenyum simpul melihat mereka.

"Kak Abram, andai Kakak ada disini. Aku kangen." Aku bergumam dalam hati. Mungkin jika Kak Abram ada disini, aku seperti mereka, menghabiskan waktu berdua, belajar bersama. Aaaa.....kenapa sih aku kangenan terus.

"Aila....dek!" aku menoleh dan melihat Kak Wina melambaikan tangan, ia tersenyum sambil berlari ke arah ku. Senyum ku mengembang membalas senyumannya.

"Hai, Kak. Tumben pagi banget."

"Iya nih, ada kuliah pagi. Kamu berangkat sama siapa tadi?" kami berjalan beriringan sambil mengobrol. Kak Wina adalah kakak tingkatku di SMA. Ia berada di Fakultas MIPA dengan konsentrat kimia.

"Naik kendaraan umum. Kakak diantar Bang Arzi ya?" Kak Wina hanya tersenyum. Yang sudah jelas aku tahu jawabannya, bahwa tebakan ku benar.

"Gak dianter Abram? Iya hehe, seperti biasa."

"Enggak, Kak Abram gak sempet antar aku, lagi pula dia juga kan sudah koas jadi sibuk banget. Enak ya, Bang Arzi selalu ada waktu buat Kakak."

"Yaelah, sabar ya dek. Resiko pacaran dengan lelaki mu ya gitu. Jangan galau gitu ah adek Kakak, baperan aja. Sabar aja ya, kalau punya pacar calon dokter." Kak Wina merangkul pundakku kemudian tertawa.

"Aku gak galau loh, Kakak. Aku kadang cuma pengen aja kayak hubungan Kakak dan Bang Arzi atau pun pasangan yang lainnya."

Kak Wina memberhentikan langkah kaki nya dan menghembuskan nafas.

"Dek, dengerin Kakak ya, gak usah liat orang lain. Setiap pasangan memiliki cara kebahagiannya masing-masing, takdir masing-masing. Kunci bahagia itu bersyukur. Gak semua orang bisa di posisi kamu."

"Ya iya sih Kak, tapi aku kadang sedih aja."

"Kamu ini ya, harusnya kamu bersyukur. Jangan mudah ngeluh dan nuntut ini itu. Menuntut sewajarnya saja, mengerti posisi dia. Perjalanan kalian masih panjang, yang terpenting adalah saling percaya dan setia, terutama harus saling jujur."

Tutur kata yang keluar dari Kak Wina membuat hatiku menghangat dan berfikir. Ia benar-benar sosok Kakak yang memiliki sejuta kata ampuh untuk menenangkan hatiku.

"Makasih ya Kak, rasanya aku jadi bersemangat lagi dan harus banyak bersyukur. Aku beruntung deh punya Kakak." Aku tersenyum kemudian memeluk Kak Wina.

"Ugh, mulai lebay nya keluar. Main peluk-peluk aja, nanti dikira orang suka sesama jenis lagi."

"Ih kakak, apa sih gitu banget sama adeknya." Aku melepaskan pelukan ku dan cemberut.

"Gitu aja ngambek, sayang....sayang.....sini-sini kakak peluk lagi." Kak Wina bicara seperti sedang merayu anak kecil yang sedang ngambek.

"Kakak...! Ih malu tauk, apaan sih." Aku hanya tertawa

"Ya lagian kamu." Kak Wina pun ikut tertawa.

Kami berdua pun terus berjalan sampai di pertigaan kami berpisah karena fakultas kami berbeda. Aku ke arah kanan dan Kak Wina ke arah kiri.

"Dah, Kakak. Aku duluan ya." aku melambaikan tangan.

"Dah, juga."

***

The Greatest HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang