Part 41, Orang Di Masa Lalu

824 53 1
                                    

Dua tahun kemudian...

Seorang gadis berambut coklat sebahu berlari sangat kencang memasuki sebuah universitas cukup terkenal di ibu kota. Dia tidak memperhatikan sekelilingnya hingga berkali-kali menabrak orang yang ada di sekitarnya. Tapi seakan bukan suatu kesalahan, orang-orang yang dia tabrak justru tampak senang dan tersenyum ke arah gadis itu saat gadis itu meminta maaf.

Langkah kakinya yang terburu-buru membuat keadaannya ckup berantakan, tapi justru membuatnya semakin terlihat cantik natural dengan senyum ramah yang dia tujukan pada semua orang.

Dia, Jingga Lasvenna. Yang kini telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik dan supel. Setelah lulus SMA, Jingga dan keempat sahabatnya memutuskan melanjutkan kuliah di universitas yang sama namun di fakultas yang berbeda. Jingga dan Syelon masuk di fakultas Hubungan Internasional , sedangkan Dafira satu fakultas dengan Fajar di Teknik sipil, lalu Tia dan Rena masuk di fakultas Manajemen Bisnis.

Jingga terlambat hari ini. Semalam dia menghabiskan waktu dengan ber video call ria bersama kekasih jarak jauhnya, Senja Raka Gustiar. Ya, hubungan mereka tetap baik selama dua tahun ini meskipun hanya bertegur sapa lewat monitor. Jingga menjadi gadis yang penyabar dan pengertian, begitupun Senja yang di sela kesibukannya masih meluangkan waktu untuk menghubungi gadisnya itu. Walau jauh, tidak lantas membuat perasaan di antara keduanya berubah atau bahkan berkurang. Justru mereka semakin kuat dan menyimpan rindu diam-diam untuk mereka luapkan saat bertemu nanti.

"Nafas Ngga, nafas." Syelon mengingatkan saat sahabatnya itu terengah-engah memasuki kelas.

"Gue..belum..telat..kan?" Tanya Jingga ngos-ngosan.

Syelon menyodorkan sebotol air mineral ke arah Jingga yang langsung di terima dan di habiskan dalam sekali tegukan.

"Masih ada 5 menit lagi sampe Mr. Dira masuk." Kata Syelon memberitahu.

Jingga menghela nafas lega dan bersandar di bangkunya.

"Lo begadang lagi ya?" Tanya Syelon menatapi Jingga yang sibuk menyeka keringatnya.

"you know lah.. Cuma itu satu-satunya cara gue komunikasi sama prince Senja."

Syelon mendengkus dan memutar bola matanya malas.

"Pengen muntah gue." Sungut Syelon.

Jingga tertawa mendengarnya. Entah lah semenjak menjalin hubungan jarak jauh dengan Senja membuat perasaan Jingga semakin melankolis.

"Gue kangen banget sama dia Syel. Dua tahun lebih bukan waktu yang mudah buat pura-pura baik-baik aja." Kata Jingga berubah sendu.

Syelon mendekatkan diri dan mengusap bahu Jingga pelan.

"Gue tau, tapi lo cukup kuat untuk itu. Dan dari lo lah gue belajar apa itu setia dan sabar, Ngga."

Jingga menoleh ke arah Syelon. Ya, dia tau sahabatnya itu juga sudah berjuang selama dua tahun ini menjalani hubungan yang tanpa status. Mencintai pria yang sampai sekarang tidak jelas perasaannya. Jemmy masih tidak memberi kepastian tentang perasaan Syelon terhadapnya.

"Gue bahkan engga nyangka lo bisa sesabar itu nunggu kak Jemmy balas perasaan lo." Kata Jingga kagum.

Syelon tersenyum, "Pertama kalinya gue jatuh cinta dan itu sama abang lo, gue cuma tau cara jatuh cinta tapi gue engga tau cara berhenti nya."

Jingga agak terkejut dengan perkataan Syelon. Saat mengatakan itu, ada nada putus asa yang terdengar. Jingga tau Syelon sendiri lelah dengan perasaannya, tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain menunggu. Karena dia tau melepaskan akan jauh lebih sakit dari ini.

"Morning class.. "

Sapaan itu memutus obrolan emosional antara Syelon dan Jingga. Juga untuk semua orang yang ada di dalam kelas. Mereka mulai memfokuskan diri ke arah seorang pria muda tampan dengan tinggi menjulang yang berdiri dengan tatapan intimidasi.

"Kalau gue belum jatuh cinta sama abang lo, gue bakal pacarin tuh Mr. Dira." Kata Syelon berbisik.

Jingga terkekeh, "Gue sih lebih suka abang nya, pak Diga."

Syelon melirik ke arah Jingga,"Pak Diga udah terobsesi sama temen semasa SMA nya. Sekalipun lo cantik kaya Kate Midelleton juga dia engga akan suka sama lo."

Jingga mendengus dan kembali fokus ke arah Mr. Dira yang mulai menjelaskan materi kuliahnya. Sedangkan Syelon masih menggerutu ini itu tanpa di tanggapi oleh Jingga. Ah, nanti juga lelah sendiri. Pikir Jingga.

***

"Lo mau langsung balik?" Tanya Syelon.

Mereka tengah melangkah di sepanjang koridor saat kuliah mereka telah selesai.

"Mau ke gramed dulu kayanya. Gue mau nyelesaiin tugas yang buat minggu depan biar engga lupa."

Syelon mengangguk paham, "Kalau gitu gue duluan deh. Mama udah jemput di depan, gue mau ke rumah nenek."

"Oke sip, hati-hati ya lo."

Syelon memgangguk dan berjalan mendahului Jingga setelah dadah dadah.

Jingga meneruskan langkahnya hingga mencapai gerbang kampus. Dia menunggu ojek online yang telah dia pesan.

"Jingga"

Seruan itu membuat Jingga mengabaikan ponselnya dan celingukan mencari sumber suara.

Dan tepat di depan halaman kampus dia melihat..

"Kak Bintang.. "

Tengah berdiri dan tersenyum ke arah nya. Bukan kehadiran Bintang yang muncul tiba-tiba setelah dua tahun menghilang yang membuat Jingga terkejut, tapi justru karena Bintang berdiri tanpa di bantu tongkat atau alat apapun untuk menopang tubuhnya. Bintang berdiri dengan kedua kaki nya sendiri.

Ya, Bintang yang kini berdiri di hadapan nya adalah sosok pria yang benar-benar sempurna. Tanpa cacat.

*******

SENJA DAN JINGGA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang