78. Rindu

1K 116 2
                                    

Tau bagaimana rasanya menahan rasa?.

Tidak,

Aku tidak menahannya,

Aku berusaha membuangnya.

Karena perjanjian adalah perjanjian!

Karena peraturan adalah peraturan!

Bodoh!

Bodoh!

Bodoh sekali!!

Kebodohan itu buatku meninggalkan laki-laki sok imut, si Pe-ak karbitan.

Bodoh!

Aku tinggalkan laki-laki incaran semua wanita di kampus yang setiap saat berusaha menghubungiku dari Medan sana.

Menghubungi keluargaku untuk menanyakan keeadaanku karena khawatir tidak memberi respon sejak dia berangkat.

Merendahkan harga dirinya dengan mengirimkan pesan bertubi-tubi berisi permintaan maaf.

Ya dia salah!!.

Seandainya dia tidak meminta nomor WA padaku dulu.

Seandainya dia tidak sok imut dan care padaku.

Seandainya,

Tuhan, maafkan Im

Seandainya dia lahir lebih dulu sehingga perjanjian bodoh anak alay masa SMA dulu tidak berlaku untuknya.

Tuhan,

Aku kangen Jerryku 😫😫

Aku rindu

Aku rindu bilang rindu padanya.

Kalau memang kami gak jodoh dan semua perjanjian bodoh ini benar, tolong... Tolong buat mudah melupakannya.

Kasih aku karma apa saja, apa saja untuk menebus rasa bersalah atas kebodohan kebodohanku pada teman-teman, juga padanya.

Apapun

"Kolokan, lusa aku pulang. Ada yang mau dititip?"
.

"Kak besok ada kegiatan?, temenin boleh?" pesan terkirim.

🌸 🌸 🌸

"Masih gak mau bicara sama aku?"

.

Lebih dua puluh pesan terkirim tidak mendapat balasan. Panggilan yang ditujukan padanya kalau tidak di angkat, ditolak.

Junia, Vera. Mereka seolah berfikir bahwa aku bukan lagi bagian dari mereka. Mereka seolah lupa bahwa kebersamaan kami bukan setahun dua tahun yang bisa dirusak dengan mudah hanya karena perjanjian itu.

Aku sudah lakukan apa yang dulu pernah mereka lakukan. Meninggalkan Jerry. Perlu ku pertegas lagi, aku telah memblokir semua kontaknya.

Demi siapa?

Demi mereka

Aku berusaha memperbaiki hubungan kami dengan meminta maaf. Aku tau dengan jelas apa yang kuperbuat hingga mereka se-berang itu. Aku sudah perbaiki, aku sudah perbaiki dan aku tau pasti apa yang mereka rasakan dulu sama seperti ini.

"Siapa? " seseorang bertubuh besar tinggi membuka pintu. Wajahnya kusut dan matanya merah. Aroma alkohol tercium dari jarak satu meter. "Raima?, Jun mana?. Dimana kalian sembunyikan??"

Jadi Jun belum pernah pulang?. Dimana dia?. Dua hari yang lalu aku kerumah Indo, dia bahkan menangis menanyakan kenapa Jun tidak pernah ingin menemuinya.

"Kenapa?, kenapa abang cari dia?. Mau abang pukul lagi?, mau abang sakiti lagi?"

"Sialan, dia memang pantas dapatkan itu!. Istri tak tau di untung, kemana dia saat suami susah?, ATM, emas simpanan dibawa kabur!. Heh, kasih tau kawan kau itu suruh pulang. Kau ceramahi dia bagaimana dosanya istri yang membangkang pada suami!, kau-

Aku tak tahan lagi!!.

"Dasar suami gak sadar diri!!" aku menimpuknya dengan ranselku sekuat tenaga. Memberikan tendangan selangkang ketika dia lengah hingga dia terduduk di lantai. "Gak bersyukur!!, seharusnya Jun mikir seribu kali mau balik dengan laki-laki cemen, pengecut, peak, yang gagal sedikit langsung sedeng!, kalau sedeng semua orang disalahkan. Minum, berjudi, mukul, kawin aja sana sama mak lampir. Gak ada istri manapun yang mau diperlakukan seperti itu. Kalo aku jadi Jun, jangan harap bisa berdiri lagi!. Nyuruh orang diceramahi, abang tu yang perlu di ceramahi 10 ustad, 10 kiai!. Rukiah sekalian biar setannya keluar!. Sadar bang!, abang milih Jun, nikahi Jun tujuannya apa?, bahagia kan?. Dia mau hidup susah sama abang, tinggalkan keluarganya demi abang. Abang malah sia-siakan dia kayak gini!"

Ah!, tujuannya mau nyari Junaida malah mukulin ni abang Pe-ak.

"Brengsek!" dia masih terduduk sambil memegang selangkangannya, meringis.

"Berengsek, brengsek. Istigfar bang!"

"Kenapa harus selangkang setan!, panggil ambulans!!"

"Oh, setan gak bisa manggil Ambulans. Setan malah senang lihat orang kesakitan gini" aku menatapnya remeh.

"Sialan kau Im!!, awas kau!, kubunuh kau!"

"Berdiri aja gak bisa mau bunuh orang. Laki-laki cemen, kena tipu aja cengeng bisa apa?"

"Panggil ambulans!!"

Aku menatapnya miris. "Berubah lah bang. Jadilah abang yang aku kenal dulu, meski itu mungkin gak benar. Abang panutan keluarga. Kesayangan Jun dan anak abang. Jun gak ninggalin abang, dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Dia nunggu abang kembali kayak dulu dan dia siap untuk mulai dari nol lagi. Bukankah dulunya juga begitu kan?"

"Sial!"

"Istigfar bang. Im pamit. Maaf untuk tendangan selangkangnya. Semoga cepat sadar deh"

"Woii Im!!"

"Nanti Im mampir ke Puskesmas bang. Assalamualaikum"

🌸 🌸 🌸

Entah, terkadang jomblo lebih hebat nasehatin soal asmara dan hubungan rumah tangga.
😂😂

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang