"Bersabarlah. Hanya dengan bersabar hati menjadi lapang. Kelak bahagiamu akan menyapa ramah dan membuatmu tersenyum."
Terik mentari terasa menyengat kulit. Suasana jalanan cukup padat. Mata ku sesekali melirik ke kanan saat berkendara. "Dimana butik yang ku cari?" batin ku. Aku mengendarai motor dengan sedikit lamban. Tanpa sadar aku melewati pos penjagaan polisi. "SubhanAllah, ini sih aku kelewatan kalau sampai sini."
Tiba-tiba polisi memberhentikan motor ku. Dengan penuh kesal aku mengerem mendadak. "Hati-hati, awas ada motor. Kemari, minggir kemari." ucap polisi yang seperti nya masih muda. Kemudian aku menstandarkan motorku dan turun. Sosok polisi yang terlihat seperti bapak-bapak menghampiri.
"Bawa surat-surat nya? STNK? KTP?"
"Bawa, pak." Aku mengeluarkan STNK dan KTP dari dalam tas.
"Kalau SIM?"
"Maaf pak, belum punya."
"Oke, kalau gitu motor nya saya tahan, adek boleh mengambil motornya saat sidang tanggal 11. Jadi nanti ikuti proses nya."
"Harus sidang ya pak?"
"Loh ya iya, kan mengikuti peraturan."
"Selain cara itu pak? Saya tanggal segitu dinas pak."
"Kamu dokter?" ucap salah seorang polisi yang masih muda. Aku hanya diam. Rasa nya kesal sekali.
"Kamu masih kuliah?"
"Iya Pak. Tolong pak, karena saya anak kosan dan saya mau dinas."
"Ya sudah sini-sini saya bantu." Aku mengikuti bapak polisi tersebut menuju pos polisi.
"Kalau adek gakmau melalui sidang, adek tetap bayar denda sesuai dengan saat sidang. Senilai Rp. 150.000,00."
"MasyaAllah Pak, gak bisa nego? Saya masih kuliah Pak."
"Ya terserah, mau denda disini atau sidang."
"AllahuAkbar Pak, saya gak ada uang segitu pak." Mata ku mulai berkaca-kaca.
"Sudah tidak usah menangis. Suara saya memang seperti ini. Ya terserah adek mau nya gimana."
Air mata ku menetes sudah. Allahu Rabbi bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Sementara uang ku hanya tinggal Rp.30.000,00.
"Ada apa ini, pak?" suara baritone yang khas tersebut membuat ku teringat seseorang. Tetapi apa mungkin? Ketika aku menengok ke arah sumber suara,"Allahu Rabbi" batinku.
"Kak Assyraf?"
"Saudara ini siapa?" ucap bapak polisi tersebut. Sementara di sisi lain, ketiga polisi yang masih muda sesekali melirik ke arah kami.
"Saya calon suami nya. Ada apa ya Pak dengan calon istri saya?"
"MasyaAllah, ini orang enteng banget ngomong nya." batin ku.
"Oh, saudara calon suami nya. Jadi begini, calon istri saudara sudah melanggar peraturan karena tidak memiliki SIM."
"Ya sudah, Pak. Kalau begitu ambil saja jalur hukum, melalui persidangan."
"Kak?!" protesku pada Dokter Assyraf.
"Ya sudah kalau begitu, saya tulis dulu surat tilang nya kemudian nanti persidangan nya diadakan di tanggal 11."
"Oke, Baik. Terima kasih Pak." Kak Assyraf berjabat tangan dengan bapak polisi tersebut.
"Ayo." ucap Kak Assyraf menuntun ku menuju mobil nya. Ia tidak menyentuh atau pun menggenggam tangan ku. Iya,karena kami belum menjadi mahram. Ia sangat menjaga kehormatan seorang perempuan.
Setelah masuk mobil nya,aku mengomel pada Kak Assyraf. "Kakak apa-apaan sih, kenapa gak bantuin aku dengan ngasih uang aja disana. Kalau gak ada motor aku jadi susah kemana-mana. Naik gojek kan bayar." keluh ku.
"Aila, kamu itu belum punya SIM. Kalau mau pergi kamu hubungi Kakak aja."
"Apaan sih, ya aku gak mau. Belum juga nikah, udah mau bawa anak orang kemana-mana." jawab ku ketus.
"Astaghfirullah ini anak. Oh, jadi kamu pengen cepet dinikahin nih ceritanya?" Kak Assyraf menaikkan alis nya sambil tersenyum menggoda.
"Ih apaan sih kak! Dosa tau dosa, goda-goda in gitu."
"Ya kamu, kayak udah gak sabar pengen dinikahin."
"Apaan sih, pokok nya aku sebel sama Kakak. Ih, kesel?!"
"Ya udah Maaf atuh neng geulis."
"Hmmm."
Aku menoleh ke arah jendela,sementara Kak Assyraf terus menggoda dan meminta maaf pada ku. Ingin rasa nya aku tertawa karena lelucon nya selama perjalanan tapi aku masih kesal dengan nya. Entah lah,mengapa juga aku jadi bisa seperti ini dengan nya. Kini aku merasa lebih bebas berekspresi di hadapan nya. "Allah, apakah dia obat untuk pengganti Kak Abram?" air mata ku menetes tanpa sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Husband
RomansSaat pertama kali Abram menatap Aila dengan mencuri-curi kesempatan. Saat Abram mencoba menghidupkan suasana dan renyah tawa untuk mendekati Aila. Di suatu tempat yang akhirnya menjadi tempat favourite untuk mereka. Akan kah mereka terus menyatu dan...