PART 22 "DANAU"

343 16 0
                                    


Arthur terus berjalan mondar mandir di hadapan temannya ia merasa bersalah ia merasa remuk ia merasa hancur, andai saja waktu bisa di ulangnya ia akan mengulangi semua kejadian yang terjadi pada hari ini, ia tidak akan pernah mengeluarkan kata muak itu terhadap wanita yang kini sedang berada di pikirannya. Wanita yang telah merubahnya. Wanita yang kini bisa singgah di hatinya. Ia terus saja melirik pintu ruangan kekasihnya di periksa, ia berharap pintu itu segera terbuka namun setiap kali ia melirik pintu tersebut Tuhan tak mengabulkan permintaan nya. Ia kini merasa putus asa.

Saat Arthur sedang berada di pikirannya keluarga kekasihnya datang tepat menuju ke arah mereka dan juga ada kedua sahabat Aya yang ikut datang sambil berlari menuju ruangan pemeriksaan Aya. Arthur menoleh melihat semua orang yang ia kenal, orang yang menganggapnya adalah pria tampan dan baik kepada putrinya itu pun langsung diam mematung, nafasnya kini tercekat ia tidak bisa membayangkan kalau kedua orang tua kekasihnya tau bahwa dia lah penyebab putrinya sekarang berbaring di ranjang rumah sakit yang penuh dengan alat medis dan obat-obatan.

Kedua sahabat Arthur kini berdiri menyambut kedatangan keluarga Aya dan temannya, mama Aya kini menangis "apa yang terjadi?" Tanyanya menyentuh lembut tangan Arthur.

Arthur hanya menundukkan kepalanya, terdiam dan tak bisa menjawab pertanyaan orang tua kekasihnya, ia tak sanggup melihat orang tua Aya menangis karena jauh di lubuk hati paling dalam kini hatinya sedang menangis meraung namun ia masih bisa menahan itu walaupun menimbulkan sedikit sesak di dadanya.

"Arthur jawab Tante" ucap mamanya menggoyangkan tubuh Arthur.

Arthur masih tetap pada pendiriannya kini ia tetap diam mematung menerima semua perlakuan orang yang menganggapnya orang yang sangat baik bagi putrinya, mereka semua terdiam melihat apa yang dilakukan mama Aya terhadap Arthur. Tiba-tiba saja ayah Aya melepaskan tangan istrinya dari Arthur dan menyuruhnya duduk.
Arthur kembali lagi kedalam pikirannya ia tak sanggup melihat kekasihnya di dalam sana.





Kenapa lama banget! Sial!!





Tak lama pun pintu tersebut terbuka dan muncul lah dokter muda dengan setelan jaz putih yang melekat di tubuh dokter itu. Arthur langsung melirik dokter itu dan menanyakan Aya.

"Dok, gimana keadaan Aya? Aya kenapa dok?!" Ucap Arthur sedikit meninggi.

"Iya dok, anak saya kenapa? Gak papa kan dok?" Tanya mamanya.

"Hm, pasien tidak apa-apa dia hanya kelelahan dan kurang istirahat sehingga membuat tekanan darahnya menurun. Dan satu lagi selama diperiksa dia selalu menyebut nama seseorang. Arthur" ucap sang dokter muda itu.

Semua orang merasa lega setelah mendengar ucapan sang dokter, dokter pun ijin pergi meninggalkan mereka semua. Arthur juga kini merasa lega andai saja ada sesuatu terjadi pada kekasihnya ia tidak akan memaafkan dirinya.

"Alhamdulillah...." ucap semua orang.
"Masuk yuk tante" ajak Cahya bersamaan dengan Dita.

Mereka semua masuk ke dalam ruangan Aya, saat Arthur ingin melangkahkan kakinya ikut masuk ke dalam ruangan tersebut ia mengurungkan niatnya, ia tidak ingin mengingatkan Aya bahwa tadi ia telah menyakiti Aya hingga membuatnya terbaring lemah di kasur rumah sakit ini.

Ia pergi meninggalkan semua orang, tapi ia tak mungkin pergi dari rumah sakit ini. Ia sekarang sedang berada di taman rumah sakit yang terdapat banyak pasien yang sedang menikmati suasana di pagi ini. Sinar matahari yang terik menusuk kelopak mata Arthur yang kini duduk di bangku taman dengan pikirannya sendiri, namun ada sebuah benda tiba-tiba berada di kakinya ia tersadar dari lamunannya dan mengambil bola tersebut. Saat ia mengambil bola itu ia melihat ada seorang anak pria yang begitu tampan menghampiri Arthur sambil berlari.

"Kak, ini bola Rasya" ucap lelaki kecil itu menunjuk bola yang dipegang Arthur.
"Ini punya kamu? Imut banget, kamu sangat tampan. Siapa nama kamu?" Tanya Arthur mensejajarkan tubuhnya dengan bocah itu.
"Nama aku Rasya, Rasya udah 3 bulan disini kak. Dan Rasya gak pernah lihat kakak yang sangat tampan ada di sini" puji anak kecil itu.
"Rasya bisa aja, Rasya kalau kakak boleh tau kenapa Rasya disini?"
Anak kecil itu melihat kedua mata hitam milik Arthur "kata bunda, Rasya harus diperiksa 24 jam. Jadi Rasya udah anggap rumah sakit ini rumah Rasya juga kak" jawabnya sambil tersenyum menampakkan pipi cabi pria kecil tersebut.


Imut dan lucu...


Tiba-tiba terlintas sosok Aya di pikirannya. Sosok anak kecil ini terlihat sangat ceria seperti Aya. Ini yang mengingatkan nya pada sosok yang ia cintai, Arthur kini berada di pikirannya. Ia berpikir hal-hal apa saja yang telah ia lewati dan lalui bersama kekasihnya dulu, saat pertama kali tak sengaja bertemu dengan menabraknya di tepi jalan. Saat di kantin sekolah. Saat ia menangkap tubuh kekasihnya yang hampir terjatuh di depan kelas. Saat ia pergi ke sebuah tempat yang begitu tenang yaitu di danau. Saat menyatakan perasaannya di hadapan orang banyak. Dan setiap saat yang di lalui dengan sebuah pertengkaran kecil yang menghiasi hari-hari kecil mereka yang begitu indah dan manis. Itulah mengapa Arthur tak sanggup melihat buliran air mata setitik saja yang keluar dari mata indah kekasihnya apalagi jika air mata itu diteteskan karena dirinya.

Saat ia berada di pikirannya, anak kecil itu membuyarkan lamunan yang tengah Arthur pikirkan "kak?"

"Eehh, iya sayang kenapa?" Tanya Arthur mengelus pucuk kepala anak kecil tersebut.
"Kakak kenapa?" Tanya Rasya begitu imutnya.
"Pasti lagi galau" ucap anak kecil itu begitu manis dengan pipi cabi nya.
Arthur terkekeh mendengar penuturan anak kecil itu "Rasya kecil-kecil kok tau galau sih, kamu ga boleh tau cinta-cintaan karena patah hati itu sakit. Apalagi disaat orang yang kita cintai dan orang yang bisa merubah diri kita menjadi hancur karena diri kita sendiri, itulah mengapa patah hati begitu menyakitkan"

"Kakak, ngomong apaan?" Tutur Rasya mendongak melihat wajah Arthur.
Arthur melihat balik wajah Rasya "artinya kamu cepet sembuh ya" ucapnya sambil mencubit gemas pipi Rasya yang cabi.
"Sakit" ucapnya merengek.

"Rasyaa!!" Teriak suster. Mungkin suster yang merawatnya.
"Kak Rasya pergi ya, bye kak" pamit pria kecil itu berlari.

Sementara sang suster berlari mengejar Rasya mengelilingi taman yang cukup luas. Arthur tiba-tiba menarik mulutnya hingga terukir sebuah senyuman di wajah dinginnya. Namun seketika senyuman itu hilang seperdetiknya saat ia teringat kekasihnya kini sedang terbaring di ruangannya mungkin.

Di lain tempat kini semua orang tengah berbincang-bincang di dalam kamar Aya dimana Aya rawat, Aya kini sedang berbicara kepada kedua sahabatnya.
"Eh kutil, lu nakutin kita. Kenapa mendadak gini sih?" Kesal Cahya.
"Dih apaan sih elu Ndut, lebay banget. Lagian Aya juga ga papa cuma kecapean" sahut Dita.
"Yeee, ga peduli banget sama sabahat sendiri" Tutur Cahya.
"Duh udah deh" lerai Aya memegang tangan Cahya dan Dita bergantian.

"Oh iya, Arthur kemana ya?" Ucap Mama Aya kebingungan.

Aya yang mendengar perkataan mamanya langsung menoleh dengan ekspresi bingung.

Arthur?
Disini?
Bagaimana bisa?

Mata Aya kini sedang berkaca-kaca mengingat kejadian sebelumnya ia tengah berlari menuju danau yang ia yakini sangat berarti bagi kekasihnya. Namun saat tiba di danau malah perkataan yang tidak ia inginkan, tidak ingin ia dengar yang ia dapatkan. Sehingga membuatnya merasa sakit di dadanya hingga kini ia berbaring di kasur rumah sakit dengan infus yang melekat di tangannya. Saat Aya sedang melamun berada di pikirannya sendiri tiba-tiba saja ia meneteskan air mata.

"Lu nangis? Kenapa sakit?" Tanya Dita memandang lekat mata Aya.












******
Next?
.
.
.


Just You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang