Part 30, Sedikit Sinar

861 51 0
                                    

"Ka-kak Senja"

Jingga mematung dan lidah nya mendadak kelu. Matanya memandang tepat bola mata di depannya. Seseorang yang juga tak kalah terkejut dengannya.

Senja mengerjapkan matanya beberapa kali dan berusaha menetralkan degup jantung nya yang tak beraturan saat mendapati gadis yang selama dua hari ini di sakiti nya dengan sengaja.

Senja berharap bahwa Jingga datang memang untuk bertemu dengannya sekedar meminta kejelasan, bukan untuk menemui Bintang. Karena kalau sampai Jingga memang berniat menemui Bintang, maka tamatlah riwayat Senja. Jingga akan tau alasannya bersikap kasar pada Jingga belakangan ini.

"Siapa Nja?"

Tanya seseorang dari dalam di ikuti suara ketukan tongkat yang terdengar semakin dekat.

"Loh Jingga?"

Jingga masih mematung memandang Bintang dan Senja secara bergantian. Dadanya sesak menahan rasa terkejut yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Dia mati-matian menahan airmata nya agar tidak jatuh. Dia tahu. Sangat tahu. Dengan otak cerdasnya itu Jingga bisa merangkai segala kejadian dan sikap aneh Senja belakangan ini yang tiba-tiba berubah.

"Ka-kalian.. " Ucap Jingga sedikit tercekat. Tubuhnya tremor, kepalanya berdenyut luar biasa.

Tapi sedetik kemudian Jingga justru tersenyum miris memandang Senja yang sedang menunduk dan memejamkan matanya.

"Jadi ini alasannya?" Tanya Jingga retoris.

Jingga menggelengkan kepalanya dan berjalan mundur perlahan. Matanya masih menatap lekat wajah Senja.

"Ada apa?" Tanya Bintang bingung.

Jingga menyodorkan proposal nya kepada Bintang, "ketinggalan di rumah ku."

Bintang menerimanya masih dengan ekspresi bingung. Dia memandang Jingga yang masih mundur perlahan lalu membalikan badannya dengan cepat dan berlari.

Tapi Jingga tidak masuk ke dalam mobil Jemmy, melainkan melewati nya begitu saja. Jemmy terkejut dan berniat mengejar adiknya yang entah akan lari kemana.

"Biar gue aja, Kak." Kata Senja yang entah sejak kapan sudah berada di samping Jemmy.

Jemmy hanya mengangguk dan memandang Senja yang mulai berlari cepat mengejar Jingga.

Jingga membawa kakinya entah kemana, dia masih terisak dan sesekali memukuli dadanya pelan untuk meredam sakit hatinya.

Kakinya mendadak lemas dan membuat nya terduduk di tengah jalanan yang sepi. Dia masih terisak bahkan tangisnya pecah saat teringat apa yang di lakukan Senja. Bagaimana pria itu tega menyakiti nya hanya demi orang lain.

Jingga menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia berusaha meredam suara tangisnya agar tidak menarik perhatian orang lain. Sampai dia merasakan ada sebuah tangan yang menyentuh bahu nya dengan pelan.

Jingga membuka matanya perlahan dan mencari tau siapa orang yang menyentuh nya tadi. Sejurus kemudian Jingga reflek mundur ke belakang saat menyadari orang itu adalah Senja.

"Maaf.. " Kata Senja lirih. Matanya menatap mata Jingga yang telah basah.

"Gue tau gue salah, gue tau gue keterlaluan. Tapi cuma itu yang bisa gue lakuin buat nebus kesalahan gue."

Jingga masih diam dengan sisa isakan yang mulai berhenti.

Senja menatap sekitar dan lalu membantu Jingga berdiri.

"Jangan disini. Kasih kesempatan gue buat jelasin." Kata Senja.

Jingga menepis kasar tangan Senja dan berjalan ke arah lapangan basket yang ada di dekatnya. Senja mengikuti langkah Jingga  di belakang nya. Rasa sesal merambat dengan jelas di hatinya terlebih melihat Jingga begitu terluka.

Jingga duduk di pinggir lapangan dengan menekuk lutut dan mengunci dengan tangannya. Senja ikut duduk di samping Jingga dengan posisi sedikit miring menghadap Jingga.

"Bintang kakak gue." Mulai Senja. Matanya menatap ke arah Jingga yang enggan memandangnya.

"Dia begitu bersinar layaknya Bintang yang sebenarnya, dia tampan, dia jenius, pandai bergaul, punya banyak temen dan dia punya semua perhatian Ayah dan Bunda." Senja diam sejenak dan mengubah posisinya menghadap ke depan, sama seperti Jingga.

Jingga diam tak bergeming, tapi dia menangkap dengan jelas semua yang Senja ucapkan.

"Beda banget sama gue, apa yang ada di diri gue semuanya serba pas-pasan. Gue kalah jauh dari Bintang. Dari dulu setiap ada pertemuan keluarga, Ayah akan selalu bilang 'Ini Bintang, titisan sempurna dari gen saya. Dia yang akan memegang kendali perusahaan menggantikan saya.' " Senja tersenyum miris dan Jingga melihatnya.

"Gue berusaha buat selalu berfikir positif, toh nyatanya Bintang emang jauh lebih bersinar dari gue. Sama kaya nama gue, Senja itu redup. Sampai saat Ayah meninggal, Bintang langsung menempati jabatan yang Ayah tinggalkan walau dia masih kuliah. Tapi semua engga berjalan baik, perusahaan kami bangkrut karena semua aset di ambil alih sama orang kepercayaan Ayah yang berkhianat. Yang tersisa hanya rumah kecil yang kami tempati sekarang." Senja berhenti dan menoleh ke arah Jingga untuk melihat respon dari gadis itu. Dan Jingga tengah menatapnya dan menunggu Senja melanjutkan cerita.

Senja tersenyum, "Sampai pada satu saat, pertengahan semester gue kelas X ada acara kemah kaya yang di adain kemarin. Waktu itu gue engga punya sweater yang layak buat gue bawa, makanya gue minta ke Bunda buat beliin. Tapi Bunda bilang dia engga punya uang, dan gue berusaha ngerti sama keadaan keuangan kami. Tapi pas gue pulang sekolah, di rumah gue liat Bunda lagi makein sweater baru ke badan Bintang. Gue langsung emosi liatnya, Ngga. Gue yang minta, Bunda bilang kalau dia engga punya uang, tapi dia malah beliin buat Bintang. Gue marah dan bertengkar sama Bintang karena gue bilang Bunda pilih kasih dan engga sayang sama gue. Gue bener-bener lepas kontrol, gue lempar tas gue ke arah Bintang dan lari keluar rumah. Sampai pada saat... " Senja tidak bisa melanjutkan ceritanya, dia terisak dalam diam.

"Gue engga tau kalau Bintang ngejar gue, Ngga, pas gue nengok ke belakang Dia udah di kerumunin banyak orang. Dia kesakitan megangin kakinya sampai akhirnya dia di vonis lumpuh dan itu semua salah gue." Senja semakin terisak.

Jingga yang mendapati Senja seperti itu merasakan sakit yang setara dengan Senja. Tapi dia masih diam dan tidak melakukan apa-apa.

"Gue selalu coba nebus kesalahan gue dengan berbagai cara, tapi semua terasa belum cukup. Walaupun Bintang engga pernah sekalipun nyalahin gue, tapi nyata nya semua itu karena gue. Sampai pada malam itu, Bintang nyuruh gue jadi saksi karena dia mau nembak satu cewek. Gue seneng banget, Ngga, gue seneng ngeliat dia juga seneng. Tapi besoknya, kenyataan yang gue dapet justru diluar dugaan. Dari sekian banyak cewek di Jakarta, ternyata cewek yang dia suka adalah lo. Cewek gue sendiri." Senja tersenyum miris menatap Jingga yang entah sejak kapan sudah menangis.

"Gue engga tau harus gimana saat itu, tapi satu yang pasti. Gue engga mau jadi penyebab kehancuran Bintang untuk yang kedua kali nya. Itu alasan gue__"

Jingga mengangkat tangannya agar Senja berhenti berbicara. Hatinya sudah tidak kuat mendengar semua cerita Senja yang semakin menyakiti hatinya.

"Cukup" Kata Jingga lirih.

"Demi kepentingan kamu sendiri, kamu tega nyakitin aku dengan cara yang diluar batas. Kamu.. Kamu bahkan dengan gampang nya ngelakuin hal menjijikan sama Mega." Lanjut Jingga.

Senja terbelalak. Dia menggeleng kuat untuk menyanggah tuduhan Jingga.

"Ngga, itu semua engga kaya apa yang lo liat. Gue___"

"Cukup kak cukup." Teriak Jingga.

"Semua... Udah berakhir. Seperti yang Kakak mau." Lanjut nya.

*****


SENJA DAN JINGGA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang