Mencium aroma laut dan pasir secara bersamaan, mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Mata memejam dengan mencoba melepas semua sesak yang ada. Mendengar dan mengingat nama Abram membuatku ingin mengeluarkan bulir air mata. Rasa nya kekecewaan itu semakin menjalar di tubuh ku. Laki-laki yang menurutku terbaik namun melepaskan ku begitu saja.
Nada dering telepon mengusik ku sejak tadi. Panggilan video call dari Kak Assyraf. Saat diluar aku memanggil nya dengan sebutan Kakak karena ia yang meminta, kecuali saat dirumah sakit dan kampus aku memanggilnya dokter. Aku menggeser ikon hijau untuk menjawab. Ia tersenyum sempurna.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." ucapku tersenyum membalas senyumannya.
"Kamu dimana Aila?"
"Aku lagi di pantai, ada apa Kak?"
"Sendiri? Kamu abis nangis?"
Aku mencoba member senyuman terbaik "Iya sendiri, enggak kok."
"Serius? Jangan lama-lama, gak baik angin laut."
"Iya aku serius, karena debu pasir yang dibawa angin aja jadi mata ku kayak orang abis nangis." Aku mengembangkan senyum dan menyengir kuda "Siap Boss." lanjutku.
Terkadang aku merasa risih dengan kebaikan Kak Assyraf. Karena membuat semua orang melihat ku sinis meskipun beberapa tidak demikian. Aku ingat sekali seseorang membicarakanku, aku tak sengaja mendengar saat hendak memasuki kelas.
"Ya iyalah siapa yang gak mau sama dokter. Gua yakin si Aila itu ngerayu dokter Assyraf, kalau gak gitu mana mungkin mau dokter Assyraf sama dia."
"Emang ya si Aila itu baru putus dari Kak Abram, sekarang deket sama dokter Assyraf. Perempuan pemburu dokter."
"Memang udah nasib nya Aila kali di deketin dokter."
"Ih apasih lo, mana ada, pasti Aila tuh yang pakai jurus apa gitu."
Semua nada benci dan tidak suka terngiang jelas di telinga dan kepala ku. Ingin aku marah, namun aku redam karena aku tidak mau terlihat rendahan dengan meladeni omongan kotor mereka.
Mereka saja yang tidak tahu apa-apa. Aku mengenal Kak Abram sejak aku duduk di bangku SMA meskipun dulu hanya tahu tetapi tidak saling mengenal. Dan Kak Assyraf aku mengenalnya saat menemani Kak Abram dalam acara fakultas nya. Jadi, aku tidak pernah modus atau apa pun pada Kak Abram maupun Kak Assyraf. Mereka bilang "Perempuan Pemburu Dokter"? Hah...lalu mereka apa? Kentara jelas bila mereka yang sangat ingin dekat bahkan berpacaran dengan Kak Abram atau Kak Assyraf.
"Aila...kenapa diam saja?"
"Ah, tidak Kak." Aku baru sadar jika aku terlalu hanyut dalam lintas kenang buruk itu.
"Ya udah Kak, aku tutup ya. Ini mau pulang."
"Mau di jemput?"
"Tidak usah, ya udah ya, dah..." aku menggeser ikon merah dan memasukkan smartphoneku ke dalam tas. Hmmm....semoga ada kejutan kebahagiaan di balik semua ini.
"Karena seorang pria hebat pasti akan memilih gadis yang berbeda dan tidak biasa untuk menjadi pendamping nya. Tentu lah gadis itu pun sosok wanita hebat."
(Aila Naras Dimantoro)
"Diiin......Riiinn....." aku mengirim pesan di grup persahabatan ku.
"Iya Ai, kenapa?"
"Aku kangen sama Kak Abram, aku pengen nangis tiap inget dia." dengan emoticon dan stiker menangis,memenuhi percakapan grup.
"Udah dong, kapan kamu move on nya? Apa perlu aku cariin buat kamu? Biar kamu lupa." Karin menambahkan stiker laugh.
"Iya nih, aku udah bilang kan sama kamu fokus aja sama perkuliahan kamu. Kenapa mikirin Kak Abram terus?"
"Ya aku gak tahu, mau bagaimana lagi? Aku sayang banget sama Kak Abram."
"Aila...Aila. Ini susahnya kamu, kalau udah pacaran terus putus lama banget move on nya. Mau ada cowok yang deketin juga di anggurin."
"Nah itu kamu tahu Riin. Aku harus gimana? Aku gak mau sedih terus kayak gini. Cuma kalian yang bisa ngertiin aku. Gak ada satu pun teman kampus aku yang bisa aku percaya. Kalian tahu aku susah percaya sama orang." Air mata ku mengalir begitu saja saat mengetik balasan.
"Aku tuh kasian sama kamu nya kalau kayak gini. Jadi nya ngebatin. Dan itu gak baik buat kamu."
"Nanti akhir April aku pulang, kamu pulang juga gak? Nanti kamu cerita semua kegelisahan dan kegalauan kamu ya. Jangan nangis lagi."
"Iya makasih ya Rin, makasih juga Din, aku sayang kalian."
"Iya Ai, pokok nya gak boleh galau lagi."
***
Waktu berlalu begitu cepat tanpa terasa hampir lima bulan aku sudah tidak bersama Aila. Aku selalu berusaha untuk tidak menghubunginya meskipun aku ingin. Sekarang ia terlihat semakin cantik dan bijaksana. Ia terlihat bersahaja dengan senyum nya yang penuh ketulusan. Aku terkadang rindu dengan sikap manja dan kekanakannya. Ia gadis yang baik meskipun aku sudah memutuskannya ia tetap seperti dulu padaku.
Aku ingin mengajak nya kembali namun tak mau dalam ikatan yang tak direstui Tuhan. Jika pun aku hendak melamar, aku harus menunggu dua tahun lagi sampai dia lulus. Tapi, aku khawatir bila dalam rentang waktu itu ia menemukan pria lain.
"Bro, ngelamun aja." Fadli menepuk pundak ku.
"Siapa yang ngelamun? Gua lagi liat pemandangan."
"Udah deh gak usah ngeles. Gua tahu banget lo kalau lagi mikirin sesuatu. Kenapa? mikirin Aila?"
"Iya-iya. Ya gitu lah, gua ngerasa baru kali ini ada yang sayang dengan tulus sama gua padahal gua udah mutusin dia. Sikap nya bener-bener buat gua jatuh hati tapi gua gak bisa ngajak dia balikan. Kalau pun harus ngelamar dia, Aila masih kuliah. Gua juga sih, kan gua masih koas."
"Ya kalau gitu lo berdo'a aja sama Tuhan, semoga Aila jodoh lo."
"Apa gua harus nyebut nama dia dalam setiap do'a gua?"
"Iya lah, kalau lo mau dia jadi jodoh lo. Perkara dia beneran jodoh lo atau enggak nantinya, itu pasti udah rencana Tuhan yang terbaik."
"Omongan lo ada benarnya juga."
"Omongan gua emang selalu benar kali. Ya udah gua balik ke ruangan gua dulu."
Fadli pun meninggalkan Abram yang sedang bimbang dengan hati nya saat ini. Sahabatnya itu kini sedang dilema. Terkadang Fadli heran dengan sikap sahabatnya. Fadli hanya berharap sahabatnya itu akan segera menemukan kebahagiaan nya kembali.
"Kebahagiaan sejati takkan mudah untuk diraih. Karena nya ujian adalah enghias untuk menghargai setiap kebahagiaan yang hadir."
(Abram Mahendra Al-Fatih)
.
.
.
.
Gimana nih komentar kalian untuk Kak Abram?
Jangan lupa tinggalkan pendapatkan kalian dikolom komentar ya.... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Husband
عاطفيةSaat pertama kali Abram menatap Aila dengan mencuri-curi kesempatan. Saat Abram mencoba menghidupkan suasana dan renyah tawa untuk mendekati Aila. Di suatu tempat yang akhirnya menjadi tempat favourite untuk mereka. Akan kah mereka terus menyatu dan...