Jingga tidak main-main saat dia memutuskan memulai semuanya dari awal bersama Bintang. Bukan untuk pacaran seperti yang dia lakukan bersama Senja dulu, tapi Jingga justru memutuskan untuk benar-benar menjalin sebuah hubungan yang serius dengan Bintang. Dia memantapkan hatinya untuk melupakan dan melepas Senja sepenuhnya.
Siang ini, rumah yang biasanya hanya di tinggali Jingga dan Jemmy mendadak ramai. Semua sahabat Jingga hadir, Ayahnya, Kakaknya, Bahkan Bintang dan juga Bunda serta Pamannya turut serta meramaikan rumah itu. Mereka berkumpul untuk membicarakan rencana pernikahan Bintang dan Jingga.
Awalnya orang-orang terkejut dengan keputusan Jingga yang tiba-tiba, bahkan kakak Juga Papanya berkali-kali menanyakan keseriusan Jingga. Tapi gadis itu keras kepala dan terus mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mengubah keputusannya.
Sedangkan Bintang, pria baik hati itu sungguh tau bahwa Jingga hanya menjadikannya pelampiasan untuk lari dari semua ingatan tentang Senja. Tapi baginya, hanya dengan berada di posisi paling dekat dengan Jingga saat gadis itu mengalami masa sulit sudah sangat cukup untuknya. Satu keyakinan di hatinya, cinta bisa datang karena biasa.
Bintang menatap Jingga yang sedang mengobrol ringan dengan sahabat-sahabatnya, gadis itu tampak jauh lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan para orang tua sedang membicarakan apa saja persiapan yang di butuhkan untuk pernikahan Jingga dan Bintang yang akan di laksanakan dua bulan lagi. Hatinya menghangat, tentu saja! Membayangkan bahwa Jingga akan menjadi teman sehidup sematinya menbuat Bintang tidak tahan untuk mengulum senyum. Membayangkan mereka berdua akan mendapatkan anak-anak yang lucu dan menggemaskan membuat hati Bintang bergetar.
"Udah liatinnya, lama-lama Jingga bisa bolong kalau kamu liatin terus." Kata Bundanya menggoda.
Bintang terhenyak, lalu bergerak salah tingkah. Dia tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Jadi sesuai permintaan Jingga bahwa pernikahan ini di adakan secara sederhana saja. Akad nikah akan di hadiri keluarga dari kedua belah pihak, dan resepsi akan di adakan besoknya. Kamu setuju Bintang?" Tanya Pamannya.
Bintang menoleh ke arah Jingga, lalu kemudian kembali menatap ke arah Paman dan Bundanya.
"Bintang ikut kalian saja. Yang penting yang terbaik buat semuanya." Katanya
Semua orang disana mengangguk, lalu kemudian sibuk mengobrol sendiri-sendiri. Bintang berjalan ke arah Jingga, lalu berdiri di depannya.
"Aku mau ngomong sama kamu, bisa?" Tanyanya pada Jingga.
Jingga tersenyum, lalu bangkit berpamitan pada orang-orang yang ada disana.
Bintang dan Jingga berjalan ke arah halaman belakang rumahnya, lalu duduk di sebuah bangku kayu yang panjang.
"Kakak mau ngomong apa?" Tanya Jingga setelah mereka berdua duduk.
Bintang berdehem, lalu menyelipkan anak rambut Jingga yang tertiup angin.
"Kalau kamu berubah pikiran, sekarang belum terlambat Jingga." Kata Bintang lembut.
Jingga menatap bingung ke arah Bintang dengan alis terangkat.
"Kakak keberatan menikah sama aku?"
Bintang tersenyum, lalu menggeleng.
"Kamu sendiri udah tau gimana sayangnya aku sama kamu, Ngga, tapi kalau pernikahan ini justru menjadi beban baru buat kamu lebih baik jangan di teruskan."
Jingga menghela nafas pelan lalu menatap lurus ke depan.
"Aku udah pikirin baik-baik semuanya kak, dan keputusan ku udah bulat. Mungkin untuk saat ini aku emang jadiin kak Bintang pelarian buat ngelupain Kak Senja, tapi seiring berjalannya waktu aku pasti juga bisa jatuh cinta sama kakak." Katanya yakin.
Bintang tersenyum, lalu menarik kepala Jingga untuk bersandar di bahunya.
"Semoga semua berjalan lancar ya, Sayang." Katanya lembut.
Jingga mematung. Mendengar panggilan sayang itu membuat hatinya merasa aneh. Bukan rasa berdebar seperti yang dulu dia rasakan, tapi justru perasaan sakit dan rasa bersalah.
Jingga memejamkan matanya lalu menarik nafas pelan. Berusaha mengusir segala keraguan dalam dirinya. Dia yakin, ini keputusan yang tepat.
"Ekhem"
Deheman itu sontak membuat Jingga maupun Bintang terkejut. Jingga langsung duduk tegap dan menoleh ke arah belakang, mendapati Jemmy yang sedang tersenyum menggoda ke arah mereka.
Jingga duduk dengan salah tingkah, begitupun Bintang yang beberapa kali berdehem untuk menghilangkan kegugupanya.
"Udah biasa aja, kan sebentar lagi juga kalian halal. Asal jangan kebablasan duluan aja." Kata Jemmy setengah menggoda.
Jingga dan Bintang semakin salah tingkah dan tersenyum kaku.
"Apapun yang terjadi di antara kalian, Kakak harap kalian engga akan mempermainkan sebuah pernikahan. Bagaimana pun pernikahan itu suci, dan dosanya besar bagi orang yang mempermainkan dan menyia-nyiakannya." Ucap Jemmy bijak.
Jingga mengangguk, "Jingga tau kak, InsyaAllah engga ada niat buruk di hati kami."
"Iya Jem, lo tau dari awal gue emang udah suka sama Jingga. Jadi gue engga akan nyia-nyiain dia."
Jemmy tersenyum tulus lalu mengangguk.
"Gue percaya lo bisa jaga adik gue dengan baik, Bin. Dan Jingga, kamu juga harus bisa bersikap selayaknya seorang istri nanti. Jangan buat Bintang susah dengan sikap kamu."
Jingga mengangguk lagi, lalu menoleh ke arah Bintang. Masih ada sosok Senja yang terbayang di matanya, masih ada per-andai-an tentang kalau saja Senja yang akan menikahinya. Masih ada rasa takut bahwa nantinya dia akan mengecewakan Bintang saat di hatinya masih ada Senja.
Tapi Jingga menepisnya dengan segera, dia berusaha menguatkan hati bahwa Bintang adalah pilihan yang terbaik. Seberapa pun dia berharap, toh pada kenyataannya Senja tidak akan pernah kembali untuk menepati janjinya. Senja yang manis sudah pergi, membawa cinta dan segala harapan yang Jingga punya bersama nya.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA DAN JINGGA (COMPLETE)
Teen FictionJika jatuh cinta adalah sebuah pilihan, maka Jingga memutuskan untuk memilih jatuh kepada Senja. Karena dia yakin Senja akan menangkapnya, tidak akan membiarkan dia terjatuh sendirian. Semburat orange yang muncul di penghujung sore, datang sekilas n...