"Dalam kehidupan akan ada yang datang dan juga pergi, waktu akan terasa cepat berlalu. Sebuah waktu mengajarkan 3 hal yang terasa sulit. Kesabaran, Keikhlasan, dan Tawakal."
Sebuah wabah yang sedang menggemparkan dunia, bahkan sampai di negeri tercinta. Tidak tahu sampai kapan wabah ini akan berakhir. Semua siaran televisi berita tak bosan memberitakan perkembangan terbaru. Setiap hari selalu ada pasien yang dinyatakan meninggal dunia. Bahkan telah banyak tenaga medis yang berguguran.
Tidak terasa kehamilan Aila hanya tinggal menunggu waktu untuk memberikan tanda-tanda persalinan. Aila bisa merasakan kesedihan setiap keluarga yang ditinggalkan oleh anggota keluarganya. Bahkan berita-berita yang tersiar ataupun terdengar sempat membuat Aila menjadi down. Andai ia bisa meminta, ia hanya ingin suami nya ada disampingnya saat ini. Sebulan sudah ia tak bertemu dengan dokter Assyraf. Setiap kali merasa rindu, ia hanya bisa mencium kemeja milik suami nya itu yang tergantung di dalam lemari.
Setiap hari Aila meneteskan air mata nya, ia takut sesuatu hal terjadi pada suami nya yang sedang bertugas di Rumah Sakit. Suami nya itu tak bisa kembali ke rumah karena khawatir dengan kondisi Aila yang sedang hamil.
Apple Aila berdering sebuah notifikasi video call dari "Mas Dokter".
"Assalamu'alaikum." ucap dokter Assyraf. Aila hanya meneteskan air mata nya seraya tersenyum.
"Jangan nangis dong bumil, sabar ya sayang." ucap dokter Assyraf tersenyum.
"Mas lagi istirahat?" tanya Aila dengan suara yang tertahan.
"Iya sayang, do'a in terus ya. Gimana dengan kehamilan kamu? Udah mau bersalin belum?"
Aila menggeleng dan meneteskan air mata kembali. "Mungkin nungguin Mas pulang, dia tahu kalau Papa nya masih dinas di Rumah Sakit."
Mata dokter Assyraf berkaca-kaca dan mencoba untuk tersenyum. Ia tak ingin semakin membuat suasana menjadi sedih. Sejujurnya ia pun ingin mendampingi Aila istrinya dalam proses persalinan nanti nya. Namun, dokter Assyraf pun sadar bahwa banyak pasien yang membutuhkannya. Sudah menjadi sebuah resiko yang harus diambil sebagai tenaga medis yang telah disumpah dengan kitab suci Al-Qur'an.
"Sabar ya, kalau nanti anak kita lahir sebelum Mas bisa pulang ke rumah, biar Eyang Putra nya yang mengadzani ya. Kamu harus kuat, Mas tahu kamu kuat." ucap dokter Assyraf dengan mata berkaca-kaca. Aila justru semakin menangis kuat.
Bibi yang berada disamping Aila seraya memeluknya erat dan mengelus pundak Aila. "Sabar Non, do'akan yang terbaik buat den Assyraf. Semoga den Assyraf bisa pulang dalam keadaan sehat." Aila semakin menangis dan memeluk erat Bibi.
"Bi...Bibi..." ucap dokter Assyraf mencoba bicara dengan asisten rumah tangga nya itu.
"Iya den." ucap Bibi mengambil Apple Aila yang diletakkan Aila begitu saja karena sudah tak sanggup melihat suami nya itu.
"Assyraf titip Aila ya Bi, Papa sama Mama besok ke rumah untuk menemani Aila. Tolong bantu untuk mengurus persalinannya nanti ya Bi, saya sudah menghandle untuk tempat persalinan Aila nanti sesuai dengan impian Aila di Rumah Bersalin Ayah Bunda." ucap dokter Assyraf.
"Iya den, siap. Jaga kesehatan ya den disana, semoga bisa segera selesai wabah ini dan aden diberi keringanan untuk libur sementara. Kasihan non Aila nangis terus, kasihan juga adek bayi nya den."
Dokter Assyraf tersenyum dengan mata berkaca-kaca, ia tertunduk. "Iya Bi, InsyaAllah, do'akan selalu."
"Iya den selalu."
"Ya udah Bi saya tutup dulu ya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
***
Sebuah mobil terparkir di halaman rumah dokter Assyraf dan Aila. Seorang wanita dan pria paruh baya turun dari mobil tersebut. Wanita paruh baya itu tersenyum. Wajahnya masih begitu cantik meskipun usia nya sudah hampir tujuh puluh tahun.
"Assalamu'alaikum." ucap pasangan tersebut.
"Wa'alaikumussalam. Silahkan masuk Tuan, Nyonya." ucap Bibi seraya tersenyum.
"Makasih Bi, menantu ku dimana?" tanya wanita paruh baya itu yang merupakan Ibu dari dokter Assyraf.
"Ada di kamar atas Nyonya, non Aila masih sedih." ucap Bibi.
"Ya sudah biar saya ke kamar nya dulu." ucap Mama dokter Assyraf seraya tersenyum.
"Kalau gitu Papa ke kolam ikan di halaman belakang rumah dulu ya Ma." ucap pria paruh baya yang berada disamping Mama dokter Assyraf.
"Ya sudah." ucap Mama dokter Assyraf.
"Bi, tolong buatkan kopi untuk saya ya, saya ke halaman belakang dulu." ucap Papa dokter Assyraf.
"Iya Tuan."
Sampai di depan kamar, Mama dokter Assyraf mengetuk pintu. "Assalamu'alaikum. Sayang, ini Mama nak."
"Iya Ma." ucap Aila kemudian membuka pintu. Aila langsung memeluk Mama mertua nya itu. Mama dokter Assyraf mengelus lembut Aila untuk menyalurkan rasa ketenangan dan kehangatan. Air mata Aila menetes kembali.
"Kok anak Mama yang cantik ini nangis? Bumil itu harus selalu senyum dan bahagia biar si dedek bayi nya juga bahagia." ucap Mama dokter Assyraf tersenyum seraya mengelus perut Aila yang sudah sangat membesar karena kehamilannya hanya tinggal menunggu hari untuk siap bersalin. Kehamilannya sudah memasuki usia 39 minggu. Di masa ini akan sering merasakan sakit pinggang, kontraksi serta rasa sakit yang tak tertahankan.
Mama dokter Assyraf mengelus lembut punggung Aila dengan sayang. Aila menyeka air mata nya dan mencoba untuk tersenyum. "Semangat sayang, do'akan yang terbaik untuk suamimu. InsyaAllah baik-baik saja, dia sedang menjalankan tugas mulia."
"Iya Ma, makasih ya Ma."
"Iya sayang, masih ada Mama dan Papa. Harus kuat dan tersenyum. Kasihan bayi nya kalau kamu sedih terus menerus. Oke sayang?"
Aila mengangguk tersenyum. "Iya Mama." Aila memeluk Mama mertuanya itu.
"Kamu mau di pijat oksitosin ndak? biar rileks dan memicu hormon....hormon apa ya Mama lupa, pernh dikasih tahu Assyraf." ucap Mama dokter Assyraf mencoba mengingat-ingat.
"Hormon endorphin Mama." ucap Aila tersenyum.
"Nah iya itu, hormon yang bisa bikin bahagia katanya." ucap Mama dokter Assyraf terkekeh.
"Mama tahu caranya?" tanya Aila.
"Ya tahu dong, Kakak-kakak iparmu itu juga pernah Mama pijat oksitosin. Enak banget katanya." ucap Mama dokter Assyraf. "Pijat oksitosin ini yang ngajarin Assyraf, ada untungnya juga Mama punya anak seorang dokter." Mama dokter Assyraf terkekeh.
Aila pun ikut tertawa kecil. "Jadi gak sia-sia ya Mama mengyekolahkan Mas Assyraf sampai menjadi dokter."
"Oh ya jelas." ucap Mama dokter Assyraf ikut tertawa. "Dan bonusnya kamu, Mama punya anak yang cantik, lucu, cerdas dan masih muda lagi. Paling muda diantara anak mantu Mama lainnya." ucap Mama dokter Assyraf yang membuat Aila tersenyum malu.
"Mama emang paling bisa kalau soal muji." Aila terkekeh.
"Mama beneran, gak bohong. Kehadiranmu menjadi warna baru dikeluarga. Senang Mama, ada saja tingkahmu yang buat Mama tertawa. Makanya sekarang kamu harus bahagia biar Mama gak sedih."
Aila tersenyum bahagia, ia bersyukur sekali memiliki Mama mertua yang begitu penyayang dan perduli. "Iya Ma, makasih banyak ya Ma sudah support Aila."
"Iya sayang. Gitu dong senyum, kan cantik nya jadi berkali-kali lipat." ucap Mama dokter Assyraf yang membuat Aila terkekeh. Mama mertua nya itu memang pandai sekali menggombal seperti dokter Assyraf. Mungkin sifat ini menurun dari Mama mertuanya, fikir Aila.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Husband
RomanceSaat pertama kali Abram menatap Aila dengan mencuri-curi kesempatan. Saat Abram mencoba menghidupkan suasana dan renyah tawa untuk mendekati Aila. Di suatu tempat yang akhirnya menjadi tempat favourite untuk mereka. Akan kah mereka terus menyatu dan...