"May, lo lihat Ariel nggak?" Akhirnya Giga menanyai Maya daripada semakin penasaran.
"Ariel?" Cewek itu menjawab tanpa berpaling dari sisir. "Bukannya Giga sendiri yang bilang kalau Ariel lagi pergi sama Kak Yovie?"
"Iya sih, tapi coba lihat itu!" Giga menyenggol hingga Maya harus menoleh ke arah yang ditunjuk. "Menurut lo itu Ariel bukan?"
Segera Maya mengamati seseorang yang berdiri di dekat sebuah motor. Meskipun dalam posisi memunggungi tapi Maya langsung bisa mengenali bahwa sosok itu adalah Ariel, teman baiknya.
"Arieelll...!" tanpa basa-basi cewek itu berteriak. "Rieeel!" panggilnya lagi dengan suara melengking. Karena tak juga diberi respons maka ia berinisiatif mengajak Giga untuk menghampiri Ariel di sana.
"Woi, Riel!" Maya menepuk pundak keras-keras begitu sampai di dekatnya. "Lo kok diam aja sih dipanggilin? Kuping lo sehat, kan?"
Cewek yang telah membalikkan badan itu memandang dua sosok di hadapannya secara bergantian. "Gue bukan Ariel," katanya dingin. "Kalian siapa?"
Giga dan Maya terkesiap. Dengan suara rendah juga sorot mata yang kelewat tajam begitu tak heran keduanya jadi merinding.
"Lo..." Maya hampir berkata tapi tidak jadi. Begitu pula Giga.
"Ah, candaan gue garing, ya? Kalian nggak ketawa." Ariel mendesah kecewa melihat reaksi mereka. "Tadinya gue pengen ngejutin kalian dengan pura-pura jadi arwah kakak kelas yang katanya sering gentayangan di sekolah, tapi kayaknya gagal." Ia memasukkan ponsel ke dalam tas lalu bersedekap. "Jadi, kenapa sore-sore gini kalian masih berkeliaran di sekolah?"
Untuk beberapa detik tetap tiada tanggapan yang Ariel terima. Sampai kemudian Ariel melambai-lambaikan tangan, tiba-tiba saja Giga menyepak kasar udara seolah ada bola terbang ke arahnya. Ariel jelas terheran-heran melihat sikap cowok itu. Namun ia tak bertanya apa-apa. Ia lebih memilih mengalihkan pandangannya pada Maya.
"Lo pikir candaan lo bakal bikin gue ketawa, ha?" Dan anak itu mengomel sembari menjulurkan tangan untuk mencekiknya. "Nggak lucu tahu, Riel? Nggak lucu!"
"Ya seenggaknya lo bisa pura-pura ketawa kek biar gue lega."
"Ogah!" Maya semakin kesal tahu Ariel bersikap tak punya dosa.
"Dari dulu gue bener-bener nggak ngerti sama selera humor orang ini," sambung Giga sama emosinya. "Sekilas tadi gue hampir percaya lo ini penampakan hantu di sekolah. Nggak tahunya elah... Ngeselin lo, Riel!"
"Kalian ini kenapa sih? Tumben banget nggak bisa woles," Ariel melepas cengkeraman Maya dari lehernya dengan raut tak mengerti. "Ya oke. Gue minta maaf."
"Maaf, maaf. Kayak lo ngerti aja di mana salahnya," dumal Maya yang disetujui Giga.
Ariel mengedik. "Sebenarnya gue cuma heran lihat kalian belum pulang. Daripada gue heran sendirian ya mending gue balikin keadaan aja bikin kalian yang penasaran. Bener nggak?"
"Emang dasar ni orang!" Giga hampir menarik-narik pipi Ariel saking geregetannya. "Terus lo sendiri ngapain di sini sendirian? Lo bilang mau pergi sama Yovie, kan? Kok lo malah di sini berdua sama motornya doang?"
"Oh, barusan kami udah ngobrol di kafe. Terus karena ada tugas Kak Yovie yang ketinggalan, jadi sambil nganter gue pulang dia mampir sekolah dulu buat ngambil tugasnya."
"Wah, jadi barusan kalian beneran kencan nih?" Mendengar nama Yovie disebut-sebut seketika Maya mengubah nada bicaranya menjadi ceria. "Syukurlah akhirnya lo nemuin satu cowok yang nggak ditulis dalam daftar hitam. Buruan jadian, Riel. Gue bakal doain kalian langgeng kalau udah pacaran."
![](https://img.wattpad.com/cover/134175139-288-k164875.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Setengah Normal
Teen Fiction(SELESAI) Karena selalu memusuhi cowok-cowok yang menyukainya dan mencatat nama mereka dalam buku daftar hitam, Ashariel Josephine sering dianggap kurang normal oleh teman-teman sekolahnya. Orangnya pelit, cueknya kelewatan, mukanya hampir selalu da...