47. Kesempatan

1.4K 324 115
                                    

Dengan badan gemetar Ariel kembali memakai tasnya lalu menghambur keluar. Kenapa? Kenapa tetap terjadi? ratapnya dalam hati. Sebagaimanapun ia telah berusaha keras menjaga Giga agar selamat tapi kenapa kejadian buruk itu tetap saja terjadi?

Tak sabar menunggu kendaraan umum lewat maka Ariel berjalan cepat menyusuri tepian jalan. Maya mengatakan bahwa ia melihat Giga kecelakaan di depan pom bensin daerah Mangkubumi Utara, dekat sebuah toko mebel. Tempat itu jelas tak terlalu jauh dari tempat tinggal Ariel, hanya sekitar 15 menit jalan kaki.

Padahal baru beberapa saat yang lalu Giga berpamitan dengannya, kenapa sekarang ia sudah mengalami hal nahas begitu rupa? Ariel sungguh-sungguh tak ingin percaya. Memikirkan keadaan Giga membuat matanya panas. Bayangan Giga tengkurap bersimbah darah dalam mimpinya berkelebat terus di kepala. Badan Ariel sampai menggigil saking takutnya.

"Please, Ga. Lo nggak boleh kenapa-napa. Lo nggak boleh," bisik Ariel sambil menambah kecepatan laju kakinya. Kegelisahan yang teramat sangat menyebabkan hatinya sakit seperti diremas-remas. Ariel seolah kehilangan tenaga tapi ia tahu ia tak boleh menyerah begitu saja.

"Ariel!" panggilan keras itu terdengar saat Ariel melangkah tergesa-gesa di depan gapura komplek sebelah. Suara seorang cowok, Ariel berharap itu adalah suara Giga. Namun saat menoleh, yang Ariel dapati sedang menepikan motor untuknya adalah Yovie.

"Lo mau ke mana? Kenapa buru-buru gitu?"

Ariel menghentikan langkah, menatap kakak kelas itu dengan mata berkaca-kaca. Rasanya sudah sangat lama sekali ia tak bertemu dan mengobrol dengan Yovie. Perasaan Ariel campur aduk. Rasa cemas, sedih, takut, semua menjadi satu. Ia sampai kesulitan bicara.

"Ariel, ada apa?" Yovie sampai melepas helm gara-gara khawatir dengan sikap anak itu. "Apa yang terjadi?"

Ariel sudah membuka mulut untuk menyebut nama Giga, tapi yang ada air mata justru menetes deras dengan sendirinya.

***Setengah Normal***

"Ariel, di sini!" Maya yang telah menunggu kedatangan Ariel di lobi utama rumah sakit menyerui. Sesaat setelah Ariel dan Yovie sampai di lokasi kecelakaan, Maya memberitahu lewat telepon bahwa Giga telah dibawa ambulans. Sementara ia bersama Stevan menyusul beberapa saat setelah memberi keterangan pada pihak kepolisian.

Stevan rupanya mengenal kakak laki-laki Giga, jadi ia sudah mengabari tentang apa yang terjadi pada keluarga anak itu. Kabarnya kakak Giga sudah sampai rumah sakit sebelum Maya dan Stevan tiba.

"May, di mana Giga? Gimana keadaannya?" tanya Ariel sambil menghampiri cewek itu. Ia masih begitu panik mengingat dirinya sempat melihat motor Giga penuh goresan masih tergeletak di tepi jalan. Dengan adanya polisi yang membereskan sisa-sisa kecelakaan, melihat bekas darah, pecahan-pecahan kaca, pikiran Ariel jadi semakin tak karuan. Ditambah perjalanan ke rumah sakitnya dengan Yovie harus tertunda bermenit-menit karena proses evakuasi dan pemeriksaan kecelakaan itu menyebabkan kemacetan panjang.

"Giga..." suara Maya terdengar jauh lebih lemah dibanding di telepon tadi. "Tadi Giga langsung dibawa ke UGD," ucapnya terhenti.

"Tapi Giga nggak kenapa-napa, kan?" tanya Ariel dengan hati berdebar kencang. "Apa? Kenapa, May? Apa yang terjadi sama Giga?" Ariel mencekal erat tangan Maya karena anak itu malah menunduk dan menggelengkan kepala.

"Gue agak terlambat," ucap anak itu pelan. "Waktu gue sampai sini, dokter bilang... Giga udah nggak ada."

Jantung Ariel berhenti berdetak. Sebuah kilatan petir dahsyat seperti menyambar dadanya. "A-apa?" ucapnya nyaris tanpa suara. "Nggak ada gimana?"

Setengah NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang