81. Keluarga

1.1K 111 12
                                    

Aku tidak tau rasanya sesakit ini. Bahkan menangis pun aku tidak puas. Tidak!.

Satu jam

Dua jam

Aku belum bisa mengikhlaskan ini. Kenapa dia dengan mudah menyetujuinya?, marah kek, protes atau apa. Apa dia senang?.

Tidak

Aku melihat sendiri senyum itu tidak seperti biasanya. Dia pasti terluka, iya dia pasti seperti itu kan?. Dia pasti sama terlukanya dengan aku.

Seandainya perjanjian bodoh itu nggak ada. Seandainya, umurnya lebih tua dari aku. Seandainya, Jun bisa mengikhlaskan kami.

Tidak bisa, tentu tidak bisa.

Apa yang ku perbuat, itu yang ku tuai.

Aku harus pilih antara persahabatan atau hubunganku dengan Jerry. Dan aku pilih mereka. Jerry pasti akan lebih bahagia setelah ini.

"Im!"

Kak Jaya?. Aku menghapus air mataku ketika dia dalam perjalanan menghampiriku. "Kakak kenapa disini?"

"Kamu nangis?, ada apa Im?" tanyanya memberikan sapu tangan kepadaku.

Aku menggeng. "Kak Jaya ngapain kesini?"

"Jemput kamu"

Aku gak minta jemput dia kok. Tau dari mana dia aku disini?.

"Ya ampun sampe tersedu gitu. Kenapa Im?"

Aku Menggeleng, mengelap wajahku yang basah dengan sapu tangannya.

"Kak"

"Ada apa?"

"Im.. Salah ya kalo Im masih sayang sama Jerry?" huuu nangis lagi. "Im udah nyaman sama dia, Im sayang sama dia. Tapi kenapa kami gak bisa satu?. Kenapa dia itu harus Brondong?, kenapa dia lahirnya telat, kenapa?"

"Stt" dia memelukku, memberi tepukan pelan di punggung. "Siapa bilang kalian gak boleh satu Im?. Banyak orang yang menikah usianya berbeda jauh. Apa salahnya kalau dia Brondong?, gak ada. Kalo sama-sama cinta, orang tua setuju, kalian bisa bersama"

"Im harus pilih Jun dan Vera kak. Im udah buat kesepakatan dan Im harus tepati"

"Kesepakatan apa?"

Kak Jaya tidak harus tau

"Kesepakatan apa Im?"

"Im benar gak kalo Im mentingin sahabat Im dari Jerry"

"Itu bukan pilihan Im. Kamu bisa miliki keduanya"

"Tapi situasinya begitu"

"Berfikir lah dengan matang Im. Jangan sampai ada penyesalan"

Aku tidak tau ini keputusan yang benar atau tidak.

🌸🌸🌸

"Mukamu sembab dek, habis nangis?" tanya suami Jun ketika kami bertemu.

"Kebanyakan nonton India dia bang" jawab Kak Jaya yang mengantar aku ke Beringin.

"Maaf ya bang nunggu lama"

"Gak apa-apa Im. Jadi, kita langsung aja atau gimana?. Abang gak bawa apa-apa nih untuk Indo"

"Langsung aja deh bang, lebih cepat lebih baik"

Suami Jun mengangguk.

Aku menggedor gembok pagar dari dalam. Untung aja tangan kecil, jadi bisa nyelip celah pagar. "Assalamualaikum" rumah tingkat dua itu sunyi banget.

"Assalamualaikum" suami jun bersuara.

"Gak ada orang kayaknya" Aku menggedor lagi gembok itu.

"Im, kan ada belnya dek" Kak Jaya memencet bel di tembok.

Tak lama seseorang keluar, dia membuka gembok pagar sambil nanya "Siapa" ke kami. Maklum dia gak keliatan karna pagarnya hampir full tertutup kecuali celah kecil yang bisa masuk tanganku tadi.

"Raima, temannya Junaida. Ini kak Besse kah?"

"Raim?" pintu terbuka. Benar deh kakaknya Junaida berdiri dan mempesilahkan masuk "Lama tidak kesini kau Im" dia mencium pipiku kiri kanan.

"Iya kak, Indo ada?"

"Ada, di atas. Masuk lah" ajaknya ramah "Eh, ini siapa?. Kekasihmu kah? Mau ngantar undangan kau Im?"

Aku senyum-senyum. Kayaknya nanti aja deh ngenalin Suami Jun. Takut di usir.

"Ayo masuk" dia mendahului kami memasuki rumah gede yang warna emas bling bling mendominasi.

"Ji, ada tamu, mencari mu. Orang lama tapi baru datang lagi" dia tersenyum menolehku.

"Niga tamu lama?" Suara Indo khas sekali dengan logat bugisnya. "Ah,, Raim eppona Babinsa, kasik. -Raim cucunya Babinsa- Lama tidak ketemu ya nak?" dia memelukku seperti ibu yang lama tidak berjumpa anaknya.

"Indo sehat?. Makin awet muda kayaknya"

"Mancaji haji ka sekarang nak. Alhamdulillah. Ayo duduk dulu" dia menarikku ke sofa ruang tamu. "Furani botting ko nak?" -sudah menikah kamu nak?-.

"Belum, hihi. Indo"

"Apa nak?"

"Im kesini mau minta maaf. Im mendukung Jun. Im juga yang kasih tau Jun bahwa Acok tidak baik orangnya. Im bohong bilang gak tau Jun padahal Im tau dia dimana. Im mau minta maaf Indo"

"Sudah, yang lalu biarlah lah berlalu. Indo tidak mau lagi ngurus itu anak. Terserah dia lah. Cuma sayang sekali itu anak tak ingat pulang. Dipikirnya tak ada lagi indonya di dunia ini kah?"

Aku memeluk Indo yang matanya mulai berkaca-kaca. "Indo, Im kesini sama suami Junaida. Dia mau ketemu Indo"

"Mana? Dirimu nak?" dia menatap kak Jaya "Kasik, gantengnya menantuku. Ada jambangnya"

"Bukan Saya" Kak Jaya dada dada secepat kilat. "Dia Indo"

Indo menatap suami Jun, lalu melambai suruh mendekat. Suami Jun mendekat lalu bersimpuh di lantai memegang lutut Indo.

"Maaf kan saya Indo"

"Kamu sebagai suami harusnya ajak istrimu kesini. Jangan ikut-ikutan bertahun-tahun menjauhi keluarga"

"Kami takut Indo marah, tidak merelakan kami_"

"Nak, tidak ada orang tua yang bisa marah lama-lama dengan anaknya. Indo berharap sekali kalian pulang. Indo cuma dengar dari orang-orang cerita tentang kalian. Sedih hati indo nak"

"Maaf Indo"

"Kenapa Junaida tidak kesini?, mana cucuku nak?"

"Jun lari dari rumah Indo, sama Zahra. Kami kesini mencarinya. Kami kira dia disini"

"Astagfirullahaladziim. Kenapa nak?" indo makin kencang nangisnya.

"Semua salah saya Indo. Maafkan saya. Saya tidak becus sebagai suami"

"Ya Allah"

Indo pingsan!!

🌸🌸🌸

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang