It's Hurt but I Can

2.4K 104 3
                                    


Seiring berjalan nya waktu aku mulai menerima tentang aku dan Kak Abram yang sudah tidak memiliki hubungan. Hubungan ku dengan Kak Ardan dan dokter Assyraf semakin dekat saja. Dan saat ini aku sedang dinas di Rumah Sakit Pusat. Dokter Assyraf pun ternyata bekerja disana. Dan hari ini adalah hari pertama aku dinas. Aku dinas di ruang VK, ada kebahagiaan tersendiri melihat bayi-bayi baru terlahir ke dunia.

Aku keluar dari ruang VK untuk membeli makanan karena waktu istirahat. Aku terkejut, ketika melihat Kak Abram. Aku baru ingat bahwa Kak Abram pun koas di rumah sakit ini.

"Bram." seorang wanita memanggil Kak Abram dengan menggunakan jas snelli. Aku rasa itu teman koas Kak Abram juga. Hmm, tapi aku tak seberapa kenal dengan anak-anak kedokteran di kampus ku. Cantik, memiliki tubuh yang bagus dan senyum nya begitu memukau. Aku tersenyum tipis melihat mereka.

"Iya? Ada apa, Nad?"

"Makan siang yuk, laper." wanita itu merangkul lengan Kak Abram.

"Ya, gue naro berkas dulu di ruangan. Tunggu aja di kantin."

"Oke."

Wanita itu pun pergi ke kantin. Aku membalikkan tubuh ku dan segera pergi agar tidak dilihat Kak Abram. Fikiran ku mulai kacau, mungkinkah karena wanita itu Kak Abram melepasku? Dada ku sesak dan hampir mengeluarkan air mata. Terlebih melihat wanita itu tadi merangkul lengan Kak Abram, seakan-akan Kak Abram adalah milik nya.

Seseorang memanggilku. "Aila." Aku tahu benar pemilik suara itu. Aku tetap berjalan tanpa menggubrisnya.

"Aila, tunggu." Kak Abram memegang tanganku sehingga langkah ku terhenti. Aku segera melepaskan nya, karena suasana rumah sakit begitu ramai. Bagaimana jika ada yang melihat dan salah paham?

"Iya, ada apa Kak? Kakak membutuhkan bantuan saya?"

"Kamu kenapa kayak orang gak kenal gitu?"

Aku menyipitkan mata dan mengernyitkan dahi. Dia bilang seperti orang yang tidak saling mengenal? Aku kan hanya bersikap professional, bagaimana pun ini rumah sakit dan memiliki aturan. Seharus nya Kak Abram tahu itu.

"Maaf Kak. Kita professional saja disini, lagi pula Kakak juga harus jaga perasaan pacar Kakak. Aku udah bukan siapa-siapa Kakak lagi." Aku tersenyum pada nya dengan kegetiran, namun tak ku perlihatkan getir itu.

"Pacar Kakak? Siapa? Kamu marah?"

"Ya wanita yang tadi, yang merangkul lengan kakak, enggak, ngapain coba aku marah."

"Kamu salah paham."

"Mau salah paham atau enggak, inti nya aku udah gak ada urusan dan hubungan yang lebih kan sama Kakak. Jadi, tidak usah diperdebatkan. Permisi."

Aku pun beranjak pergi meninggalkan Kak Abram. Aku sakit melihat wajah nya, karena menyadari tentang kami yang sudah tidak memiliki hubungan. Aku menarik nafas dalam-dalam dan melangkahkan kaki menuju kantin, untuk mengisi perutku yang tidak makan sejak pagi. Aku duduk sendiri di meja ujung. Lagi-lagi aku melihat Kak Abram dengan wanita itu. Tawa Kak Abram begitu lepas, dada ku sesak sekali. Aku jadi tidak nafsu makan dan bodohnya justru aku memperhatikan mereka. Wanita itu menghapus bekas makanan di bibir Kak Abram. Mata ku mulai berkaca-kaca, itu kebiasaan ku saat makan dengan Kak Abram. Kakak kenapa jahat? Aku menangisi diriku sendiri, apa yang ku lihat benar-benar menyudutkanku pada luka yang mendalam. Air mata ku mengalir begitu saja, aku gak kuat. Aku segera pergi dan menghapus air mata ku. Dan saat keluar kantin aku berpapasan dengan dokter Assyraf. Aku hanya menunduk.

"Aila kamu kenapa? kamu nangis?"

"Tidak, dok. Permisi." Aku tersenyum.

"Pribadi yang baik sangat sulit ditemui untuk sekarang ini, namun saya percaya ada satu dari seratus wanita. Semoga saya segera menemukannya."

The Greatest HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang