6. Rekaman

2.5K 359 61
                                        

***Setengah Normal***

"Gue udah belajar, Riel. Suer. Ini paling Bu Aminah aja yang nggak suka sama gue. Masa tiap ulangan Matematika gue selalu dapat 5?" keluh Maya pada jam pulang mereka.

"Yang namanya belajar itu nggak sekedar buka buku terus baca tulisan, May. Terutama Matematika. Lo mesti pahami rumus-rumusnya dulu kalau mau bisa ngerjain soal," tanggap Ariel sekaligus menasehatinya.

"Itulah masalahnya, Riel. Gue baru lihat rumus aja udah pusing. Percuma gue hafal rumus kalau nggak paham cara gunainnya." Maya sok prihatin akan keadaannya.

"Lo aja yang males usaha. Pelajaran lain yang nggak pakai rumus pun nilai lo jarang dapat di atas rata-rata," cibir Ariel yang langsung dicengiri oleh sahabatnya.

Perbedaan Ariel dan Maya memang tak hanya dalam sifat. Untuk urusan pelajaran, Ariel jarang mengalami kesulitan. Meskipun Ariel bukan tipe anak yang setiap hari rajin belajar tapi otaknya cukup berbakat dalam menyerap materi yang diberikan. Biasanya Ariel belajar hanya pada malam sebelum ulangan atau pada waktu ada ujian. Karena biarpun ia mengambil jurusan IPS, minat sebenarnya adalah melukis atau menggambar.

"Eh, ada Kak Yovie tuh, Riel. Kayaknya dia ngelihatin lo, deh." Maya berbisik kala keduanya mulai meninggalkan gedung kelas 10.

"Kak Yovie?" Ariel langsung mengerem langkah. "Mana?" katanya sambil menggeser pandangan.

"Itu!" Maya menunjuk dengan dagu pelataran depan gerbang.

Benar. Yovie di sana tampak sedang mengobrol dengan beberapa cowok seangkatannya. Sepertinya mereka sedang berunding tentang pertandingan basket.

Sudah biasa bagi murid-murid SMA Harapan mengadakan laga antar kelas seusai jam belajar. Jika lapangan indoor sedang digunakan latihan anak ekskul olahraga, mereka akan bermain di taman bebas yang dibangun pihak yayasan. Taman itu terletak di tengah-tengah kawasan sekolah Harapan. Di sana terdapat lapangan basket yang sering digunakan baik anak SMP ataupun anak SMA Harapan pada berbagai kesempatan.

Tahu Ariel balas memandang, Yovie cepat memalingkan muka. Ia kembali sibuk dengan teman-temannya meski sebuah senyuman tampak disembunyikan.

"Emang ada yang mau tanding basket ya, May?" Untuk mengalihkan perasaan yang menggelitik hati, Ariel melontarkan pertanyaan pada Maya.

"Gue denger sih, anak-anak 11 IPA 1 mau tanding sama anak-anak 10 Bahasa 3," jawab anak itu. "Sayang banget gue nggak bisa nonton. Mama ngajak gue ke rumah calon besan habis ini. Padahal Bahasa-3 kan sama aja keluarga gue. Teman gue banyak di sana," ujarnya membuat Ariel ingat jika Maya adalah anak 10 Bahasa 2.

"Kak Yovie anak 11 IPA 1 apa?" tanya Ariel lagi.

"Iya, kan," jawab Maya sembari kembali berjalan. "Kayaknya mereka mau main di lapangan taman, deh. Punya sekolah lagi dipakai anak-anak ekskul soalnya." Ia berujar saat memperhatikan gerak-gerik Yovie dan yang lain.

Ariel cuma mangut-mangut. Ia tak pernah menonton pertandingan persahabatan antar kelas sebelumnya. Kemarin waktu kelasnya mendapat jatah saja ia memilih pulang lebih awal. Ia memang tak terlalu peduli pada acara olahraga karena itu tak sesuai minatnya.

Namun tampaknya memang ada yang aneh hari ini. Sepanjang perjalanannya menuju gerbang utama kawasan sekolah Harapan, Ariel merasa tidak tenang. Pikirannya terus tertuju pada pertandingan basket, taman bebas, 11 IPA 1, dan ujung-ujungnya ia akan bertanya, apakah Yovie ikut bermain di lapangan? Tak bisa dimengerti sebabnya tapi Ariel sungguh penasaran.

Rasanya ada sesuatu di dalam diri yang menarik-narik Ariel untuk pergi ke acara itu. Ia perlu memastikan Yovie terlibat permainan atau tidak. Padahal kenapa juga ia harus peduli. Ariel berusaha meluruskan pikiran tapi perasaan itu justru semakin mengganggu setiap kali diabaikan.

Setengah NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang