18. Jawab

2.2K 149 0
                                    

"Bu darah!!"

Aku ingat terakhir kali aku mengatakan itu sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri.

"Selamat pagi" si Jerry karbit senyum sok imut.

"Cih, aku fikir subuh tadi mimpi"

"Asli kak, hidungmu berdarah. Trus kamu teriak histeris sampe pingsan. Kata dokter sih, efek kecapean, stress, dan galau terpendam yang kelak akan berkepanjangan"

"Lebay!"

"Hihihihi"

"Kenapa gak pulang?"

"Urusannya belom selesai kan?"

"Udah, ini bukan masalah kamu, aku yang salah kenapa kamu malah ikutan nanggung akibatnya"

"Ya, aku mau pulang juga gak bisa. Kunci mobil iya ada dapat pas ngantar kamu ke rumah sakit, tapi dompet dan isinya masih disita"

"Nanti aku bilangin ke Pak Erte. Eh, kok kamu gak bilang kalo kamu Muslim?"

"Memang Muslim, kenapa juga harus di kasih tau?. Kakak gak nanya juga kan?"

"Im" pak Erte masuk dengan Ibu "Kamu sudah bisa pulang. Tapi sebelum pulang, pak Erte mau nanya kalian terlebih dahulu. Kamu sakit bukan berarti hilang marah pak Erte sama kamu"

"Jangan lama-lama pak, sinetron Indianya ibu sudah mulai tu" bisik ibu.

"Kenapa pulang larut malam?, kenapa cowok yang jemput sama yang antar beda?"

"Im yang Jawab?"

"Nggak, ibumu yang jawab. Ya kamulah Im!"

Aku menatap ibu yang pasang wajah iba entah karna anaknya diintrogasi atau karna sinetron Indianya ketinggalan episode.

"Nanti kalo Im cerita, im_"

"Jangan banyak basa basi!"

"Iya.. Iya.." tarik nafas dalam-dalam "Malam itu, Im pulangnya cepat. Waktu kak Jaya nyanyi, Im pulang. Tapi hujan, Im ketemu dengan Jerry Karbit yang mau antarin Im pulang. Trus, mampir ke kosannya minjam mobil, baru antar Im Pulang"

"Memangnya rumah kamu di Ujung Jabung sana hingga sampenya jam setengah satu?" pak Erte natapin Jerry karbit yang geleng-geleng kepala.

"Maaf pak Erte"

"Maaf.. Maaf.., kamu tau kalau perginya dengan Jaya pulangnya jangan dengan orang lain!, udah dibilang jaga nama baik Keluarga. Bapakmu ini RT!. Pulang larut malam, ditanya gak jawab!"

"Oke Im Jawab!" aku menatap pak Erte serius, lalu menangis. Pak Erte jahat sama aja dengan si Jerry gak ngerti orang lagi galau gak mau diceramahi.

"... Kak Jaya yang Im suka itu cuma jadiin Im pelariannya. Bapak tau pelarian?. Dia baru seminggu putus dari pacarnya yang udah pacaran 2 tahun. Im cuma di jadikan alat untuk dia manasin pacarnya"

"... Im gak mau langsung pulang, Im gak mau bapak dan ibu kecewa, apalagi sudah antusias sama kak Jaya. Im gak mau bapak dan ibu lihat Im nangis kayak gini. Im gak mau cerita, Im gak mau ngadu, tapi bapak maksa gini"

"Im" ibu mendekat memelukku. "Kamu tuh pak, sudah kubilang anak sekarang jangan disamakan dengan anak tahun 50-an. Anak mau pacaran dilarang, pas sudah cukup umur di paksa-paksa suruh cepat cari pacar. Gini jadinya!"

"Kenapa kamu gak bilang?!, dimana rumah si Jaya itu biar bapak Habisi giginya!"

"Pak udah, berapa banyak lagi teman Im yang takut berteman dengan Im gara-gara bapak. Nih, anak orang pulangin aja. Dia gak salah kok"

"Loh.. Loh... Si Jerry aja gak takut kok. Jer, bapak menakutkan ya?!"

"Eng.. Pas bapak pasang kuda-kuda sambil bilang mau paculin giginya si Jaya ngeri pak. Tapi, aslinya nggak kok. Itu wajar dilakukan seorang bapak untuk melindungi anak perempuannya"

"Nah, itu!" bapak menepuk punggung Jerry semangat. "Senang ada yang mengerti situasi bapak"

"Iy.. Iya pak"

Cih, apaan mereka berdua?.

"Ngomong-ngomong, kamu gak nguntitin anak gadis saya kan?" pak Erte mengalungkan lengannya ke leher Jerry

Ah iya, kenapa aku baru sadar kenapa selalu ada Jerry di saat seperti itu. Dia jadi terlihat seperti penguntit.

"Ngg... Nggak pak. Waktu acara itu saya juga ada disana. Pengantin wanitanya kakak sepupu Nico, teman kos saya. Kami disana sudah sejak sore"

Oh iya, waktu pulangkan ketemu anak Pe-ak yang baru pulang dari pesta.

"Benar?" pak Erte melirik kearahku "kalau bohong bapak piat nih telinganya"

"Pak Jerry karbit itu anak baik-baik. Dia yang Im ceritain kemarin. Yang ngutang beli obat. Dia gak punya keluarga disini pak, anak rantau dari Medan. Kasihan, seharian bapak sandera dia"

"Kenapa jauh sampe ke Jambi nak?" tanya ibu

"Oh, belajar mandiri Bu" perbaiki letak kacamatanya -kacamata baru, baru ngeh-.

"Wah bagus itu, nah gini dong cari teman Im. Bisa jadi Imam, wajah kayak Taumingse, sopan, mandiri..." menepuk-nepuk bahu Jerry. "Kalo kayak kamu suka ke Im, saya gak masalah"

Ih, apaan pak Erte!. Lubang hidung anak Pe-ak itu makin besar diameternya.

"Ah, enggak pak"

"Kamu kira aku juga mau?!"

Cih, berondong

Ogah!!

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang