Liburan telah usai. Ini waktunya untuk kembali beraktivitas kembali disekolah tercinta. Suara riang, tawa canda dari setiap siswa siswi yang baru saja bertemu dengan teman-temannya setelah sepekan mereka liburan.
Begitu juga yang dirasakan Kara, sangat senang kembali ke sekolah. Karena dia bisa kembali menimmati kebersamaan dengan dua sahabatnya yang masih setia.
"KARA" teriak Erin dari kejauhan.
Kara yang baru turun dari mobil BMW hitam milik Om Dani langsung menoleh kesumber suara itu. Kara pamit kepada Om Dani, seperti biasa Kara selalu mencium kedua pipi Om Dani dan juga punggung tangannya. Karena Om Dani sudah dia anggap seperti ayahnya sendiri. Dengan senang Kara menghampiri Erin dan saling berpelukan. Melepaskan rindu mereka.
"Sepertinya Suci masih betah dengan liburannya di Negri Sakura" ucap Erin melepaskan pelukannya dari Kara.
"Ehm, pokoknya awas saja kalau dia tidak membawa oleh-oleh buat kita. Ha.ha.ha" keduanya tertawa bersama dan berjalan menunu kelas mereka.
Suasana didalam kelas Kara sangat ribut. Hampir semua bercerita tentang liburan mereka. Terlihat beberapa siswi sedang membagi-bagikan beberapa accesories yang mereka beli dari liburan mereka. Saling bertukar cerita dan bertukar oleh-oleh liburan mereka, itu adalah kebiasaan disini.
Walaupun ada beberapa yang menghabiskan waktu liburannya dirumah, itu tidak membuat mereka iri. Justru mereka senang karena bisa bermalas-malasan. Kara dan Erin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas. Saat Kara melihat sesosok perempuan yang duduk dipojok tepat dibelakang bangkunya, kaki Kara terasa sangat berat untuk mendekat tempat duduknya.
Seperti slow motion langkah Kara menjadi lambat. Hatinya masih sedikit menolak kehadiran perempuan yang sudah membuat liburannya tak bewarna. Erin yang menyadari langkah Kara melambat, berusaha merangkul Kara untuk menguatkannya.
Erin sudah tahu kejadian tentang diperkemahan waktu itu. Sebelum dia berangkat liburan ke Bali Erin sengaja datang ke rumah Tante Nia. Hatinya tak tega kalau mengetahui sahabat kecilnya ada masalah, sedangkan dia ingin pergi liburan.
"Kara, Erin ini untuk kalian, terima ya" ucap Nada teman sekelas mereka yang memberikan dua buah gelang khas dari Kalimantan. Erin dan Kara menerimanya dan tak lupa mengucapkan terima kasih juga tersenyum.
Menyadari ada suara Kara, sosok perempuan yang sedang membaca majalah fashion langsung berdiri dan pergi meninggalkan tempat duduknya. Ya perempuan itu adalah Nana. Dia masih merasa Kara dan Erin tidak bisa menerimanya. Oleh sebab itu dia yang menghindar.
Saat ini jam istirahat, Seluruh pengurus mading sedang rapat bersama Mr Juan. Ya memang pengurus mading hanya Kara, Erin, Suci, Nana. Karena setiap melakukan apapun mereka dibantu oleh anggota OSIS. Tetapi karena hari ini Suci belum masuk, jadi hanya mereka bertiga rapat dengan Mr Juan.
Mr Juan menjelaskan, pada semester dua ini kegiatan sekolah sangat padat, oleh sebab itu semua kegiatan harus dibuat proposalnya dari sekarang. Yang paling terpenting adalah dalam waktu dekat ini akan diadakan pemilihan ketua OSIS yang baru serta regenerasi pengurusnya.
Karena Edo selaku ketua OSIS yang sekarang dan Juga pengurus yang berada di kelas XII, harus fokus dengan ujian akhir sekolah juga kegiatan pendalaman materi..
Mungkin sebulan lagi sudah diadakan pemungutan suara. Oleh sebab itu Mr Juan menugaskan Kara dan teman-temannya itu membuat pengumuman untuk pemilihan ini. Karena acaranya mendadak Mr Juan meminta Kara membuat brosur yang menarik. Waktu yang diberikan oleh mereka hanya satu minggu. Dan senin depan harus sudah dipasang pada setiap mading. Seperti biasa yang memasang selalu anak OSIS. Kara dan Erin saling menatap.
"Hellow, satu minggu lagi. Membuat brosur untuk pencalonan Ketua dan anggota OSIS. Mr enak bangat ngomongnya. Kita yang buat gimana. Suci juga baru datang minggu depan. Berarti ngerjainnya cuma berdua dengan Erin" batin Kara.
"Saya percaya kalia bisa melakukannya dengan baik. Jadi saya harap, kalian secepatnya merundingkan kriteria apa saja yang bisa kalian cantumkan. Kalian bisa merundingkannya dengan Edo. Saya permisi" Mr Juan mengakhiri pembicaraannya, lalu keluar dari ruangan mading.
Kara dan Erin saling menarik nafas berat. Sepertinya mereka berdua tidak menerima kehadiran Nana. Nana hanya seperti patung yang tak dianggap. Sementara Kara dan Erin sedang berdiskusi dan membuat rancangan gambar untuk brosurnya.
Brak
Nana menggebrak mejanya. Dan berdiri. "Kenapa sih, kenapa kalian gak anggap aku disini. Aku juga bagian dari mading. Seharusnya kalian ajak diakusi aku juga. Jangan mendiamkan aku seperti patung yang gak ada harganya" Nana yang kesal karena tidak terima.
"Hah, udah terserah mau kamu apa Na. Kalau mau diajak diskusi ya kamu aja ikutan kita. Jangan cuma diam kaya ayam sakit" ucap Erin yang tak kalah kesal.
"Profesional donk kalau kerja, jangan bawa-bawa masalah kita disini" sindir Nana yang terbawa emosi.
Kara yang dari semula sudah menahan emosinya, sepertinya terpancing dengan omongan Nana. Kara berdiri dan mendekat kepada Nana, Erin langsung menarik tangan Kara, tetapi langsung ditepisnya.
"Nana Wijaya yang terhormat, kamu menuntut keprofesionalan kerja. Hellow, kamu gak mikir sama semua kelakuan kamu. Pikir. Pikir. Kamu bilang tadi apa jangan bawa-bawa masalah disini. Siapa yang mulai duluan. Siapa yang sudah membakar api menjadi sangat berkobar. Siapa yang sudah membuat nasi menjadi bubur. Hah. Siapa ? jawab?" Nana hanya terdiam.
"Ck, Cukup ya Na, terserah sekarang kamu masih mau ikut gabung dimading ini ataupun tidak, (Kara terdiam sebentar mengambil nafas pelan) aku sudah gak peduli lagi" Nana dan Erin langsung menatap ke Kara.
"Kara, Sor-" belum sempat Nana bicara.
"Nana, lebih baik kamu anggap tidak pernah mengenal aku, untuk saat ini ada ataupun tidak adanya kamu disini, itu sudah gak ada artinya buat aku. Aku lupakan semua tentang kamu dan tentang kita. Aku harap itu lebih baik. Agar kita tidak ada yang saling menyakiti" ucap Kara dingin dan meninggalkan ruangan itu. Kara berhenti dan berbalin menghadap Nana.
"Terima kasih untuk kebaikan kamu selama kita bersama, dan terima kasih untuk luka yang sudah kau goreskan"
Hening ya. Suasana sepeninggalan Kara menjadi hening. Erin langsung berlari menyusul Kara. Sementara Nana merasa kakinya seperti jelly yang tak bisa berdiri kokoh. Tubuhnya beringsut jatuh ke lantai, bersamaan dengan air matanya yang jatuh ke pipi.
Dia tak menyangka Kara bisa setega itu dengannya. Padahal dia mencoba berbaikkan kepada sahabatnya itu. Memang dia akui dirinya salah, apalagi tadi sampai menggebrak meja. Nana menyesali, telah membuat api permusuhan kembali berkobar. Dirinya terisak mengingat ucapan Kara. Nana mengelap air matanya mencoba bangkit.
"Oke, kalau itu kemauan kamu. Aku juga tidak akan memohon permintaan maafmu lagi. Cukup sampai disini kebodohanku yang terus minta belas kasihanmu. Kita lihat siapa yang akan menyesal kamu atau aku Karania Putri" ucap Nana pelan dengan emosi.
Sepertinya setan dalam diri Nana berhasil membujugnya. Sakit hatinya terhadap perkataan Kara telah membangunkan setan didalam tubuhnya dan menjadi dendam.
Padahal hati kecilnya berkata untuk bersabar dan menunggu waktu agar bisa kembali menjadi sahabat seperti dulu. Tetapi hati kecilnya kalah dengan emosi yang sudah kalut itu.
.
.
Publish Ulang : 9 10 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet [END] Publish Again
RomanceSudah terbit di Google book & KBM App.. Kara dan Key bukanlah Kakak beradik ataupun saudara, tetapi mereka tinggal serumah. Sejak Kecil Kara sudah dirawat oleh kedua orang tua Key yang notabennya adalah sahabat baik kedua orang tua Kara. Saat masi...