"Aku berharap kamu berbagi cerita dan kesedihanmu pada ku, kekasih mu. Namun, kamu lebih memilih tempat itu pada sahabat mu. Wajar kan bila aku cemburu?"
(Aila Naras Dimantoro)
Lembayung senja terukir indah di atas langit yang mulai kemerahan. Hilir angin menerpa wajah ku, aku menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali. Mata ku terpejam sejenak dan tersenyum.
"Aila...." Aku mendengar suara-suara yang memanggilku secara bersamaan. Aku membuka mata dan menoleh ke belakang.
"Ya ampun, Mona...Lisa...kok gak bilang-bilang kalau mau ke sini."
"Hehehe...ini juga gak direncanain. Tadi kita ketemu Bunda lo di bawah, terus Bunda lo bilang langsung ke kamar aja. Kamu udah sembuh Ai? Gimana kondisi badan kamu sekarang?"
"Alhamdulillah udah mendingan Mon." Aku tersenyum.
"Lain kali kalau belajar jangan di porsir Ai, kasian tubuh kamu kan juga butuh istirahat."
"Iya Lisa, siap."
"Tau nih heran, anak ini doyan banget belajar. Yang gak dipelajarin pun dipelajarin. Kelewat rajin atau jenius anak ini. Sama ilmu kayak nya nafsu banget."
Aku terkekeh mendengar penuturan Mona. "Apa sih Mon, berlebihan deh menjabarkan nya. Kita ngobrol di atas kasur aja yuk."
"Oke, eh ngomong-ngomong di rumah lo mau ada acara ya? Bunda lo masak banyak banget." ucap Lisa saat menaiki tempat tidur.
"Iya, acara arisan keluarga nanti malam."
"Mba yang suka masak di rumah lo mana Ai?"
"Udah pulang, masak nya udah selesai. Bunda lagi masak pudding doang untuk dessert nya. Eh dimakan tuh, gue banyak makanan."
"Oh gitu. Iya loh tenang aja pasti kita makan, iya gak Mon?" Lisa mengambil toples yang berisi keripik pisang di atas meja.
"Iya dong, kita kan doyan makan."
"Ya udah abisin atuh." Aku tertawa kecil. "Oh iya mau nyalain TV gak?"
"Boleh-boleh Ai, acara reality show bagus tuh, ini kan jam 4 sore, pasti udah mulai."
"Oke."
"Oh iya Ai, gimana waktu kamu dirawat sama dokter Assyraf?" Mona menatap ku dengan rasa ingin tahu begitu pun dengan Lisa.
"Gak gimana-gimana. Kalian gitu banget mandang aku, serem deh." Aku tertawa kecil.
"Serius? Kata dokter Assyraf apa? Kayak nya dia simpati sama lu deh Ai."
"Iya Mona kepo. Ya kata Kak Assyraf jaga kesehatan jangan sampai drop lagi, kalau ada materi yang bingung tinggal tanya aja ke dia. Ya nama nya juga aku mahasiswa nya, wajar kan kalau dia simpati. Lagi pula Kak Assyraf juga tahu aku waktu masih pacaran dengan Kak Abram. Ketemu di acara reuni Kak Abram."
"Cie manggil nya Kakak....uhuk." Lisa menggodai ku.
"Unch...perhatian banget sih Kak Assyraf nya. Kayak nya dia suka sama kamu deh Ai." ucap Mona.
"Apa sih Lis, Mon. Gak usah mojokin aku buat ngerasa baper deh. Udah ya, aku gak mau bahas ke sana. Aku gak akan pernah perduli kecuali sosok laki-laki itu berani datengin Ayah aku."
"Bijak banget yang abis putus dari Kak Abram mah. Tapi gimana kalau Kak Assyraf dan Kak Abram sama-sama berani datengin Ayah kamu Ai? Meminta izin ke Ayah kamu untuk jadiin kamu pasangan hidup nya? Kamu pilih siapa?" Mona menggigit keripik pisang nya dan menatap ku.
"Iya Ai, kamu akan pilih siapa? Eh, tunggu. Gimana dengan Kak Andra?" Lisa ikut-ikut an Mona dengan pertanyaan yang bertubi-tubi pada ku.
"Apaan sih kalian berdua. Ya aku gak tahu, belum tentu juga apa yang kalian tanyain akan kejadian."
"Ih kan kalau semisalnya, cie...ngarep bakal kejadian beneran ya?"
"Ih, Mona....nyebelin. Apa sih, gak gitu loh. Ngambek nih aku." Aku menutup wajah ku dengan bantal.
"Ya udah ngambek aja, paling semenit kemudian balik lagi. Iya gak Lis?"
"Bener tuh Mon."
"Ih kalian jahat sama aku." Aku mengerucutkan bibir ku. Sementara Mona dan Lisa tertawa.
"Eh jawab dulu, siapa yang akan kamu pilih?" ucap Lisa.
"Ih masih aja, tau ah. Mungkin aku bakalan shalat istikharah dulu buat milih siapa."
"Kalau gue jadi lo ya Ai, gue milih dokter Assyraf. Dia itu memenuhi kriteria terbaik banget. Meskipun usia kamu dengan dokter Assyraf terpaut 9 tahun. Tapi, sekarang banyak juga kok pasangan beda usia jauh." ucap Mona tersenyum sumringah.
"Iya bener kata Mona, meskipun Kak Abram dan Kak Assyraf sama-sama dokter, tapi Kak Assyraf itu so perfect. Tapi, Kak Andra boleh juga loh Ai, pria berjas. Eh, dokter juga berjas ya, berjas putih. Lebih tepat nya Kak Andra itu pria berdasi." Lisa menuturkan dengan panjang kali lebar.
Aila tersenyum melihat kedua sahabatnya saling memberikan pendapat soal pria untuknya. "Aku gak mau mikirin hal yang belum tentu jadi milik aku. Buat sakit kepala deh." Aila menghela napas nya kemudian turun dari tempat tidur menuju lemari untuk memilih dress yang akan dipakai nya nanti malam saat acara arisan keluarga.
"Gitu tuh kalau di kasih saran, mau sampai kapan dia jomblo nungguin Kak Abram." ucap Mona.
"Kalau aku jadi Aila, aku milih yang udah pasti. Tapi Aila juga tidak salah, baik dokter Assyraf maupun Kak Andra belum memberikan kepastian pada Aila. Cuma dekat saja." ucap Lisa yang dibalas anggukan Mona.
"Mona....Lisa....aku denger loh apa yang kalian bicarakan." Aila mendelik ke arah mereka. Sementara Mona dan Lisa justru tertawa.
"Perkara takdir tidak ada yang bisa memastikan selain kehendak-Nya. Namun, aku percaya kejutan indah itu pasti akan datang di saat yang benar-benar tepat."
(Aila Naras Dimantoro)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Husband
RomansaSaat pertama kali Abram menatap Aila dengan mencuri-curi kesempatan. Saat Abram mencoba menghidupkan suasana dan renyah tawa untuk mendekati Aila. Di suatu tempat yang akhirnya menjadi tempat favourite untuk mereka. Akan kah mereka terus menyatu dan...