Sesampainya di rumah, kenyataannya Ariel sama sekali tak menjumpai ibunya. Rumah dalam keadaan kosong. Belakangan Lita sering lembur sehingga pulang lebih larut dari biasanya. Sedang Ariel tak punya dugaan pasti sang ibu pergi kemana. Biasanya Rika tengah sibuk dengan laptop atau telepon jika Ariel pulang sekolah.
Sudah menjadi kebiasaan Ariel langsung menuju meja makan usai mencopot sepatu dan mencuci tangan. Ia selalu lapar setiap kali tiba di rumah. Di dalam tudung saji Ariel menemukan satu buah burger berbungkus rapi juga sekotak kentang goreng, lengkap dengan sausnya. Biasanya Rika akan menyiapkan makanan praktis seperti itu jika tak memasak sementara Ariel sudah waktunya pulang.
Sambil memegang sandaran kursi Ariel membuang napas berat. Betapa menyedihkan, pikirnya. Selama ini ia terlalu tutup mata akan semua hal telah yang Rika lakukan kepadanya. Ariel hanya melihat dari ketidakadilan dalam memperlakukan dirinya dan Lita, sampai-sampai ia mengabaikan fakta jika dibanding sikap buruk tersebut ada lebih banyak kebaikan yang telah sang ibu lalukan kepadanya.
Saat ini saja Ariel sudah mendapatkan satu bukti dari perkataan Yovie. Semarah apapun Rika terhadapnya, ia tetap mau menyiapkan makan siang untuknya. Meskipun harus pergi karena suatu urusan, ia juga tak lantas membiarkan Ariel kelaparan begitu saja.
Sekali lagi Ariel membuang napas. Ia jadi ingat kata-kata bijak yang pernah dibaca dimana menemukan keburukan seseorang lebih gampang dibanding melihat seribu kebaikannya. Lagipula Rika juga tak sejahat ibu tiri ataupun ibu kejam di sinetron yang menjadikan anaknya sendiri seperti pembantu.
Suasana rumah benar-benar sunyi. Ariel sendirian menonton TV setelah mengerjakan PR sambil setiap 5 menit sekali melirik jam. Kemana ibunya pergi? Ia terus bertanya-tanya karena tak senang di rumah seorang diri. Kalau saja Oma tidak sedang berada di Bali tentulah Ariel akan pulang ke sana.
Suara Lita baru terdengar petang menjelang magrib. Ia pulang dengan satu kotak pizza yang ditenteng sebelah tangan karena tangan yang satu repot membawa tas besar berisi pekerjaan dari kantor.
"Kalau lapar tinggal dimakan aja. Itu menu buat makan malam kita. Mama mungkin pulang agak malam," ujar gadis itu sambil melepas hak tingginya.
"Emang Mama pergi ke mana?" Ariel yang disodori kotak pizza bertanya. Ia meletakkan makanan itu di meja depan sofa.
"Rumah kontrakan yang sedang direnovasi ditawar orang. Mama lagi ninjau bangunannya sejak tadi siang, sekalian ketemu temannya."
Ariel mengembus lega. Ia pikir karena sedang marah jadi ibunya pergi ke luar kota dan entah kapan kembalinya. Syukurlah kalau ternyata ada urusan bisnis. Ariel kemudian memandang Lita. Ia sama sekali tak kelihatan berbeda meskipun pertengkaran tadi pagi membawa-bawa dirinya.
Mengingat hampir setiap hari ada saja yang diributkan, Lita orang yang gampang melupakan masalah dan terlalu santai sebenarnya. Ariel pun menyadari lagi akan ucapan Yovie. Mungkin kakaknya memang tak seburuk itu.
Pukul sembilan malam akhirnya Rika pulang juga. Wajahnya tampak begitu lelah. Selain urusan yang Lita sebut rupanya ia juga pergi ke agen kosmetik yang sudah bertahun-tahun menjadi partnernya dalam berjualan online.
"Kalian berdua sudah makan malam, kan?" sapanya waktu melihat Lita selonjoran di sofa depan TV sementara Ariel duduk di karpet sambil membaca majalah fashion milik kakaknya.
"Udah kok, Ma. Tadi gimana sama kliennya?" Lita menjawab hanya dengan melirik sebentar karena sinetron favoritnya sedang berlangsung.
"Kurang baik. Dia minta lebih murah dari harga yang Mama tawarkan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Setengah Normal
Tienerfictie(SELESAI) Karena selalu memusuhi cowok-cowok yang menyukainya dan mencatat nama mereka dalam buku daftar hitam, Ashariel Josephine sering dianggap kurang normal oleh teman-teman sekolahnya. Orangnya pelit, cueknya kelewatan, mukanya hampir selalu da...