29. Tunangan Maya

1.5K 322 91
                                    

"Hubungan gue sama Mama dan Mbak Lita sekarang udah normal. Terlalu normal daripada sebelumnya malah," cerita Ariel saat Giga menanyakannya. Mereka sedang duduk di halte bus sepulang sekolah. Maya tidak ikut karena diajak jalan-jalan beberapa teman sekelasnya.

"Itu pasti berkat gue bantu dengan doa," Giga lantas menanggapi. "Kemarin sore setelah lo cerita, malamnya gue bangun terus doain semoga hidup lo bahagia."

Ariel refleks tertawa. "Ngelawak lo boleh juga," tanggapnya. "Omong-omong, lo pernah cerita sama gue soal adanya cewek yang lo suka kan, Ga. Apa sampai hari ini, lo masih suka dia?"

Cowok itu tampak heran. “Kenapa lo nanyain itu tiba-tiba?"

"Nggak boleh, ya?"

"Ya bukannya gitu," Giga menggosok tengkuknya. "Tapi ya gue masih suka lah sama dia. Si mantan anak 10 IPS 3, yang nggak pernah tahu ada cowok yang setiap hari nggak pernah lupa mikirin dia."

Ariel ikut menarik ke atas kedua sudut bibirnya melihat senyum Giga di akhir cerita. "Kalau sekarang gue tanya lagi siapa dia, apa lo udah mau nyebutin namanya?"

"Gue tetap nggak bisa nyebutin namanya."

"Kenapa?" pandang Ariel karena cowok itu menggelengkan kepala.

"Gue malu nyebut nama seseorang yang gue suka," jawabnya membuat Ariel terpana. Ia tak menyangka Giga akan bersikap seperti itu hanya dengan membahas cewek yang disukainya.

"Gue lihat, akhir-akhir ini lo makin dekat aja sama Yovie. Di sekolah gue sering banget lihat kalian ngobrol berdua. Udah ada peningkatan, nih?" Giga gantian bertanya sambil menggeser-geser asal layar ponsel.

"Kak Yovie, ya?" sahut Ariel disertai sebuah senyuman. Wajahnya tampak lebih cerah waktu nama Yovie dibawa-bawa. Ia jadi ingat jawaban apa yang cowok itu berikan waktu ditanya tentang perasaannya.

"Mungkin lo suka gue juga, tapi nggak tahu cuma sebatas nyaman, atau sebagai seseorang yang dibutuhkan kayak kakak cowok yang perhatian. Tapi misal ternyata suka lo dalam arti lain, gue nggak pernah keberatan."

"Fufu, Kak Yovie..." Ariel lalu cekikikan membuat Giga yang menyaksikan mengerling bosan.

"Baru dengar namanya aja udah happy. Sekarang udah yakin nih kalau ternyata lo naksir Yovie?" tanya cowok itu, nadanya setengah mencibir.

"Nggak tahu, ya." Ariel menengadah untuk melihat langit. "Gue sendiri jadi bingung. Waktu gue sama lo, lo selalu bilang sebenarnya gue suka sama Kak Yovie. Tapi waktu gue sama dia, dia malah bilang sebaliknya."

"Sebaliknya gimana?" tanya Giga kaget. Ariel tak menjawab dan malah menatapnya geli sambil mengulas senyum.

"Apa? Kenapa?" Giga menyemprot dengan wajah bersemu. "Ada yang lucu sama gue? Apa? Jawab woi!"

Ariel tetap tak memberi jawaban. Berikutnya ia nyengir ke arah lain.

"Dih, lo pasti bukan Ariel yang asli. Ariel nggak biasanya banyak senyum kayak gini." Giga lalu menuduh karena sikap Ariel membuatnya curiga. "Ayo, ngaku! Siapa lo? Siapa lo sebenarnya? Balikin Ariel yang asli!"

"Orang sinting." Seketika Ariel merubah rautnya menjadi datar gara-gara pundaknya ditepuk keras Giga. "Gue lagi seneng karena Mama udah nggak beda-bedain gue sama Mbak Lita lagi. Rasanya... hidup gue jadi lebih enak dijalani. Terus sebentar lagi, Oma juga bakal pulang dari Bali." Ia tersenyum lagi. "Gue harap, ini semua bukan sekedar mimpi."

Untuk beberapa saat Giga hanya mampu terbengong-bengong. Wajah bahagia Ariel membuatnya tampak begitu berseri-seri.

"Kenapa liatin aja?" Dan cewek itu menoleh, ternyata sadar dipandangi.

Setengah NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang