'Bagai tersambar petir'
Istilah itu sering kali Jingga temui di setiap novel koleksinya, dan menurutnya itu adalah majas hiperbola yang memang terlalu berlebihan. Tapi kali ini, dia merasakannya sendiri. Dan dia benar-benar merasakan bahwa ungkapan itu seakan-akan benar terjadi padanya.
Tubuhnya mendadak kaku namun lemas, mulutnya terkatup begitu saja. Matanya memanas tapi air mata tak kunjung keluar. Satu yang dia harapkan, bahwa saat ini dia sedang bermimpi.
"Jingga.. Kamu baik-baik aja kan?"
Sayangnya, pertanyaan dari Bintang itu menyadarkan bahwa ini nyata. Yang di dengarnya tadi bukan lah ilusi atau mimpi.
Senja nya... Dimana Senja nya...
"Kak Bintang pasti becanda kan? Iya kan kak?"
Jingga tersenyum pedih, berharap bahwa Bintang memang sedang mengerjainya. Jingga berjanji tidak akan marah kalaupun Bintang hanya mengerjainya, sungguh dia tidak akan marah.
"Jingga, aku dan Bunda sama terpukulnya dengan kamu. Bunda bahkan langsung pingsan, tapi kami masih berharap Senja selamat. Dan saat ini Bunda sudah terbang bersama paman ku untuk mencari tau secara langsung."
Jingga meluruh, tubuhnya terduduk di lantai begitu saja. Ucapan penenang dari Bintang sudah tidak dia dengar lagi. Kepalanya sangat berat, saat ini yang dia inginkan hanyalah Senja-nya kembali.
Masih jelas tadi pagi, saat Senjanya berjanji kembali. Dia ingat saat Senja bilang sedang tidak enak badan sehingga hanya berdiam diri di apartemen. Andai saja Senja tidak sakit dan berangkat ke kampus, andai saja Senja tidak berada di apartemen itu saat kebakaran terjadi, andai saja...
"AAAAAARRRGGHHH ENGGA MUNGKIN!! KAK SENJA PASTI BAIK-BAIK AJA." Jingga menjerit dan meraung.
Kedua tangannya menjambak rambutnya dengan sangat keras. Hari sudah malam, tapi dia tidak peduli lagi apa kata orang nanti. Hatinya sangat hancur, apa yang akan terjadi padanya jika Senja benar-benar hilang? Senja adalah separuh jiwanya, mereka terpisah tapi masih saling menunggu. Lalu sekarang apa? Apa lagi yang akan Jingga tunggu?
"Jingga tenang, kita berdoa supaya Senja cepat di temukan." Bintang berlutut di samping Jingga.
Hatinya pun sakit, Senja adalah adik satu-satunya yang dia punya. Adik yang sangat dia jaga perasaannya, bahkan dia berencana menghabiskan waktu seharian saat Senja pulang nanti, sebagai tanda syukur karena dia telah dapat berjalan kembali. Tapi seakan Tuhan sedang mengujinya, kabar ini justru membuat semua yang mendengarnya hancur berkeping-keping.
"Tadi pagi, dia masih senyum.. Dia masih bilang kalau dia akan selesai dengan cepat, agar bisa pulang. Tadi pagi, aku masih ngeliat wajahnya.. Tadi pagi, aku masih bisa denger suaranya. Sekarang.. Sekarang.. Dia dimana Kak? Tolong bilang aku, sekarang dia dimana? Dia sendirian kak.. Kak Senja sendirian disana.. Antar aku kesana, aku mau nemenin dia kak.. Ayo antar aku..."
Racauan Jingga membuat Bintang semakin hancur, air matanya jatuh begitu saja. Melihat Jingga terus menangis dan mengguncang tubuhnya, meminta dia membawanya menemui Senja yang bahkan belum di temukan jasadnya membuatnya terluka berpuluh kali lipat.
"Kak Senja.. Jangan pergi.. Jingga mohon.." Suara Jingga semakin lirih bersamaan dengan kesadarannya yang mulai hilang.
Bintang terkesiap melihat Jingga yang tidak sadarkan diri, dia mengusap air matanya dengan kasar lalu membawa Jingga masuk dan membaringkannya di sofa.
Bertepatan dengan itu, Jemmy datang dengan tangan membawa dua plastik putih berisi makanan yang sengaja dia beli untuk Jingga. Dia terkejut karena melihat Jingga yang tertidur di sofa dengan ada Bintang di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA DAN JINGGA (COMPLETE)
JugendliteraturJika jatuh cinta adalah sebuah pilihan, maka Jingga memutuskan untuk memilih jatuh kepada Senja. Karena dia yakin Senja akan menangkapnya, tidak akan membiarkan dia terjatuh sendirian. Semburat orange yang muncul di penghujung sore, datang sekilas n...