Proud to Be

1.9K 119 8
                                    

"Jika cinta, ia akan datang menyapa. Jika rindu, ia akan datang untuk bertemu. Dan jodohku, mungkinkah itu kamu yang bertamu?"

''

''

Suasana gedung aula kampus menjadi padat merayap. Begitu sesak, rasanya membuat sulit bernapas. Rasa bahagia bercampur haru berdesir hingga membuat hati setiap insani merasakan gugup yang teramat. Aku duduk pada barisan paling depan, mata ku berkaca-kaca sejak tadi. Ingin menumpahkan segala rasa yang membuncah dalam dada.

"Deg-deg an gak Ai?" tanya Natasya yang duduk disamping kanan ku.

"Banget."

"Fakultas Kedokteran, dokter Gilang Ramadhan Kurniawan, Program Studi Profesi Dokter dengan IPK 3,90 lama studi 2 tahun 2 bulan."

"Fakultas Kedokteran, Bd. Aila Naras Dimantoro, S.Keb, Program Studi Sarjana Kebidanan dan Profesi Bidan dengan IPK 3,89 ........"

"Fakultas Ilmu Komputer, Herman Ariansyah, S.Kom, Program Studi Teknik Informatika dengan IPK 3, 80..........."

Aku berdiri dibelakang mahasiswa terbaik pertama telah disebutkan dari Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran yakni Kak Gilang, untuk bersalaman dengan rektor. Mengapa Kak Abram menurun? Biasa nya ia selalu menjadi terbaik di tiap semester. Ah, sudahlah. Itu urusan Kak Abram. Mata ku berkaca-kaca karena menjadi terbaik kedua.

"Kepada para Mahasiswa berprestasi akan menerima penghargaan dan sertifikat serta uang tunai senilai Rp. 3.000.000,00. Serta mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ke Strata 2. Selamat kepada para mahasiswa yang telah menjadi mahasiswa terbaik dan berprestasi."

***

Aku memeluk Ayah dan Bunda saat acara wisuda telah usai. Mereka tersenyum bangga padaku saat aku menghampiri mereka ke mobil.

"Selamat ya sayang nya Bunda."

"Makasih Bunda, ini semua berkat do'a Ayah dan Bunda." ucapku tersenyum.

"Selamat ya, ini baru mahasiswi nya Mas sekaligus calon istri Mas." ucap dokter Assyraf yang muncul di hadapanku dengan sebucket bunga dan sebuah handbag ditangannya yang aku tidak tahu apa isinya.

"Selamat ya calon menantu kesayangan Mama." ucap Mama dokter Assyraf yang langsung memelukku.

"Papa bangga, selamat ya sayang. Memang gak salah pilih Assyraf memilihmu." ucap Papa dokter Assyraf terkekeh. Aku pun tersenyum dan tersipu.

"Ini untuk kamu." ucap Mas Assyraf. Kemudian aku mengambil bucket bunga tersebut dari tangannya dan handbag yang rasanya amat berat. Aku melihat isi didalam handbag tersebut. Buku? batinku.

"Mas nih doyan banget ngasih aku buku melulu, tebel banget lagi buku nya." omel ku padanya yang mengundang tawa keluarga ku dan keluarga Mas Assyraf. Iya, dia lagi-lagi memberi ku buku terkait ilmu kedokteran dan kebidanan.

"Biar makin pinter, kan mau lanjut S2." ucap Mas Assyraf enteng.

"Nyebelin ih, bisa-bisa kalau kita nikah nanti, sekeliling rumah penuh dengan buku."

"Ide yang bagus." ucap Mas Assyraf tersenyum.

"Ih Mas, Pa,Ma liat deh tuh Mas Assyraf."

Mereka hanya tertawa "Jangan godain calon istrimu terus dong Raf." ucap Mama Mas Assyraf.

"Haduh, lucu banget kalian ini. Sudah ayo kita langsung berangkat untuk foto bersama." ucap Papa Mas Assyraf.

"Assyraf berangkat berdua Aila ya semobil?" tanya dokter Assyraf.

"Gak boleh, selama kalian masa pingit gak boleh berdua-an. Kamu, Raf. Pergi semobil dengan orang tua dan adik nya Aila. Dan Aila satu mobil dengan Papa dan Mama."

Wajah dokter Assyraf tampak kecewa sementara aku hanya tersenyum melihat wajahnya yang kecewa dan masam. "Ayo Ma, Pa." ajak ku dengan semangat.

***

"Selamat ya, akhirnya wisuda nih." Kak Ardan mengirimi pesan ucapan selamat. Aku tersenyum.

"Terima kasih, Kak." balasku. Aku fikir Kak Ardan akan menjauhi dan membenci ku setelah kejadian seminggu yang lalu. Aku tak pernah berharap untuk menyakiti hati seseorang. Namun hatiku telah dimiliki oleh Mas Assyraf.

"Kakak jatuh hati dengan kamu, mau kah menjadi teman seumur hidup untuk Kakak?" sebuah pertanyaan yang membuatku kaget luar biasa saat itu. Aku tak pernah menyangka bila akhirnya Kak Ardan menyatakan perasaan nya padaku.

"Ma'af Kak, Ai menghargai perasaan Kakak tapi hati Ai sudah dimiliki orang lain. Hati Ai telah diisi orang lain." saat mengucapkan kata-kata itu, aku bisa melihat ekspsresi Kak Ardan yang berubah sendu, datar dan hambar.

"Dengan dosen itu?" tanya Kak Ardan tersenyum. "Kakak sebenarnya sudah tahu, namun Kakak fikir tidak terjadi perasaan apapun dengan kalian berdua."

"Ma'afin Aila, Kak." ucapku lirih.

"Tidak apa, yang terpenting adalah kamu bahagia. Mungkin dia yang bisa menjadi pengganti terbaik Abram untuk kamu." ucap Kak Ardan tersenyum getir. Mata nya sendu. Aku tahu pria itu menahan rasa sakitnya.

"Kalau gitu, Kakak permisi."

Aku hanya menangguk. Aku pun tak bisa bicara banyak. Yang ku lakukan hanya meminta ma'af padanya.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Mama Mas Assyraf yang duduk di depan. Ya, kami masih di dalam mobil dalam perjalanan ke studio foto.

"Engga papa kok Ma." ucap ku tersenyum.

"Jangan sedih gitu dong, harus sabar kalau sedang masa pingit. Tenang saja, Assyraf aman dalam jangkauan Papa." ucap Papa Mas Assyraf tertawa kemudian. Aku hanya tersenyum kemudian tertawa.

***

Abram sibuk berfoto dengan teman-temannya yang hadir dalam acara wisuda. Fadli mendekati Abram dan berbisik "Lu gak nemuin Aila dan ngasih ucapan selamat?"

"Kayaknya gak mungkin." ucap Abram.

"Kenapa?"

"Lu liat aja, dia udah bahagia dengan Mas Assyraf. Gue khawatir kehadiran gue untuk ngasih dia ucapan cuma merusak kebahagiaan dia."

Fadli menghela nafas dengan ucapan sahabatnya itu. "Pantes aja ya Aila gak bersanding dengan lo." Alis Abram berkerut. "Maksud lo?"

"Tanya aja sama diri lo sendiri. Ya udah, gue duluan."

Abram kemudian hanya mengangguk.

"Saya masih mencintaimu. Sama seperti dulu. Kamu wanita pertama yang membuat saya sulit lupa. Semoga kamu bahagia, saya akan merestui untuk setiap kebahagiaanmu."

[dr. Abram Mahendra Al-Fatih]

The Greatest HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang