Aku duduk asal di pinggir lapangan sambil meneguk botol air mineral yang sengaja aku bawa.
Latihan basket baru saja selesai.
Ya, aku salah satu pemain inti basket sekolah walaupun tidak terlalu ahli dalam memainkan nya. Aku di seret masuk ke tim karena teman sekelas ku Fajar yang kebetulan kapten tim basket sekolah, dia juga yang menyeret ku ke dalam organisasi OSIS karena kebetulan lagi dia adalah ketua OSIS nya. Bisa di bilang di dalam hidup ku semua nya serba paksaan. Paksaan dari Fajar yang entah kenapa tidak pernah bisa ku tolak. Entah karena aku menganggapnya penting atau karena aku merasa hanya membalas budi karena dia sudah menjadi teman ku yang tidak merepotkan selama uni.
Dia, teman ku satu ini memang sangat aktif di organisasi. Dan itu alasan yang membuat dia begitu tenar di kalangan cewek-cewek satu sekolah, selain dia tampan tentu nya.
Berbanding terbalik dengan aku yang hanya menjadi 'ekor' nya, aku sama sekali tidak menonjol meskipun ada beberapa perempuan yang bilang tertarik padaku. Tapi itu semua tidak begitu berpengaruh terhadap ku. Bukan. Bukan karena aku tidak menyukai perempuan, hanya saja aku tidak tahu apa yang harus dilakukan jika kita berpacaran dengan seseorang.Karena jujur saja selama 17 tahun aku hidup, aku belum pernah merasakan 'suka' kepada lawan jenis ku. Konyol memang, tapi itu kenyataan nya. Mungkin sekedar suka atau sejajar dengan kagum sering, tapi lebih dari itu belum.
Air mineral ku tandas tak tersisa, aku melirik Fajar yang duduk di sebelah ku sambil senyum-senyum memandangi smartphone nya.
"Modusin siapa lagi lo?" Tanyaku langsung.
Dia mengalihkan perhatian dari ponselnya dan sekarang ke arah ku.
"Anak kelas 11, lucu dia orang nya. Engga jaim kaya cewek kebanyakan. Dan gue tegasin, ini bukan modus tapi usaha" ucap nya sambil senyum tidak jelas
"Paling juga seminggu lo bosen kaya biasa nya." kataku santai.
Ucapan ku tadi berhasil membuatnya langsung mengubah posisi duduk nya menghadap ku.
"Mana pernah gue bosen sama cewek. Mereka nya aja yang emang engga pantas di pertahankan." Elaknya
"Gausah alasan. Playboy ya playboy aja" Kataku tak mau kalah.
"Wah engga layak lo di sebut temen, masa gue di bilang playboy. Lo ga pernah ngrasain indah nya jatuh cinta sih, kalau lo ngerasain juga pasti lo ketagihan. Rasa nya indaah mameenn."
Aku mendengkus mendengar ucapan nya. Jatuh cinta cuma membuat orang bodoh semakin bodoh, itu yang selama ini aku percayai.
Aku mengabaikan nya dan memilih memandangi langit yang mulai berwana kemerahan, atau lebih tepatnya berwarna Jingga.
Selalu indah, Warna tenang. Tidak menyilaukan. Hangat, perantara pergantian malam. Aku menyukai warna itu.
"Jingga... " gumam ku tanpa sadar sambil tetap menatap ke arah langit.
"Hah? Lo bilang apa tadi?"
Aku menoleh ke arah Fajar dan merutuki kebodohan mulutku.
"Itu langitnya warna Jingga" Jawab ku asal dan semakin membuatku terlihat bodoh.
"Ohh.. Ngomongin soal Jingga, lo tau engga anak kelas XI yang namanya Jingga?" Tanya nya
"Jingga siapa? Emang ada ya anak sekolah kita yang nama nya Jingga?"
"Lo kudet nya kebangetan, Nja. Makanya lo gaul jangan sama gue doang, sekali-kali lah lo deketin cewek gitu. Biar otak lo itu agak terang dikit. Emang lo engga takut apa di sangka gay gara-gara kemana-mana sama gue mulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA DAN JINGGA (COMPLETE)
Teen FictionJika jatuh cinta adalah sebuah pilihan, maka Jingga memutuskan untuk memilih jatuh kepada Senja. Karena dia yakin Senja akan menangkapnya, tidak akan membiarkan dia terjatuh sendirian. Semburat orange yang muncul di penghujung sore, datang sekilas n...