79. Menyesal

1.2K 124 11
                                    

"Nanti Im mampir ke Puskesmas"

Benar deh, Lima hari kemudian aku kembali ke Puskesmas itu lagi. Kenapa juga kemarin ngasih nomor hape ke mereka.

Itu, lakinya si Jun apa belum keluar-keluar juga dari rumah sakit?. Atau aku disuruh tanggung jawab?. Tapi dia emang pastas kok digituin.

Hoaaa, atau dia mau balas dendam bunuh aku?.

"Apa Im?"

"Kakak emang gak ada kegiatan kan. Takutnya nanti malah merepotkan"

"Ada sih sebenernya, tapi jarang- jarang Im mau ngajak kakak jalan kayak gini"

"Yah, maaf ya kak. Soalnya kali ini butuh kakak banget. Suaminya teman Im di puskesmas. Kayaknya dari kemarin belum keluar juga. Tadi Im dapat telepon dari orang puskesmas"

"Lah, kok malah nelpon ke Im?, istrinya kan ada?"

"Itu masalahnya kak, panjang deh ceritanya. Intinya, Im yang menyebabkan dia masuk puskesmas gara-gara Im udah kelewat kesal sama dia yang jahat sama istrinya. Dia bilang istrinya ninggalin dia ketika susah. Padahal istrinya menjauh karena sering dipukul. Kasian"

"Itu serius?, kamu apain dia?. Hebat ya anak Pak Erte Salim" dia tersenyum-senyum sambil membagi fokus antara aku dan jalan.

"Waktu itu kan dia lagi mabuk. Jadi mudah aja buat numbanginnya. Ahahahaha"

"Serius?, hati-hati Im. Orang mabuk bisa kalap loh"

"Nah, itu kak. Dia ada bilang mau bunuh Im. Kan ngeri. Makanya Im bawa ajudan kesana"

"Whoaa, maksudnya kakak?"

Aku mengangguk "Kakak takut?"

"Ih siapa yang takut. Takut banget iya. Aahahaha"

"Deh ketawa-ketawa aja, pipi Im jangan dicubit kak" menjauhkan tangannya dari pipiku. "Kalo takut kita pulang aja"

"Aih nggak lah. Kan rame Im. Kalo kondisinya di puskesmas, lagi sakit dia tetap gak bisa ngapa-ngapain. Tapi, kalau tau dia mau balas dendam kenapa Im mau kesana?"

"Gak tau kak, orang puskesmas ngomongnya kayak urgen banget"

"Dia kritis mungkin"

"Ih, jangan sampe?"

"Kenapa?, takut kamu diminta tanggung jawab?"

"Bukan, kasian anak sama istrinya"

"Hedeh Im, itu otakmu kadang polos banget" dia tertawa "Besok ikut gak?"

"Kondangan lagi?, nggak ah"

"Ahahaha, nggak. Mau jalan-jalan keluarga. Gak jauh sih, sekitaran Jambi aja. Yuni juga ikut, sama suami dan anaknya"

"Tapi kan Im bukan keluarga"

"Tapi kan Im sudah dianggap keluarga. Mama kenal, Papa kenal, Yuni apalagi. Gak mau jadi keluarga kami?"

"Hehe, bukan gitu"

"Ah, iya. Kakak lupa kan ada Jerry ya?. Tapi maksud kakak itu_"

"Im udah gak ada apa-apa sama Jerry"

Deg!.

Ngomong satu kalimat itu rasanya sakit banget.

"Kalian?"

Aku mengangguk. "Putus"

"Kenapa?"

Jangan cengeng Im!

"Karena beda aliran. Hihihihi. Dia pop, aku dangdut kak"

"Hah?, seriusan?"

Aku tersenyum, gak enak banget. "Nggak jodoh kali"

"Ih, wajahnya sedih gitu. Belom bisa muve on ya?. Yaudah, kakak bantuin, mau?"

"Emang bisa?"

"Woo, apa guna ketampanan kak Jaya dengan godek-godeknya sekalian kalo gak bisa buat Im Move on?"

"Wkwkwkw, percaya deh percaya" aku tertawa "Kalo nggak nanti habis Godeknya dicukur habis"

"Nah iya, nanti kLo dicukur habis ilang ganteng kakak"

"Nggak ah, tetap ganteng kok"

Eh

🌸🌸🌸

"Im, tolong temuin abang sama Jun"

Suaminya Jun miris banget liatnya. Mukanya lebam, ada luka ditepi bibir dan tangan kanannya di perban. Kalo kauak gini kisahnya dia mana bisa mau bunuh aku. Berdiri aja gak bisa.

"Kirain abang masih di Puskesmas gara-gara tendangan selangkang. Tuh kan, abang tau apa yang abang lakukan itu dampaknya jelek. Kalo abang gak judi, abang gak bakal di pukul gara-gara hutang"

"Im, nendang selangkang dia?" bisik kak Jaya yang berdiri disebelahku.

Aku mengangguk.

"Abang nyesal Im. Abang nyesal. Abang mau kehidupan abang semula. Tolong, bantu abang untuk ketemu Jun dan Zahra"

"Bagaimana kalau seandainya abang ulangi lagi? Atau mungkin aja abang bohong?"

"Sumpah Im, abang nyesal. Abang nyesal, abang butuh mereka sekarang. Kalau memang Jun gak mau pulang itu hak dia, yang penting kasih abang kesempatan untuk minta maaf dan bertemu dengannya Im"

Duh, wajah nih abang melas banget. Tapi bisa aja kedok. Laki-laki itu kalo bohong gak ketahuan sama sekali. Nyata banget kayak sungguh-sungguh.

"Menurut kak Jaya dia bohong atau nggak?" bisikku

"Bohong gimana?, coba sentuh lukanya. Kalo dia meringis kamu pukul berarti gak bohong"

"Bukan lukanya kak, omongannya"

"Kakak gak tau"

"Kakak kan laki-laki, kakak tau pasti gimana taktik laki-laki kalo lagi bohong"

Kak Jaya natapin aku dengan alis tinggi sebelah. "Hedeh Im, percaya aja dulu. Kita sambil pantau kalau dia macam-macam sama istrinya lagi"

"Im" suaminya Jun ternyata natapin kami yang bisik-bisikan.

"Oke, sekarang masalahnya bang. Im juga gak tau Jun dimana. Kemarin kerumah Im kira dia sudah pulang. Nyatanya nggak. Im hubungi gak pernah diangkat. Mungkin abang tau teman-temannya di daerah sini?"

Dia Menggeleng "Temani abang kerumah Indo Im"

"Hah?"

"Abang ingin memperbaiki semuanya. Setelah itu bantu abang temui Jun dan Zahra"

"Tapi,"

"Abang kesentrum listrik kalo abang bohong Im. Abang benar-benar menyesal. Abang minta maaf sama Im"

"Gak usah ngomong sumpah bang, ngeri. Oke Im bantu. Yang penting abang sehat dulu. Im juga minta maaf soal kemarin"

Laki-laki itu tersenyum "Makasih Im"

"Sama-sama bang"

"Koko mu mana?"

Et dah, udah dua orang nanyain dia hari ini.

Aku kan lagi usaha move on.

🌸🌸🌸

Gara-gara gak ada Jerry aku sampe lupa 😂. Ada yang minta ucapin selamat ulang tahun disini.

Telat, telat deh.

Selamat ulang tahun gebetannya si Abil Peak, 🎂🍰🎉🎈🎁🎊semoga hidupnya berkah, rejekinya berkah dan semoga disegerakan jodohnya. Aamiin.

Semoga yang baca dan yang nulis diberikan keberkahan usia juga. Yang jomblo, cepat nikah. Yang nikah, cepat hamil. Yang hamil, dimudahkan persalinannya. Yang punya anak, semoga anaknya soleh dan solehah. Aamiin. 😄

Terimakasih sudah membaca, menunggu dan memberi bintang.

Kiss pake kismis 😚

Miss Raim and Her Bro~ndong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang