Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Tenggorokkan ku terasa panas dan badan ku lemas. Kepala ku sedikit pusing saat bangun, aku memeriksa kening ku dengan punggung tangan ku. Rasa nya panas. Aku mengambil segelas air putih dan roti yang ku beli kemarin. Hanya sekali gigit, aku tak berselera untuk makan. Aku memakan roti hanya untuk mengganjal perut karena ingin meminum obat. Sebenar nya aku benci sekali dengan obat meskipun aku sekolah di jurusan kesehatan. Aku bersyukur selalu disiapkan obat oleh Bunda sebagai pertolongan pertama saat sedang seperti ini. Seperti ini lah bila menjadi anak kos dan jauh dari rumah, harus mandiri. Aku memutuskan untuk tidak mandi, hanya membasuh muka dan sikat gigi.
Aku tidak bisa izin karena pasti merepotkan sekali harus meminta surat keterangan dokter. Selama sakit ku tak begitu parah, aku memaksakan diri untuk berangkat kuliah. Smartphone ku berbunyi, sebuah panggilan video dari Kak Ardan.
"Hai, pagi." senyum Kak Ardan begitu manis, ia sangat tampan dengan kemeja dan jas yang dipakai nya. Aku tersenyum simpul. "Salam dulu, Kak."
"Oh iya lupa. Assalamu'alaikum cantik."
"Wa'alaikumussalam" jawabku dengan pelan.
"Kamu sakit,Ai? Kenapa pucat sekali?" Aku menggeleng.
"Tidak kak, ini biasa kok. Karena kelelahan saja mungkin."
"Ke dokter ya? pasti karena kehujanan semalam. Tunggu di situ, kakak jemput." Belum sempat aku menjawab ia sudah mematikan video call nya. Kak Ardan selalu saja berlebihan dan memutuskan secara sepihak padahal aku belum menjawab. Aku bisa melihat ekspresi khawatir nya tadi.
Sampai di dalam mobil Kak Ardan, ia tak berhenti bertanya keadaan ku dan memaksa ku untuk ke dokter. Aku bahkan lelah untuk menjawab pertanyaan Kak Ardan yang berulang-ulang.
"Tidak usah kak, nanti juga sembuh. Aku ada kuliah sebentar lagi, nanti telat. Lagi pula kakak juga harus ke kantor kan?"
"Kamu ini keras kepala sekali, ya sudah kakak antar ke kampus."
"Memang nanti kakak tidak telat? Ini sudah jam delapan kurang. Kakak masuk jam 20.00 WIB kan? Nanti kakak dimarahin bos kakak loh."
Kak Ardan hanya tertawa. Memang nya ada yang salah dengan ucapan ku? Aku menatap Kak Ardan bingung. Kak Ardan tersenyum dan mengelus puncak kepala ku.
"Enggak, tenang aja. Yang penting kamu sampai di kampus gak telat."
"Kalau kakak di pecat atau diberi peringatan jangan salahin aku loh ya."
"Iya-iya tenang aja." Kak Ardan tertawa dan aku hanya tersenyum. Aku melihat ke luar jendela. Saat melihat cafe coffee aku jadi teringat semalam. Dada ku terasa sesak saat mengingat kejadian semalam dan air mata ku rasa nya sudah memenuhi pelupuk mata. Hanya siap untuk terjatuh jika aku mengerjapkan mata.
***
Kamu lucu Ai, dengan sikap kekanakan mu yang selalu membuat ku rindu. Meskipun sikap mu kekanakan tapi cara berfikir mu dewasa. Kamu wanita yang cerdas dan bijaksana. Setelah beberapa bulan tidak bertemu, aku jadi merindukan mu. Malam itu aku tidak tahu apa yang membuat mu menangis. Rasa nya seperti ada yang disembunyikan dan itu membuat ku penasaran.
Pagi ini wajah mu terlihat pucat, namun tidak mengurangi kadar kecantikan mu. Bagi ku kamu selalu cantik. Aku bahagia ketika melihat mu tersenyum. Dan kamu tersenyum meskipun sempat merasa kesal karena pertanyaan ku yang berulang-ulang.
"Kamu beneran gak papa? Kakak antar ke dokter ya?" ia menarik nafas dalam sambil menutup mata nya. Wajah nya terlihat kesal namun begitu lucu saat sedang demikian.
"Tidak usah kak, nanti juga sembuh. Aku ada kuliah sebentar lagi,nanti telat. Lagi pula kakak juga harus ke kantor kan?"
Aku tahu ia memang keras kepala, sejak pertama kali mengenal nya pun ia memang sulit sekali untuk di luluh kan. Aku hanya tersenyum dengan rasa kekhawatiran nya, takut kalau aku akan terlambat. Sampai saat ini Aila belum tahu bahwa aku anak dari pemilik Ardira Group. Mungkin suatu saat aku akan member tahu nya, tapi tidak untuk saat ini. Aku ingin dekat dengan nya seperti ini. Aku bersyukur karena data pribadi ku tidak di publish. Aku tak ingin banyak yang tahu tentang ku kecuali orang-orang terdekat ku. Aku sangat tidak suka berurusan dengan media.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Husband
RomantizmSaat pertama kali Abram menatap Aila dengan mencuri-curi kesempatan. Saat Abram mencoba menghidupkan suasana dan renyah tawa untuk mendekati Aila. Di suatu tempat yang akhirnya menjadi tempat favourite untuk mereka. Akan kah mereka terus menyatu dan...