87. Terungkap

1.2K 143 9
                                    

Leburlah harapan cinta
Namun kesetiaanmu
Kugenggam bagai hukuman
Mengheret langkahku

.............

"Jadi, maksudmu Jerry itu seorang Dosen dan usianya lebih tua dari kakak?"

Jerry dosen usianya lebih tua dariku

Jerry dosen usianya lebih tua dariku

Jerry dosen usianya lebih tua dariku

Jerry dosen usianya lebih tua dariku

Jerry dosen usianya lebih tua dariku

ARGHH!!

Berapa kali pun aku mengucapkannya aku masih tidak bisa mencerna.

Apa semuanya ini??!

Kenapa Jerry harus berbohong mengenai identitasnya?. Kenapa??.

Tidak, tidak!. Ini pasti mimpi.

Iya, ini pasti mimpi!.

Bagaimana bisa aku yang selama ini dekat dengannya dengan sangat bodoh tidak tau semua itu?. Itu tidak benar, Jerry tidak mungkin seorang dosen. Dia tidak mungkin jadi orang bodoh dengan mengaku menjadi anak kuliahan kepadaku. Apa kepentingan??. Apa untungnya bagi dia??.

Melani pasti salah!

"Jerry, buka pintunya!" aku berdiri didepan pintu kamarnya. "Kamu harus jelaskan banyak hal sama aku"

"Kak, koh Jerry gak ada" dia, laki-laki temannya Niko menghampiriku.

"Kemana? Hubungi dia, aku akan tunggu!. Dia harus jelaskan banyak hal sama aku"

"Kak, dia gak akan kesini lagi"

"Apa maksudmu dia gak akan kesini lagi??!"

"Koh Jerry udah berangkat untuk studi ke Inggris dua hari yang lalu"

.

Telingaku berdengung, sakit. Aku tidak bisa menerima kenyataan itu.

Tidak bisa.

Jerry jahat!!.

Bagaimana bisa...

"Kak Im"

"Ko, kasih tau Jerry bukain pintu. Aku mau bicara. Dia harus buka pintunya. Dia harus jelaskan semua" aku memelas. Miris, miris sekali.

"Kak, udah jangan nangis" Niko mendekatiku.

"Gimana bisa aku gak nangis?!. Katakan!. Gimana bisa?. Hampir setahun dia bohongi aku, kalian bohongi aku. Kalian diam aja dan anggap aku benar-benar kayak orang bodoh"

"Aku minta maaf kak. Berdiri kak, jangan duduk dilantai"

"Ko, bukain pintu. Jerry pasti ada didalam. Jerry didalam aku mau ngomong sama dia. Pliss kasih tau dia aku mau bicara. Suruh dia buka pintu"

"Kak, Koh Jerry Udah berangkat dua hari yang lalu"

Kenapa dia gak pamit?.

Kenapa dia ngilang gitu aja?.

Kenapa dia harus bohong?.

Kalau dia jujur, aku gak akan ninggalin dia karena masalah umur. Kalau dia jujur. Dia gak akan ninggalin aku kayak gini...

Jahat...

"Jerr, kita harus ngomong. Kasih tau aku, kenapa kamu harus bohong?. Kasih tauu... Aku bisa terima aku bisa terima sama kayak dulu kamu bohong masalah handuk. Aku bisa terima. Tapi gak gini?. Kamu gak pernah biarkan aku nangis gini kan?.. Bukain pintuu... Bukain pintu..."

"Ya ampun kak, jangan kayak gini. Aku sedih Lihatnya. Oke aku bukain pintu kamarnya Koh Jerry. Kakak jangan nangis dong"

Dengan kunci di atas ventilasi kamar, pintu itu dibuka. Suasana kamar yang sama, tidak ada yang berubah. Niko membantuku berdiri. Menuntunku memasuki kamar yang aromanya membuatku rindu pada laki-laki itu.

Aku rindu Jerryku 😭

Kamar dominasi warna karbit, sama kayak dia yang tua wajah dari umur kataku; karpet bulu panda yang bikin pewe dan bed cover coklat biar dakinya gak kelihatan.

Dia marah kalo dikatain gitu.

Tapi saat ini seharusnya aku yang marah karena dia udah bohongi aku.

Ya!, aku seharusnya marah. Marah!. Bukan menangis hingga membuat kepalaku semakin sakit untuk berfikir. Tapi marah pada siapa??. Siapa?!!.

Kamar ini sudah nggak berpenghuni. Nggak ada Jerry lagi.

Tega!.

Tega dia tinggalkan aku tanpa pamit dan bawa pergi kebohongannya.

Tega!.

Tuhan, Tolong bangunkan Im dari mimpi ini!

🌸🌸🌸

"Bangun?"

Jerry

Kepalaku pusing, pandanganku masih tidak jelas karena kebanyakan menangis. Tapi aku bisa memastikan itu dia.

"Ck, menangis terus" dia duduk di tepi tempat tidurnya. "Kan sudah dibilang, jangan nangis. Nanti mimisan"

"Jer"

"Hm"

"Mau coklat hangat sama donat" air mataku meleleh ketika mengatakan ini. Ada rasa perih di dada yang aku nggak tau organ apa di tubuhku yang bermasalah.

"Kamu bilang mau membiasakan diri tanpa mereka" dia tersenyum, damai sekali.

"Aku nggak bisa" meleleh lagi hingga takungan air mata di hidungku tumpah ke pipi "Aku nggak bisa... Aku nggak bisa"

"Im"

"Nak" bukan suara Jerry. Aku mendengar Suara Pak Erte yang samar-samar.

Ada dia yang duduk disebelah Jerry. Dia menggenggam tanganku seolah takut terjadi sesuatu padaku.

"Im mau minum nak?"

"Pak, jangan kasih Jerry pergi. Dia harus jelaskan semua ke Im kenapa dia bohong, dia harus pamit baik-baik sama Im"

Jerry menggeleng seolah meledekku yang menunjukkan kolokanku pada Pak Erte.

"Nak, apapun alasannya pasti ada kebaikan untuk kamu. Jerry, sekolah keluar negeri, kita seharusnya bangga dan dukung dia"

"Tapi dia gak akan balik kesini lagi. Dia gak mau kesini lagi. Dia_"

Jerry mana?!

"Mana Jerry pak?"

Pak Erte menggeleng. Dia menatapku seolah seseorang yang perlu di kasihani. "Dah tidur ya, kamu harus istirahat. Besok kita pulang kerumah"

"Nggak. Pak, biarin Im tinggal disini. Im nungguin Jerry"

🌸 🌸 🌸

Puh, nulis 700 kata susah banget.
Aku baper 😭, nangis beberapa jam. Hidung udah gak bisa dipake napas, mata bengkak.

Empati banget gimana rasanya kehilangan pas lagi cinta-cintanya. Tsah! 😂😂😂
Bersabarlah wahai hati... 

Terimakasih readers 😚

Mungkin ada yang bosan dengan cerita ini karena kepanjangan sampe hampir 100 part. Niatnya aku sih gak gini. Tapi, aku gak mau buat cerita sad ending. Gak enak banget 😝. Trus, ide-ide lain banyak lagi yang mau diceritain tentang si Raim dan Kokoh. Mau dia Brondong atau gak lagi, dan judulnya gak sama lagi, aku rasanya gak rela mengakhiri cerita mereka begitu saja.

Bagaimana menurut kalian?

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang