94. Berhenti

1.2K 117 3
                                    

Dia mengecup keningku.

Sesuatu yang tidak pernah dilakukan siapapun sebelumnya. Dia melakukan itu... Dia orang pertama dan entah mengapa hal itu membekas dihatiku.

Hingga kini

8 bulan kemudian....

"Lah, lah, kok belok kiri. Rumah kita kan kanan"

Hah?. "Ahaha, iya. Maap yak Pak Erte". Aku memapahnya berbalik ke tempat semula.

"Gimana ni navigator Bapak bawaannya melamun. Masuk got baru rasa" dia menepuk nepuk bahu kiriku. Sementara tangan kanannya tertopang pada tongkat kaki tiga.

"Yaa, maaf Pak Erte" aku tertawa

"Hmm, Nak. Bapak kan bukan Pak Erte lagi"

"Ih, sudah berkali-kali Im bilang, kan Pak Lurah gak mau ganti Pak Erte. Masyarakatnya juga gak mau. Pak Erte itu teladan, walau sekarang kakinya tiga, masih bisa diandalkan"

"Ahahaa, kaki tiga. Berani ya ngatain bapak?" dia menjewer Telingaku.

"Duh, ampun-ampun" aku cekikikan

"Beberapa bulan ini kamu yang turun tangan nak. Bapak gak enak sama warga"

"Mereka udah ngerti Pak Erte, lagipula selam ini kan Im juga yang banyak ngerjain urusan per-Erte-an"

"Pagi Pak Erte, wah, pagi-pagi olahraga" Sapa Pak Mujito yang akan berangkat kerja didepan rumah.

"Pagi Pak Muji, iyaa. Belajar dari kesalahan. Ahahaha. Inilah namanya bersakit dahulu, olahraga kemudian" Pak Erte tertawa.

"Enak lah olahraga ditemenin anak gadis"

"Ahahaha, alhamdulilah" Pak Erte menepuk bahuku mengisyaratkan untuk terus melangkah. "Kalau senggang, ayo main kerumah pak"

"Insyaallah" sahut Pak Mujito dari kejauhan.

"Pak Erte kalo mau nongkrong di Pos Kamling kasih tau aja. Biar Im bisa antar"

"Gak apa-apa, bapak pengen menyayangi ibumu dengan nemenin dia nonton drama India"

Hihihihi, pak Erte.

"Im, Kamu gak capek nak?"

"Nggak"

"Maksud bapak, Kamu kerja, kuliah, ngurusin bapak, ngurusin urusan RT. Bapak udah bilang bapak berhenti aja jadi RT. Dan kalo gak bisa, lebih baik gak usah kuliah"

"Ih, Pak Erte. Im sanggup kok, Im bisa. Im itu kuliah untuk dua hal. Pertama Banggain Pak Erte dan yang dua biar Im pintar"

"Kamu dari dulu udah Banggain bapak loh, udah pintar juga"

"Pak, kalo menurut bapak Im kuliah dan terkendala biaya, jangan takut. Usaha Im udah maju. Udah gak tergantung Kak Rahima. Im bisa biayai kuliah Im sendiri"

"Bukan masalah biaya nak, bapak kasian liat kamu bagi waktu saking banyaknya kegiatan"

"Pak, Im kuat. Bapak doain aja Im bisa melewati semua"

"Hmm, anakku ini. Aamiin" dia mengelus kepalaku "Eh, Jaya beberapa hari ini gak kerumah?"

"Oo, dia kerja Pak. Keluar kota sih lebih tepatnya"

"Bapak kira dia menyerah"

"Hah?"

"O, hari mau hujan. Ayo buruan jalannya"

"Pak Erte, jangan ngalihin pembicaraan"

Dia tersenyum, memasuki pekarangan lalu duduk di kursi teras. "Im, bapak gak maksa kamu sama siapa. Hidup, hidupnya kamu. Kamu yang nentuin bahagiamu sendiri nak" dia menyuruhku duduk disebelahnya.

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang