"Kamu menjadi bukti bahwa seseorang tidak harus sempurna untuk menjadi pujaan hati."
Sebuah lengkungan tipis terukir di bibir Ariel. Kata-kata tersebut rupanya mampu sedikit menggerakkan otot wajahnya yang hampir selalu kaku. Termenung, Ariel meremas secarik kertas yang baru dibacanya. Tanpa ragu-ragu ia lempar benda itu ke kolong meja.
Ariel menghela napas ringan. Sambil menopang dagu ia coba menerka-nerka. Biarpun tidak terlalu peduli, ada kalanya ia penasaran juga dengan orang iseng yang menempelkan tulisan seperti itu di punggungnya. Ini kali kedua ia mendapatkan hal semacam itu.
BRAKKK!
"Masih pagi udah bengong. Awas kesambet!" Seseorang menggebrak meja Ariel hingga cewek itu terbangun dari lamunan.
"Apa?" Ariel langsung mengatur wajahnya agar tak terlalu terlihat kaget. Namun tetap saja cowok di depannya tertawa.
"Hari Jumat, waktunya infak." Cowok itu berkoar. Namanya Ellan. Ia ketua kelas 10 IPS-3. Anaknya selalu tampak pucat. Ia bertubuh jangkung dan berkacamata. Ia biasa menggantikan tugas bendahara dalam menarik iuran anak sekelas.
Ariel merogoh saku depan seragamnya. Selembar uang sepuluh ribuan ia sodorkan pada Ellan.
"Masukin aja ke kotak," perintah cowok itu.
Ariel melihat kardus kotak amal yang masih melompong. Rupanya ia jadi orang pertama yang dimintai sumbangan. "Gue mau kembalian," ucapnya.
Ellan melirik. "Berapa?"
"Tujuh ribu," jawab Ariel.
Decakan langsung terdengar. Ellan merogoh saku celana abu-abunya. "Lima ribu aja. Gue cuma punya kembalian lima ribu."
"Istirahat pertama baru aja mulai. Lo bisa keliling dulu sampai nanti dapat recehan buat ngasih gue kembalian." Ariel memberi saran.
Ellan meletakkan selembar uang lima ribu di tangan Ariel. "Infak itu salah satu cara mulia buat memperbanyak amal. Itung-itung bisa bikin dosa lo berkurang," ceramahnya.
"Gue belum mau terima kembalian kalau jumlahnya belum genap tujuh ribu." Ariel mengembalikan uang tadi dengan tak peduli. "Sana pergi."
"Ya ampun, apa salahnya sih lima ribu doang? Orang lain ngasih sumbangan minimal sepuluh ribu, tahu?" Ellan menggerutu. Ia mencoba mencari-cari uang lagi di saku yang lain. "Orang pelit, kapan lo mau dermawan?"
"Yang penting bukan jumlahnya, tapi tingkat keikhlasannya. Itu kata-kata yang sering gue dengar dari guru agama." Ariel menjawab ringan.
"Ya tapi kalau banyak uang nggak harus perhitungan juga kali. Nanti liang kubur lo sempit mau?" balas Ellan sebal.
"Ada apa sih?" Kenji, cowok paling akrab dengan Ellan mendekat.
"Ini nih, Nji. Si Ariel. Masa disuruh infak lima ribu aja ngotot tetep pengen minta kembalian?" Ellan mengadu pada anak itu. "Pelit nggak ketulungan itu haram. Lo setuju, kan?"
Kenji tersenyum manis. Ia orangnya sangat sok kecakepan. Gebetan pun ada di tiap jurusan. "Cuma lima ribu lho, Riel."
Ariel tak terkesan. Terus terang ia tak terlalu suka berhadapan dengan Kenji. "Kembali tujuh ribu pokoknya. Jangan lupa." Ia mengingatkan Ellan sebelum meninggalkan bangkunya.
"Dasar pelit!" Sekali lagi Ellan mengejek biar tak ditanggapi.
"Cantik-cantik kikir. Kayaknya cocok tuh buat judul sinetron hidayah baru." Seorang cewek di belakang Kenji berkomentar. Beberapa anak di kelas langsung tertawa mengiyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setengah Normal
Novela Juvenil(SELESAI) Karena selalu memusuhi cowok-cowok yang menyukainya dan mencatat nama mereka dalam buku daftar hitam, Ashariel Josephine sering dianggap kurang normal oleh teman-teman sekolahnya. Orangnya pelit, cueknya kelewatan, mukanya hampir selalu da...