When I Remember You

2.1K 104 7
                                    


Kerinduan yang mengakar kian hari kian kuat. Aku semakin merindukan sosok nya, membayangkan sosok nya hadir di sini, menemani ku, berbagi tawa dan cerita bersama. Aku seakan merindu dengan sendiri nya tanpa ia membalas, aku tersenyum getir mengingat kebersamaan yang lalu. Terasa begitu manis dan indah. Namun kini semua nya terasa semu. Aku menemukan diri nya bukan lah diri nya yang dulu. Aku tak mengetahui alasan pasti mengapa ia begitu tidak perduli nya dengan ku lagi. Apakah perasaan itu benar-benar sudah hilang dari hati nya? Apa kah hanya aku yang masih mengharapkan sosok nya namun ia tidak terhadapku?

Aku menatap diri ku di kaca. Apakah aku begitu menyedihkan? Aku kehilangan senyum dan tawa setiap kali kembali merasa sepi. Diri nya yang biasa hadir kini tak bisa ku rasakan lagi. Tangan ku selalu saja menuju nama nya. Ingin ku mengetikkan kata sesuatu yang bisa menimbulkan percakapan di antara kami. Tanpa berfikir lama, aku mengirim pesan pada nya dengan menanyai pelajaran.

"Kak, tahu tidak nama penyakit yang ku kirimkan foto nya barusan?"

Setelah itu aku meletakkan apple ku dan menunggu balasan dari nya. Aku tertidur pulas karena kelelahan. Tanpa terasa aku sudah tidur sekitar tiga jam. Ku lihat smartphone ku. Hanya dibaca oleh Kak Abram dan tak dibalas. Aku tersenyum kecut. Namun aku sungguh masih penasaran. Aku bercerita pada nya mengenai hari ini tentang kegiatan ku di kampus. Dan lagi-lagi ia hanya membaca nya tanpa membalas. Mengapa ada sesak di sana? Mata ku sudah berkaca-kaca dan air mata sudah memenuhi pelupuk mata. Dan ku biarkan air mata ku terjatuh.

Saat sedang menangis, apple ku berbunyi. Ada sebuah panggilan video call dari dokter Assyraf. Aku menyeka air mata dan menarik nafas. Aku berniat tidak mengangkat namun apple itu terus berbunyi. Kemudian ku angkat saja. Terlihat wajah dokter Assyraf tersenyum menggunakan jas snelli nya dan stetoskop yang melingkar di leher nya. Ia seperti nya berada di ruang kerja nya. Aku tersenyum.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam kak."

"Kamu lagi apa? Mata nya sembab? Menangis?"

"Eh? Enggak kak, baru bangun tidur."

"Kamu abis nangis?"

"Enggak kak."

"Jangan bohong sama kakak, habis nangis kan?"

"Iya kak." akhirnya aku menyerah untuk menutupi sisa tangisanku.

Dokter Assyraf menarik nafas. "Karena Abram?"

Aku hanya mengangguk. "Ada apa dengan nya? Kamu masih memiliki perasaan dengan nya?"

Bukan nya menjawab aku justru tak mampu menampung air mata.

"Aila, dengarkan saya. Jika dia sayang dengan mu dia tidak mungkin mengabaikan mu. Kalau pun dengan mengabaikan mu adalah cara melupakan mu, itu artinya ia masih mengelak dengan perasaan nya sendiri. Ia ingin menghindar."

"Iya kak, aku tahu seharusnya aku tidak usah lagi berharap dengan nya."

"You're so beautiful, you're smart and good girl. You're princess. Jangan menangis lagi. Percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang jauh lebih baik jika bukan dia."

"Tapi sulit kak, aku masih belum bisa melepas semua nya."

"You can do it. Kamu harus percaya dan memulai, perlahan-lahan. Jangan menangis lagi ya?"

Aku tersenyum kemudian mengangguk.

"Besok weekend temani kakak mengisi seminar di luar kota ya?"

"Aku? Tapi kak kenapa harus aku? Dengan siapa saja?"

"Dari pada kamu di rumah hanya menangis lebih baik ikut kakak dan disana kamu dapat pengalaman juga ilmu. Kamu mau?"

"Ehmmm."

"Oke ya? Kita pergi bersama dokter Arif dan dokter Jimmy spesialis obgyn."

"Memang tidak apa-apa kak aku ikut?"

"Iya tidak apa-apa, kakak yang mengajak kamu. Nanti kita jalan-jalan."

"Jalan-jalan kemana?"

"Ada deh, rahasia."

"Ih dasar, rahasia-rahasia an."

"Gak papa biar surprise. Ya sudah kakak mau lanjut kerja ya sebentar lagi ada operasi."

"Oke kak, semangat ya." Aku tersenyum.

"Yes my princess." Kak Assyraf tersenyum sangat manis dan mengakhiri video call.

Terkadang aku merasa aneh hubungan ku dengan dokter Assyraf. Lucu? Aneh? Mengapa kami tiba-tiba menjadi dekat? Tidak memiliki hubungan tetapi seperti memiliki hubungan.

"Penyesalan hadir karena ketidaksabaran seseorang untuk menunggu sesuatu yang terbaik. Terkadang menunggu itu perlu namun pastikan menunggu mu adalah untuk sesuatu yang lebih baik."

(dr. Muhammad Assyraf Perwira, Sp.OG)

The Greatest HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang