88. Halusinasi

1.1K 108 12
                                    

Saat ku merindukan dirimu,
Jiwa meronta kau ku damba.

Oh gerhanalah seluruh pancaindera

.....

Telingaku berdenging

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telingaku berdenging. Mataku sulit untuk dibuka, tapi ku paksakan. Sebelah hidungku tidak bisa berfungsi normal, bernafas.

Samar-samar suara musik mengalun entah dari mana. Entah, ini nyata aku hanya berhalusinasi. Langit-langit kamar itu terlihat berbayang. Perlahan dinding kamar, pintu kamar mandi yang mulai terlihat jelas. Selimut coklat ku genggam ujungnya dengan tangan kananku. Entah, karena takut lepas ataukah rasa sakitku berlebihan.

Aku telah menghabiskan malamku untuk menangis. Menahan amarah yang tidak tau akan di tumpahkan pada siapa

Aku kehilangan.

Aku kehilangan Jerry.

Aku merasakan sebuah benda di keningku. Handuk, handuk kecil. Dulu dia pernah mengompres panas dengan handuk ini kan?.

Dia ada disini?

Dia tidak jadi pergi?

"Jer"

Jerry, jawab aku.

"Jerry"

Kumohon, jawab aku.

"Ya, nona"

Itu dia... Itu dia..

Dia duduk di tepi kasur, baju yang sama dengan yang ia kenakan malam tadi. Kaos oblong putih dan celana training dongker. Kali ini ia tidak mengenakan kacamata. "Mau minum?"

Aku menggeleng "Jer, kenapa bohong?. Kenapa sembunyikan semua dari aku?"

Dia tersenyum hingga matanya hilang, lucu sekali. "Kamu pernah bilang, lebih baik aku simpan kebohonganku sampai kamu mati dari pada kamu tau dan itu menyakitimu"

Aku.

Aku mengatakannya dulu.

"Tapi itu gak nyakitin aku Jer. Nggak!. Kamu tau, itu yang selama ini selalu aku harap terjadi sama kamu" Ah!, aku menangis lagi. Pandanganku tidak jelas dan Jerry terasa berbayang karena air mata.

"Jer?"

Dia hilang!

Aku berusaha bangun menuju pintu kamar mandi. Dia pasti didalam. Iya, pasti!.

"Jerry!, aku belum selesai ngomong" ku gedor pintu itu. Tidak ada sahutan. Ku beranikan membuka pintunya yang ternyata tidak terkunci. "Jerry"

Tidak ada siapapun didalam. Tidak ada siapa pun didalam dan itu membuat dadaku makin sesak.

"Jer, berhenti mainin aku kayak gini!"

Aku mendengar suara pintu dibuka. Itu Jerry!.

"Kak"

Novia, dia memasuki kamar mendekatiku.

"Nov, lihat Jerry?. Tadi dia disini, apa keluar ngambil air?"

"Kak, koh Jerry gak ada disini. Dia sudah pergi tiga hari yang lalu"

"Nggak Nov, tadi dia ada disini!. Dia nawarin minum. Kami ngobrol tadi. Malam tadi juga ada. Masa kalian gak tau?"

"Kak kalau Koh Jerry ada disini, dia bakal ada disini kak. Dia udah pergi dan mungkin aja udah sampe di Inggris"

"Nggak, kalian bohong kan?. Nov, aku lihat sendiri"

"Kakak itu berhalusinasi kak. Sadar kak, sadar!"

Halusinasi?

Maksudnya aku gila?

"Kak" Novia memelukku "Kami udah nelpon Koh Jerry dari kemarin sore. Tapi nomornya gak aktif. Kami akan coba terus hubungi dia kak. Aku gak mau bohongi kakak. Aku kira kakak tau kalo koh Jerry dosen. Kalo nggak, aku orang pertama yang kasih tau kakak selagi dia ada disini"

"Aku kangen Jerry Nov. Aku merasa bersalah, aku bersalah. Ini mungkin karma"

Ya, ini karma yang aku minta dulu.

🌸🌸🌸

"... Sidang gak ada Jerry. Aku nanya ke Mela adik ipar kakakku, kalo sidang emang ditemani teman-teman di luar. Tunda ke Medan karena SP, telat datang karena seminar. Aku gak tau apa-apa tentang kuliah makanya aku nggak ngeh. Dia pernah hampir ngakui itu waktu aku marah tentang kebohongannya sama Melani soal handuk. Lalu aku bilang sebaiknya dia simpan kebohongannya dari pada aku tau dan itu menyakiti aku. Aku seharusnya gak ngomong gitu Nov"

"Kak, aku tau meski putus Koh Jerry masih sayang sama kakak. Pasti ada alasan kenapa dia harus bohong masalah umur dan pekerjaannya sama kakak. Tapi setidaknya kan kakak sudah tau dan gak ada hambatan lagi antara kakak, koh Jerry dan sahabat kakak. Lagi pula, dia kuliah gak bakal lama. Pasti bakal balik juga kan?"

"Dia sudah tau dia bakal ninggalin aku ketika kami baik-baik saja. Kalaupun kuliahnya selesai disana, apakah pasti dia akan kemari lagi?. Apa jaminannya?"

Novia menunduk, aku rasa dia tidak menemukan jawaban yang bisa memuaskan aku.

"Jadi kakak mau nyerah?"

Aku Menggeleng. Aku tidak tau apa lagi yang ku kejar dalam hidupku. Yang Kufikir saat ini hanya Jerry. Aku akui aku hampir gila karena ini. Terkadang dia datang berbicara padaku, terkadang kebersamaan kami terulang lagi.

Dan kini, antara aku dan novia yang sedang berbincang ada dia yang duduk fokus membaca buku di meja bulat itu.

"Aku rindu Jerry Nov" aku menangis lagi mengatakan ini "Dan rasa bersalahku membuatnya semakin sakit. Aku nggak bisa buat apa-apa sekarang. Tapi aku gak mau seperti ini"

"Oke, gimana kalo kita ikuti ide Niko aja kak. Kita ke Medan. Siapa tau koh Jerry ada disana dan belom berangkat. Kalo nggak setidaknya kita punya kontaknya. Siapa tau kita tau alasan dia berbohong mengenai usianya itu"

"Medan?"

"Hmm, Ada anak pertanian yang kemarin berangkat bareng sama dia ke Medan. Aku rasa dia tau"

Aku melirik Jerry yang membaca buku. Seolah tau, dia mengangguk menyetujui rencana itu.

"Kapan?"

"Lusa kita berangkat"

🌸🌸🌸

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang